SEASON 2 PART 15

126 6 0
                                    

Jangan pernah remehkan ibu-ibu yang memperjuangkan kebahagiaan serta keselamatan anak-anaknya. Mereka seolah punya kekuatan super yang bisa mereka kerahkan untuk siapapun guna mengedepankan apa yang menjadi kebaikan bagi sang anak. Buktinya sekarang ini orang tua Hana sudah berhenti dan menerima apa yang jadi pertimbangan Hana. Begitupun dengan Niken dan Gilang sebagai teman paling vokal yang menyuarakan untuk segera menyewa orang yang tepat guna tambahan perlindungan.

Karena tersentuh dengan bagaimana Kyra dan Jamie bahagia, Niken dan Alex memutuskan untuk menetap di Jakarta sedikit lebih lama dari rencana awal. Niken, Alex, Gilang dan Nesa tidak setiap hari ke rumah, namun mereka secara teratur menyempatkan diri untuk hanya sekadar mengirimkan sekotak donat atau bertemu saat makan siang.

Mungkin karena Gilang dan Nesa belum punya pasangan sehingga memang merekalah yang bisa lebih get along kepada Hana. Bukan mau membandingkan, tapi memang kehidupan berumah tangga akan memangkas waktu untuk bisa berlama-lama dengan teman. Jadi Hana selalu mengerti jika Niken atau Alex tidak bisa berlama-lama bersama Kyra dan Jamie.

Nesa bahkan beberapa kali mengajak Hana untuk ikutan gabung dengan circle arisannya. Selain untuk bersosialisasi, bisa sajakan menambah link jika suatu hari diperlukan. Tapi Hana selalu menolaknya dengan halus. Hana lebih memilih untuk berada disisi anak-anaknya untuk menemani hari mereka dan mengajarkan mereka langsung dibanding bercengkrama dengan sekumpulan wanita meski hanya sesekali. Komunitas yang ia ikuti hanya perkumpulan orang tua murid.

Kalau Gilang sih, dia lebih menuruti keinginan Kyra dan Jamie. Kalau mereka sedang ingin ke play club, Gilang akan ikut jika ia bisa.

Satu hal pemikiran yang menghinggapi otak Hana, ia melihat bagaimana Niken dan Alex bisa bersama. Mungkin kali ini Gilang dan Nesa juga bisa bersama, terlebih mereka berdua sama-sama sedang sendiri. Ia akan memikirkan caranya nanti begitu ada moment yang tepat.

Hari itu mereka menemani Gilang yang akan membreeding kucingnya. Lewat kaca transparan, Kyra dan Jamie menonton dengan serius bagaimana Kelly dimandikan dan dikeringkan bulunya. Sementara Gilang dan Hana duduk tidak jauh dari mereka sambil menyesap kopi.

"Dulu aku sama Dave teman SMA dan satu universitas. Bukan yang akrab-akrab banget juga, semua orang pasti tahu dia karena not to being underestimate, dia seorang Gitara. Tapi disitu letak istimewanya, we all knew who he is tapi dia masih mau kerjakan apapun selama di Sekolah. Tugas-tugasnya, even organisasi dan bahkan dia akan menyapa semua office boy or girl. DNA pejuangnya bener-bener diwariskan turun-temurun." Gilang menjelaskan masa lalu. "Sedikit-sedikit Kyra mulai terlihat kayak Dave dulu."

Hana terkekeh mengakui hal itu ada benarnya. Memang Kyra adalah versi kecilnya Dave. Saat awal-awal menikah sih, Hana mendapatkan sisi lain dari Dave. Untungnya perlahan Dave mulai mencintainya dan sikapnya yang baik dan pekerja keras dapat ia temui.

"Emosinya selalu terjaga juga. Aku sampe mikir dia punya berapa psikolog? Dia nyalurin marahnya kemana? Menjadi Gitara mungkin the hardest thing ever bagi dia. Terlebih sekarang semua tanggung jawab ada dipundaknya."

"Kok kamu bisa end up bantu kami sekarang? Katamu kalian gak begitu akrab? Maksudnya--"

"Aku ngerti maksud kamu." Gilang tersenyum. "Karena Dave satu-satunya orang yang paling lama yang sekolah dalam satu naungan sama aku. Aku merasa punya bonding yang gak bisa aku jelaskan karenanya. Disamping itu, Papaku punya saham di perusahaan Dave. Fundamental dan manajemen mereka bagus. Walau keuntungannya gak sebesar punya saham di tempat lain, tapi mereka jarang punya penurunan yang signifikan. Ini sebagai salah satu bentuk terimakasih buat perusahaan. Aku berharap perusahaan sebagus itu bisa kembali ada. Tapi kalau memang takdirnya perusahaan benar-benar pailit dan gak bisa diselamatkan, aku tetap akan disini buat Kyra dan Jamie."

"Terimakasih, Gilang. You truly a hero for them."

Gilang hanya merespon dengan senyuman tulus.

"Terus kenapa kamu bisa kenal aku lewat Nesa instead of through Alex padahal kalian kenal juga, kan?"

"Alex teman sekolahku juga since dia masuk beberapa sekolah yang sama seperti Dave, sejak sekolah selesai, aku kurang begitu keep in touch sama dia. Beberapa tahun lalu Aku sama Dave kebetulan terdaftar sebagai partisipan lelang tahunan di Marriot. Waktu itu Dave masih sama Nesa. Mereka pasangan legend pada masanya. Jadi siapapun yang kenal Dave pasti akan kenal Nesa. Begitupun sebaliknya. Kami banyak sharing kalo ada annual meeting buat briefingan barang lelang. So everything flow."

Hana mengangguk mengerti. Pantas saja Gilang bukannya bersama Alex saat ia pertama kali hendak menemui Hana.

"Jadi kamu betul-betul gak usah sungkan sama aku. You can tell everything to me, you can ask me to do favors, even you can cry to me. I'm all-in package." Kedua tangan Gilang terbuka seolah ia sedang mempromosikan jasanya. "You're like a best friend to me, Hana. Really. Jadi jangan sungkan sama aku."

"If you think so, ok." Hana tersenyum lalu meraih ponsel di dalam tasnya karena ia mendengar nada dering masuk. Ketika melihat name display, ia tidak tahu siapa yang meneleponnya. Bahkan tertulis private number disana.

"Kenapa?" tanya Gilang.

Hana mengangkat bahu. Ini bukan saatnya ia mendapatkan telepon iseng dari siapapun diluar sana. Ia baru saja melangkah keluar dari rasa takutnya dan kini ia harus mendapat another jokes? Oh hell no. tapi sialannya, bukannya berhenti, penelepon tersebut malah Kembali memanggil ponsel Hana.

"Maybe it's Dave?" Gilang memberikan hipotesanya yang dibalut pertanyaan karena bahkan ia tidak yakin terhadap dirinya sendiri.

Seakan tersihir dari mantra, Hana mengiyakan dalam hati lantas menerima panggilan tersebut.

"Halo?" jawab Hana. "Siapa ini?"

Seseorang diseberang sana bicara dan mebuat Hana bereaksi, "Ini siapa? Tolong jangan main-main sama saya. Saya gak punya waktu untuk orang iseng seperti kamu."

Nafas Hana bergemuruh merasa marah yang semakin tinggi mendengar ucapan lain di seberang sana. "Tunggu! Jangan tutup teleponnya!" namun Hana harus menelan kenyataan bahwa dunia memang tidak akan selalu menurutinya.

"Kenapa?" suara Gilang bahkan tidak dapat menyembunyikan rasa khawatirnya.

Pandangan Hana menatap kosong kearah tasnya. "Kata seseorang yang telepon aku, aku bisa temuin Dave untuk jemput dia."

"Kapan? Dimana?"

"I don't know yet." Hana susah payah mengatur emosinya agar tak membuat kedua anaknya ketakutan. "Aku gak bisa kenalin suaranya karena it sounds like robot. Dia bilang mereka sudah dapat apa yang mereka incar dan gak butuh Dave lagi. Aku bisa jemput dia segera setelah mereka kirim aku alamatnya."

Tidak habis pikir, siapa juga yang akan percaya dengan bualan receh seperti itu. Tapi Gilang tahu betapa putus asanya Hana sekarang dan ia tidak tega untuk berkata apa yang ada dalam pikirannya sehingga yang keluar dari mulutnya adalah, "Don't you think this is a trap?"

"Aku mikir begitu. Then dia bilang, aku bisa bawa polisi sebanyak apapun nanti, tapi hal itu percuma, para polisi gak akan bisa nangkap dia. Nobody knows who they are, even Dave himself."



akhirnya inikan yang ditunggu?! kabar Dave!! Kalo 'mereka' bakal serahin Dave, emang apasih yang udah mereka dapatkan?! Terus kenapa 'mereka' bisa segitunya tega jahatin Dave sekeluarga?! anyway makasih yang sudah vote, ya!! INSANITY is COMPLETED, kalo kalian penasaran mengenai kisah Tante Niken dan Om Alex, then go to their own story:)

Nobody's Like YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang