14/02/2024 - PDKT

18 2 12
                                    

Day 14:

Buatlah tokoh cerita kalian sedang PDKT dengan crush-nya sesuai dengan love language kalian masing-masing.

...

"Hah, kok, bisa?"

Chrys bertanya kenapa aku menyukai Chloe. Itu memang pertanyaan yang wajar, mengingat kami tidak pernah akur sejak kelas 10. Aku menyukai seseorang seperti keajaiban dunia kedelapan. Kalau aku sampai seperti itu, mungkin saja ada yang salah dengan otakku.

Chrys menunggu jawabanku dengan serius. Dia sampai berbalik ke arahku dari ponselnya yang candu, masih berbaring malas di atas ranjangku. Anak berambut pirang itu terus menatapku dengan mata biru langitnya, seolah aku akan kabur dan tidak akan memberinya jawaban.

Aku meringis, tidak seperti biasanya. "Entahlah," jawabku ragu. "Aku cuma suka melihatnya. Kalau ada di dekatnya, seperti ada perasaan aneh yang menggelitik di perutku."

"Oh, astaga!" Mata Chrys membulat seperti telah mendengar diagnosis akut. "Kau harus segera operasi perut, ada kupu-kupu yang tumbuh di perutmu!" Dia lalu tertawa terbahak sampai aku harus membungkamnya dengan bantal sandaran punggung yang kulempar.

"Tapi, serius, deh, Ren, cinta itu susah ditebak. Aku sampai kaget kau juga bisa jatuh cinta."

Aku mengerling. Memang.

"Lalu, sekarang aku harus apa?" Kuketuk-ketuk jari ke meja belajar sampai membuat irama yang konstan.

"Ya, kau maunya bagaimana?" Chrys menumpu dagunya dengan satu tangan. "Kalau kau penasaran dengan perasaanmu, mungkin bisa ajak dia dulu kencan atau apa begitu, untuk pendekatan dulu."

Ketukanku berhenti. "Kencan? Itu bakal mencurigakan!" Kutolak gagasan Chrys.

"Ya, sudah, kerjakan tugas bersama saja," usul Chrys lagi.

Aku penasaran, sebenarnya, apa yang kuinginkan dari Chloe?

...

"Kepalamu terbentur, ya?" Pertanyaan pertama Chloe ketika aku mengajaknya belajar sepulang sekolah. "Kau kan tahu, aku tidak bodoh."

Mataku berkedut. Itu benar. Dan saran Chrys adalah hal terbodoh yang pernah kuikuti. Mungkin ada benarnya juga, orang akan jadi tolol kalau sudah jatuh cinta.

Kami sedang ada di depan kelas, dan orang-orang melihat kami heran. Seharusnya aku mengajaknya mengobrol ketika semua sudah sepi atau bicara di tempat lain.

"Aku menantangmu banyak-banyakan mengerjakan soal. Besok ujian mingguan, 'kan? Aku mau pemanasan."

Alis Chloe naik. Senyumnya mengembang, membuat perutku geli. "Tipikal sekali," katanya. "Oke, aku terima. Sampai nanti di perpustakaan."

Lalu, begitu saja. Dia pergi ke lorong tempat kantin berada. Memang sudah waktunya istirahat, dan seharusnya aku pun makan untuk mengisi bahan bakar otak.

Bel-bel berbunyi dari masuk, istirahat kedua, sampai pulang sekolah. Namun, suaranya beradu dengan hujan di luar. Suhu dingin masuk dari sela-sela ventilasi.

Aku dan Chloe kembali bertemu di depan kelas. Gadis itu menggosok-gosokkan tangan karena kedinginan. "Bisa kita batalkan saja? Aku mau selimutan di asrama," pintanya. Tubuhnya bergetar hingga kakinya bergoyang-goyang.

Aku melepas jaket yang kukenakan dan menyampirkannya pada tubuh mungil Chloe yang lebih pendek dariku. "Sekarang masih dingin?"

Tidak ada jawaban. Gadis itu malah diam membeku. Pipinya memerah. Apa aku terlalu jauh bertindak?

"Oi—"

"Ya ... ya, sudah hangat!" Chloe mengeratkan jaketku di tubuhnya. "Tapi, aku masih mau leha-leha di asrama, seharian ini melelahkan!"

Aku memutar otak bagaimana agar bisa lebih dekat mengenalnya. "Kalau kau menang, aku akan traktir burger dan semua junk food yang kausuka. Bagaimana?"

Mata Chloe berbinar. "Ayo, ke perpus, keburu masuk angin, aku. Semoga di dalam sana penghangatnya dihidupkan."

Sepanjang perjalanan ke perpustakaan, tidak ada percakapan yang berarti. Chloe berjalan di sebelah dalam dekat tembok, sementara aku di luar mengarah langsung pada lapangan yang sedang diguyur hujan.

"Apa, sih, maumu?" tanya Chloe tiba-tiba.

"Hm?" Aku mengangkat alis.

"Tiba-tiba mengajakku tanding. Pasti ada apa-apa."

Tidak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya, kan? Apalagi mengingat kami tidak pernah akur dan baru-baru ini saja keadaan jadi lebih baik.

"Entahlah," jawabku pada akhirnya.

"Kau naksir aku, ya?" goda Chloe dengan senyum lebar. Matanya menyipit seolah ingin mengulitiku dalam-dalam.

"Mana ada!" tampikku cepat. "Kau adalah orang terakhir yang ingin kuajak kencan—"

Kuhentikan kalimatku sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Kau mau mengajakku kencan?" Gadis di sampingku menahan tawa sebelum akhirnya tergelak terbahak-bahak. "Orang sepertimu bisa jatuh cinta juga?" Dia mengusap air mata tawa. "Ya, Tuhan, di luar dugaan."

Tidak salah, tapi hal itu malah membuat pipiku panas.

Setibanya kami di perpustakaan, Chloe langsung menempati tempat duduk yang di tengah setelah mengisi presensi di komputer. Kumpulan meja-meja dan kursi yang dikelilingi rak-rak berisi katalog bacaan. Gadis itu menyampirkan tasnya ke punggung kursi, lalu bersandar seperti di pantai.

Aku duduk di seberangnya, melihat gadis berambut ekor kuda itu dengan heran. "Kau sepertinya kelelahan."

"Iya, mungkin," balasnya menggaruk kepala. Matanya kemudian berkedut-kedut diiringi hidungnya yang kembang kempis. "HATCUUM!" Suara bersinnya mengalahkan bom atom.

Aku buru-buru melindungi diri dengan kedua tangan sebelum memberikan tisu higienis yang kusimpan dalam saku kemeja.

"Makasih," ucapnya. "Tumben kau bawa?"

"Kau lupa aku anti-kuman?"

"Oh, iya, benar juga." Chloe membersihkan hidungnya. "Sepertinya aku betulan masuk angin." Gadis itu menatapku tajam. "Semua ini salahmu."

Aku menunduk, menghindari kontak mata. Sepertinya ini pertama kalinya aku salah perhitungan.

"Kita batalkan saja latih tanding ini. Kuantar kau ke asrama—sampai depan gedung."

Chloe menggoyang-goyangkan kepala. "Sepertinya aku gagal dapat burger gratis."

Aku menghela napas. "Akan kutraktir kau sekarang sebagai permintaan maaf."

Mata gadis di hadapanku membulat. "Betulan? Asyik—hatchuum!"

Aku menutup lagi wajah dari semburan air liurnya yang beterbangan. "Kau bisa pakai jaketku. Asal tidak lupa dicuci lagi."

Chloe tersenyum miring. "Yakin mau kucucikan? Kau tidak bisa merasakan aroma tubuhku, loh."

Aku menelan ludah. "Tidak, terima kasih. Untuk saat ini ...."

"Baiklah, aku mengerti. Terima kasih juga sudah mau meminjamkan." Gadis itu semakin mengetatkan jaketku.

Hujan masih turun, tapi aku memutuskan untuk mengantarkan Chloe segera kembali ke asrama, mumpung air yang turun tidak besar.

~~oOo~~

A/N

Chloe dan Ren dari Avatar System: Brain Games. Di cerita asli mereka masih suka ribut. Kejadian di sini kalau canon, akan terjadi setelah olimpiade, mungkin pas mereka kelas 3 SMA.

Maaf, deh, kalau gak kerasa roman-romannya, karena aku emang gak bisa nulisnya.

Sepotong Minda - Daily Writing Challenge NPC 2024Where stories live. Discover now