25/02/2024 - Evolusi Alam Gaib

6 2 2
                                    

Day 25:

Buatlah cerita dengan genre, "New Weird."

...

Pernahkah kalian bayangkan kalau makhluk-makhluk supernatural juga bisa berevolusi? Karena hantu sebenarnya juga membayang dari ketakutan manusia, memang sudah seharusnya mereka berkembang sesuai zaman. Namun, seharusnya tidak seaneh ini.

Terakhir aku tersesat ke alam gaib bersama Alvin suasananya masih terasa seperti perkampungan kuno. Sekarang? Seperti gabungan kota hantu dan rangkaian teknologi. Seharusnya aku tidak kaget karena santet sendiri katanya adalah teleportasi. Tapi, ya, ini ... ini terlalu jauh dari prakiraan. Bayangkan pocong dengan kursi roda. Atau bayangkan genderuwo dengan lengan cyborg. Atau bayangkan manusia setengah ular—kepala ular kobra dan badan manusia!—sedang mengajak anjing wajah kakek tua jalan-jalan. (Anjingnya pakai kaki bionik, lagi.)

Gedung-gedung tinggi metalik dililit oleh pohon-pohon raksasa yang dijadikan tempat nongkrong. Bisa jadi di atas sana ada kafe yang berisi tuyul pramusaji dengan kaki egrang dari besi, seperti badut sulap di festival. Di sisi-sisi jalan, makhluk gaib lokal dan mitos-mitos campur aduk, bak kota ini adalah persinggahan mitologi dari seluruh dunia. Jangan lupakan mereka juga sudah canggih. Ular dari bayangan membawa tas belanja merah muda hanyalah salah satunya. Manusia tanpa kepala dengan darah yang masih menetes-netes dari lehernya berjalan dengan tongkat pemandu otomatis hanyalah hal lain yang lumrah.

"Aku teu inget kita mau lawan satu kota." Alvin berkata dari tempat duduk samping. Aku di kursi kemudi hanya diam dengan tangan semakin mencengkeram setir.

Aku pun tidak tahu bagaimana kami bisa sampai di tempat ini.

"Ki-kita nanya wéh, nya?" saranku. Sudah sering lihat makhluk gaib, tapi aku belum bisa mencerna pemandangan suster ngesot naik skateboard di trotoar.

"Kamu wéh ah! Aku mungkin udah berani sama hantu, tapi bukan nu kieu!" Wajah kembaranku itu pucat pasi.

Sayang sekali tidak ada Gita. Dia mengatakan kalau kami sudah bisa mandiri dan tidak perlu lagi bantuannnya. Namun, aku tidak yakin Gita juga bisa menangani ini. Aku jadi penasaran bagaimana reaksinya.

Dengan ragu, aku turun dari mobil dan mendekati sosok yang tidak terlalu menyeramkan dan aneh dibandingkan dengan yang lain. Kucing telon raksasa kembar siam yang sedang membaca tablet hologram berisi grafik kripto (karena ada tulisan bitcoin yang terbalik) dengan setelan jas mahal dan celana hitam ketat. Ekornya yang dua bergoyang-goyag saat aku mendekat. Kepalanya yang kiri menoleh tidak suka.

"Punten, permisi"—Aku sangat yakin tidak tahu harus menyebutnya apa—"Ini di mana, ya?

Makhluk itu menatapku dengan intens. "Oui? Puis-je vous aider?"

Aku tidak mengerti, tapi sepertinya dia bertanya balik. Entah tentang apa. "Eng ... kami tersesat. Bisa kasih tahu kami sedang di mana? Atau mungkin pos polisi terdekat biar kami bisa—"

Tablet hologram di tangan si kucing berkepala dua jatuh, lalu serpihannya berubah jadi kunang-kunang. Kedua kepala makhluk itu seketika menoleh padaku. Dia lalu berkata dengan nada kasar sambil mengangkat dua cakarnya yang berubah jadi tentakel gurita. (Hal aneh lainnya yang tidak kumengerti.)

Karena aku manusia waras yang paham bahwa itu adalah tanda bahaya, maka aku mundur perlahan, lalu berlari masuk kembali ke mobil. Alvin di kursi sebelah sudah pingsan dengan mulut berbusa. Mungkin melihat sesuatu yang semakin di luar nalar. Sial benar kami.

Buru-buru kunyalakan mobil dan kabur dari kucing kembar siam yang kini mengejar.

Aku mengarahkan mobil ke jalan besar yang penuh dengan kendaraan—bagaimana aku harus menggambarkannya? Delman yang ditarik oleh T-Rex. Mobil mangkuk ikan yang aku mau menebak bahwa di dalamnya adalah ikan, tetapi ternyata penyelam berkostum lengkap. Mobil jenazah yang dalamnya sedang ada persalinan sundel bolong, dikemudikan oleh kuntilanak berkepala terminator.

Kulewati semua itu dengan panik karena selain dikejar monster kucing berkepala dua, ternyata kami juga dikejar-kejar oleh pulung gantung bertopi polisi yang membawa trisula.

Kalau ada polisi lalu lintas, pastinya aku sudah ditilang. Menancap gas melewati batas kecepatan dan mengemudi ugal-ugalan. Oh, tunggu, ada!

Di depan sana barikade melintang. Salah satu yang mencolok dari kelompok itu adalah genderuwo setinggi gedung berpakaian polisi. Aku seketika menginjak rem karena tahu kalau sampai aku menabrak dan memberontak, niscaya makhluk itu akan membuat kami seperti mobil mainan. Di sekitarnya ada pocong yang memegang tongkat pemukul berlecut listrik, gargoyle dengan tombak petir, manusia tanpa kaki yang kalau berjalan menyeret tubuh dan menyisakan jejak darah, dan masih banyak lagi. Sekumpulan warga lelembut yang marah.

Alvin terperanjat. Dirinya yang linglung celingukan mencerna keadaan. "Hah, apa, kenapa?"

"Hei, Al," panggilku.

Namun, dari jendela di sebelahku, sesosok makhluk muka rata mengetuk kaca, membuat Alvin melotot, lalu pingsan lagi.

"Pak, mohon ikut kami. Anda dalam masalah," katanya entah berbicara lewat apa.

Aku menelan ludah. Hal terakhir yang kubutuhkan adalah ditilang di dunia gaib.

~~oOo~~

A/N

Hahahaha, apa ini? Kalau ada yang sampai nanya begitu, berarti genrenya udah sesuai. /plak

Sepotong Minda - Daily Writing Challenge NPC 2024Where stories live. Discover now