15. Identitas yang Terungkap

194 28 2
                                    

Kedai Nyonya Lim berhasil menjadi peserta festival kuliner yang diadakan di sebuah mall. Mereka berbagi tugas, Rai dan Davian akan menjaga stan, sementara Nadia tetap di kedai, dibantu oleh Bimo dan Ocha.

Untuk memberikan apresiasi kecil atas pekerjaan baik Bimo dan Ocha di tengah hiruk pikuk kedai hari ini, Nadia membuatkan es jeruk peras, ketika kedai sudah sepi.

“Minum dulu. Pasti pada haus, ‘kan?” ucap wanita itu saat keluar dapur membawa sebuah nampan berisi tiga gelas minuman oranye.

Bimo yang sedang mengibas bagian kerah baju, langsung berbinar senang. “Cici nih emang bos terbaik,” pujinya mengacungkan jempol.

“Lebih baik saya apa Rai?”

“Cici dong, jelas. Tapi, kalo Ko Rai yang nanya, kita jawabnya Ko Rai,” sahut Ocha sambil tertawa dan mengambil gelasnya.

Selagi bercanda, datang sebuah mobil mewah, parkir di teras kedai. Mobil dengan desain elegan, dilengkapi sepasang lampu depan yang tipis, serta warna hitam legam, menambah kesan gagah. Semua orang juga tahu, pasti pemilik mobil ini bukan orang biasa-biasa. Akan tetapi, Nadia tidak pernah tahu bahwa selama ini ia punya pelanggan yang bisa memiliki mobil tersebut.

“Siapa, ya, Ci? Pejabat pemerintah?” Ocha pun heran seperti Nadia.

Plat mobilnya satu angka, tetapi bukan berwarna merah, berarti bukan pejabat pemerintahan.

“Artis? Oh, atau yang suka review-review makanan itu kali?” timpal Bimo, ikut menebak.

Food vlogger? Mungkin saja. Mari tunggu beberapa saat lagi sampai melihat siapa yang turun dari mobil tersebut.

Pintu penumpang bergeser. Nadia, Ocha, dan Bimo serentak memusatkan perhatian. Seorang wanita berusia sekitar 60-an, turun dari sana dengan anggun. Rambut hitam panjang bergelombang jatuh di sisi wajahnya. Bulu mata tebal dan lentik, bibir bergincu merah, serta sepasang lensa kontak berwarna cokelat tua, membuat wanita itu terlihat sangat cantik dan menonjol di antara sekelilingnya. Bunyi hak sepatu bergema ketika ia masuk ke dalam kedai. Sebuah senyuman hangat berhasil melelehkan hati tiga orang yang sedang terpaku oleh kehadirannya.

“Siang. Lauknya masih ada?” tanya wanita itu lembut.

“Masih ada, Ii. Tapi, tinggal sedikit. Lihat dulu aja.” Nadia menyikut Bimo dan Ocha berbarengan agar kedua orang itu kembali ke tugas masing-masing, dan berhenti terpesona.

Sambil memilih lauk, mata wanita tua itu sesekali melirik Nadia yang sedang mengepel. Samar-samar, sudut bibirnya tertarik ke atas. Ia mengambil tempat di dekat Nadia bekerja, lalu menyentuh pundak wanita itu pelan.

“Kamu Nadia, ya?”

Tangan Nadia berhenti, lalu mengangguk ragu. Apa ia pernah mengenal wanita ini sebelumnya?

“Kalau kamu udah selesai, mau temani saya ngobrol?”

Setelah mengiyakan permintaan wanita itu, Nadia kembali melanjutkan pekerjaannya. Selama mengepel, ia bertanya-tanya dalam hati mengenai siapakah pengunjung baru yang sedang duduk di meja pojok, menikmati makanannya? Astaga, ia tidak bisa fokus bekerja kalau begini. Lebih baik, ia segera mencari tahu siapa wanita itu dan apa yang ingin dibicarakan dengan Nadia.

“Saya udah selesai.” Nadia mengambil tempat di hadapan wanita itu. Pas sekali karena beliau juga baru selesai makan.

Wanita di hadapan Nadia menyeka mulut setelah minum segelas air putih, lalu senyumnya mengembang. “Saya banyak berterima kasih sama kamu,” ucapnya membuka pembicaraan.

Nadia mengernyit bingung, menunggu penjelasan lebih lanjut.

“Pertama-tama, saya mau berterima kasih untuk hadiah yang kamu pilih. Saya suka.”

Hearts IntertwinedWhere stories live. Discover now