18. Sengaja

160 7 2
                                    

"Aiden pergi kemana, Dad?"

Seorang gadis bersurai legam lurus bertanya kepada ayahnya yang sedang berolah raga ringan di taman.

Ayahnya yang bernama Henry pun seketika menghentikan gerakannya dan menoleh.

"Aiden?" Ulang Henry sambil menaikkan kedua alisnya saat menatap putrinya, Monica. Gadis itu terlihat cantik dengan dandanan dan gaun yang indah.

"Dia sudah kembali ke London, Sayang. By the way, kamu sendiri mau kemana dengan penampilan seperti itu?" Tanya Henry penasaran.

Mereka tinggal di sebuah pulau terpencil yang bernama Necker Island, yang terletak di gugusan Kepulauan British Virgin.

Saking terpencilnya, Mansion megah milik Henry Miller adalah satu-satunya bangunan di pulau ini. Sisanya adalah kandang kuda dan gudang peralatan.

Jadi wajar saja jika Henry bertanya, karena gaun yang dikenakan Monica lebih pantas untuk sebuah pesta.

Gadis bersurai legam itu menunduk, menatap gaunnya dengan wajah muram. Sia-sia saja ia berdandan habis-habisan untuk ini semua jika orang yang ingin ia ajak ternyata telah pergi.

"Tadinya aku ingin mengajak Aiden untuk menghabiskan waktu bersama-sama ke London," sahut Monica sembari menghela napas kecewa.

Henry tak tega melihat bayangan kecewa yang terlukis jelas di wajah putrinya. Ia menyentuh jemari Monica dan meremasnya lembut. "Kamu bisa pergi bersama Dad, kebetulan sudah lama sekali aku tidak ke London," cetusnya mencoba untuk menghibur.

"Tidak, Dad. Akan sangat berbahaya untukmu jika keluar dari pulau ini," tolak Monica cepat. "Tidak apa-apa. Kapan-kapan saja jika situasinya sudah aman, kita sama-sama ke London."

Tapi kemudian Monica teringat akan sesuatu, dan akhirnya memutuskan untuk bertanya kepada ayahnya. "Ngomong-ngomong, kenapa Aiden kembali ke London? Bukannya dia sedang menghindar dari penyelidikan M15?"

"Ada perubahan rencana," jawab Henry. "M15 menggunakan Trixie Bradwell untuk menarik perhatian Aiden, dan anak nakal itu malah dengan sengaja memakan umpan yang mereka berikan."

Manik gelap Monica pun sontak membelalak mendengar informasi itu. "Apa?? Trixie Bradwell??! Dad!! Kenapa membiarkan Aiden lagi-lagi bersama wanita itu??"

"Memangnya kamu bisa menghalangi Aiden untuk melakukan semua yang ingin ia lakukan?" Henry balas bertanya retorika kepada putrinya sambil menghela napas lelah.

"Tapi... tapi... aagghh!! Kenapa Dad tidak bilang padaku?? Mungkin saja aku bisa mencegahnya pergi!!" Raung Monica penuh sesal.

"It's okay, Monica. Jangan terlalu mengkhawatirkan Aiden. Lagipula di dunia seluas ini, kita memang tidak pernah akan bisa mencegah pertemuan antara Aiden dan Trixie Bradwell." Henry mengusap kepala Monica dengan penuh kasih sayang.

Putrinya itu menatap ayahnya dengan manik berkaca-kaca penuh ketidak-relaan. "Apa mereka akan kembali bersama, Dad?" Gumannya lirih.

Henry menarik tubuh putrinya untuk memeluk erat. "Mungkin ya, mungkin juga tidak. Tapi yang Dad bisa lihat, Aiden sepertinya tidak terlalu menganggap Trixie serius, Monica. Beda halnya dengan Leon."

Monica menyandarkan kepalanya di dada ayahnya sambil melamun. Rasanya sangat tidak rela melihat orang yang ia sayangi kembali lagi terjebak di lubang yang sama, dengan orang yang juga sama.

"Tak bisakah Aiden menyukai gadis lain?" Lirih Monica. "Apa aku kurang cantik?"

"Monica... Aiden adalah kakakmu."

"Kakak tiri," balas Monica sambil menatap ayahnya. "Dad bilang akan menyetujui jika aku bersama Aiden, kan?"

Henry tersenyum kecil sembari merapikan helai hitam rambut Monica. "Tentu saja, Sayang."

The Mafia BillionaireWhere stories live. Discover now