16/02/2024 - Dikejar Hewan Berkaki Delapan

5 1 0
                                    

Day 16:

Buatlah cerita dengan tokoh utama seorang anak kecil yang sedang bersembunyi dari kejaran hewan buas. Tambahan, anak kecil di sini berumur sekitar 5-13 tahun ya.

...

Di antara pohon-pohon permen kapas berbatang permen merah dan putih, seorang anak kecil berlari tergopoh-gopoh. Hewan-hewan seperti rusa tanduk wafer cokelat di balik semak dan buntalan kelinci kapas di lubang tanah hanya melihat si anak dengan heran. Mereka baru bergerak ketika lelehan hitam di kejauhan semakin lama semakin dekat.

Si anak terus berlari, melewati semak-semak stroberi ungu, mendaki bukit berbatu jeli warna-warni, mengarungi sungai susu cokelat. Namun, gemuruh di kejauhan sana terus bergema di sepanjang lereng hijau karpet meses. Tanah kue spons bergetar sampai mengeluarkan krim putih.

"Aku harus sembunyi!" pikirnya.

Si anak berbaju monyet menuruni lereng, memijak bebatuan choco chips. Dilihatnya sebuah gua tak jauh dari kaki bukit. Dengan cepat dia masuk dan bersembunyi di dalam sana. Meringkuk menggulung tubuh menyerupai bebatuan.

Kedua tangan mungil anak itu menutup mulut agar tidak ada suara yang keluar. Hanya ada desah napas yang terengah dan detak jantung yang berdegup kencang. Satu detik, dua detik, tidak ada apa-apa. Detik kesepuluh, getaran serupa gempa terasa. Raung geraman seperti harimau menggema.

Cahaya seketika lenyap. Digantikan oleh delapan mata bulat merah yang bersinar. Anak itu menjerit. Lengkingannya bahkan dapat merobek langit. Teriakannya semakin keras saat hewan itu berusaha masuk dengan kaki-kaki jenjangnya yang berbulu.

Dengan putus asa, si anak bergerak mundur sampai menabrak dinding gua di ujung. Air matanya tumpah tatkala si monster membuka mulut dan memperlihatkan jarum-jarum tajam di keremangan.

Dirasa tidak akan menangkap mangsa, si hewan buas menarik diri hanya untuk menyerang kembali dari atas. Kaki-kaki panjang berbulu menembus langit-langit gua. Remah-remah cokelat berserakan diiringi berkas-berkas cahaya yang semakin banyak. Teriakan kian nyaring. Air mata semakin membanjir.

Penuh kepanikan, si anak keluar dari gua sampai terguling-guling ke lereng gunung. Dengan susah payah dia menumpu dengan kedua lutut, hanya untuk mendapati hewan raksasa berkaki delapan dengan empat pasang mata sedang berdiri menatapnya. Tubuhnya hitam penuh rambut-rambut halus. Mulutnya bergerak-gerak dengan rahang seperti pencapit.

Tarantula raksasa. "AAAAAAA!"

Air matanya banjir bagai air terjun sirup stroberi. Suaranya serak mengalahkan seseorang yang belum minum seminggu. Ingin berlari lagi, tetapi kakinya sudah seperti jeli yang meleleh. Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan selain pasrah dengan keadaan. Hanya satu yang diinginkannya ....

Jleb!

Sebuah tombak menusuk punggung si tarantula raksasa. Hewan itu meronta-ronta berusaha menyingkirkan sesuatu dari bagian belakangnya.

Si anak menyipitkan matanya yang masih basah, berusaha menerka apa yang terjadi. Dalam samar, dia melihat siluet seorang lelaki tinggi dengan jaket mencengkeram tombaknya dengan keras. Lelaki itu kemudian melepaskan senjatanya, lantas melompat mundur sambil jungkir balik. Dengan cepat, dia kembali menerjang berputar seperti pisau pemotong rumput. Tebas sana, koyak sini. Gerakannya cepat bagai angin.

"Dia hebat, ya?" Seorang lelaki lain tiba-tiba sudah ada di sisi si anak. Dia bersenjatakan dua pedang yang disampirkan ke pinggang. Tangannya tertutup sarung tangan panjang. Tubuhnya berbalut kaus hitam dengan rompi.

"Si-siapa kalian?" tanya si anak takut.

Lelaki itu mengangkat alis. "Oh, kami hanya penjaga mimpi. Tidak usah takut. Setelah ini, kau tidak akan bertemu dengan monster jelek itu lagi."

"Sa! Dia ke arahmu!" teriak si lelaki penombak yang melawan tarantula.

"OKE!"

Si lelaki dengan dua pedang menyiagakan senjatanya, lalu menerjang dengan gesit. Dengan satu tebasan, dia membelah si tarantula raksasa sampai menjadi dua. Asap keluar dari sayatannya, lalu menghilang.

Kedua lelaki itu menghampiri si anak yang langsung memberikan pelukan pada keduanya.

"Sudah, sudah, cup-cup," kata si lelaki yang dipanggil Sa. Si anak berbaju monyet mundur dengan ingus yang mengalir dan air mata yang tumpah ruah. "Setelah ini, mimpimu akan jadi mimpi yang paling indah yang pernah kaulihat—"

"Reset saja seperti biasa, tidak perlu menambah yang tidak perlu," komentar lelaki penombak dengan tangan terlipat di depan dada.

"Tidak asyik."

Dengan satu kelipan mata, tangan si lelaki Sa menyapu udara. Tidak ada perubahan yang berarti, tetapi hewan-hewan lucu dan imut seperti domba kapas, kucing aromanis, burung kol dan yang lainnya muncul dari semak-semak, mengelilingi si anak dengan riang.

Kedua penjaga mimpi berpamitan, kemudian hilang ke langit biru penuh awan merah muda. Si anak hanya melambai melihat kepergian mereka.

~~oOo~~

A/N

Ayo, tebak mereka siapa?

Sepotong Minda - Daily Writing Challenge NPC 2024Where stories live. Discover now