5. Perkara Lampu

235 37 4
                                    

Piring kotor yang menumpuk, tidak lagi menjadi hal asing bagi Davian. Ia justru menemukan kenyamanan baru dari kegiatan tersebut. Aneh memang, tetapi pria itu jadi menikmati lamunan atau fokus berpikir sembari mencuci piring. Apalagi malam-malam begini, ketika semua lampu ruangan sudah dimatikan, kecuali di dapur.

Yang ada dalam pikirannya kali ini adalah sosok misterius bermasker dan bertopi hitam. Awalnya, ia pikir hanya orang biasa yang senang nongkrong di gerobak bakso sudut jalan. Namun, setelah beberapa hari diperhatikan, orang itu sering mencuri pandang ke arah kedai.

Bagaimana pun, Davian orang baru. Ia tidak tahu sejarah Kedai Nyonya Lim. Apakah ada pesaing yang jahat? Apakah mereka punya musuh? Ya, kalau Nadia punya musuh, itu masuk akal juga. Bahkan sekarang ia paham mengapa Rai melarangnya membahas tentang pacar di depan wanita itu. Pasti karena tidak ada yang tahan mendengarkan omelan Nadia. Sayang sekali kecantikan wajahnya tidak menurun ke sifatnya.

Namun, bisa jadi juga orang misterius itu sama sekali tidak ada hubungan dengan Nadia dan Rai, melainkan dirinya. Bagaimana jika orang itu justru mengincarnya? Davian mendesah. Sepersekian detik kemudian, ia tersentak karena bagian depan tubuhnya diguyur air mancur dadakan.

Rupanya karena asyik melamun, ia membuka air terlalu deras sehingga ketika bertemu dengan permukaan sendok makan, air itu jadi berpencar ke mana-mana. Davian mendecak, merutuki diri sendiri. Ia mematikan air, lantas melepas baju.

Pria itu meninggalkan pekerjaannya untuk mengganti baju baru. Namun, saat sedang menuju ke kamar, ia terkejut setengah mati ketika melewati kamar Nadia yang terbuka. Di ruangan yang gelap itu, seorang perempuan berbaju putih, rambut tergerai panjang menutupi kepalanya yang tertunduk, serta wajah disorot sinar dari ponsel, sedang mematung di depan pintu.

“S-S-SETAANNN!!!”

Tunggu, setan mana yang punya ponsel?

***

Kamar Nadia mendadak gelap seketika saat ia sedang berbaring bermain ponsel. Lampu kamar itu akhirnya meregang nyawa setelah mati-matian bertahan hidup dengan memberikan penerangan redup selama beberapa hari.

Ia merasa beban tubuhnya bertambah berkilo-kilo gram ketika harus bangkit dari kasur, menuju gudang untuk mengambil lampu baru di sana. Baru saja wanita itu membuka pintu kamar, ponselnya bergetar.

Rai
Ci, aku pulang maleman ya
Aku bawa kunci serep
Nggak usah tungguin aku

Nadia sedang mengetik balasan pesan Rai ketika sebuah teriakan memekakkan telinganya.

“S-S-SETAANNN!!!”

Tubuh wanita itu terlonjak kaget. Ponsel di tangannya hampir jatuh. Jantungnya seperti seperti hendak keluar dari dada. Matanya membelalak, lalu lambat laun ia mengenali manusia yang berteriak tadi, meskipun dengan penerangan minim. Kemudian, Nadia menoleh ke belakang. Bertahun-tahun tinggal di rumah ini, belum pernah ia melihat setan.

Netranya kembali pada Davian, menatap pria itu dengan garang. “Saya setannya?!”

“Maaf, Ci. Saya kaget. Beneran nggak ada maksud sama sekali ngatain Cici,” ucap Davian gelagapan.

Nadia membalas dengan sebuah desis. Kemudian, pandangannya jatuh pada tubuh Davian yang tidak berpakaian. Bahu lebar, dada bidang, pinggang ramping. Lengan atas yang selama ini tertutup baju, kini menampakkan otot dengan massa yang pas. Pun dengan perutnya yang terbentuk beberapa kotak meski samar-samar.

Hearts IntertwinedWhere stories live. Discover now