SEASON 2 PART 25

193 12 1
                                    

Entah apa yang Dave sempat pikirkan sehingga bisa-bisanya ia berpikir bahwa Hana mencintai Gilang. Ya Tuhan.. untuk memikirkan dirinya sendiri saja Hana tidak punya waktu, bagaimana bisa dia memikirkan Gilang sejauh itu?

Tentu apa yang jadi pertanyaan Dave sudah Hana tanggapi tanpa perlu dipikir. Berulang kali dia menjelaskan bahwa Gilang tidak pernah ada dalam pertimbangannya kearah lain, tapi tetap saja Dave pada pendiriannya. Terlebih saat ia tahu bahwa Gilang bebas dengan jaminan dari pengacaranya bahwa ia masih dalam recovery setelah mendapatkan tembakan. Padahal lokasi peluru juga tidak membahayakan Gilang karena bukan di area vital. Padahal Gilang sudah bisa ditahan untuk dimintai keterangannya dengan semua tuduhan yang dilayangkan sambil menunggu penjadwalan sidang putusan pidana.

Hal tersebut tambah membebani pikiran Dave tentu saja. Saking mau pecahnya kepala Dave, ia jadi membatasi diri dengan Hana karena takut akan keluar dari batasnya hingga bisa menyakiti Hana secara fisik. Tentu selain itu, Dave masih tidak suka dengan apa yang Hana minta. Pemikiran Hana tidak bisa diubah sama sekali meski sudah hampir seminggu Dave memberikan silent treatment kepada Hana. Bukan silent treatment yang total tentu. Dave masih berusaha bersikap normal kepada Hana jika ada anak-anak disekitar.

"Hun, masuk, kita bicara ya?" Hana menyandar pada pintu balkon kamarnya. Mereka masih memutuskan untuk tinggal di kediaman orang tua Hana untuk sementara.

Dengan masih mempertahankan tempatnya, Dave merespon, "Kita akan muter-muter aja kalo kamu masih bicarakan hal yang sama. Or even getting worse, kita bisa berantem disini."

"Aku bukan mau bicarain itu. Ayo masuk dulu, kamu gak dingin apa gak pake baju?"

"We're not gonna talk anything." Ucap Dave.

"Kenapa?" tanya Hana.

"We're end up talk the same shit all over again."

Hati Hana mencelos, bahkan untuk membicarakan hal lain saja Dave sudah skeptis duluan terhadap Hana. "Ayolah, Hun.. let's cuddling or watch tv. Let's ease for a while. Let's talk about the kids."

Dave membalikkan tubuhnya, menatap Hana dengan pasti sambil menyandar pada pagar balkon. "Kita gak akan dulu bicarakan apapun." Lalu berjalan melewati Hana untuk kemudian berbaring ke kasur.

"Hun.. kalo kamu bilang gitu, kamu bikin hatiku sakit."

Dave mengambil posisi di sebelah kiri lantas memunggungi Hana. "Kamu berharap aku bisa bicara manis sekarang? Then ask to your lover if you want some."

Hana menggelengkan kepala. "Dave, jangan bahas hal itu lagi karena aku capek ya jelasin bahwa aku gak ada rasa apapun ke Gilang." Lantas menyusul Dave dan duduk di pinggiran kasur.

"Aku gak bilang your lover itu Gilang. Your lover could be one of your parent or one of the babies or anyone. Tapi kalo otakmu cuma stuck dengan Gilang then this is what happened."

"Ya Tuhan..." Hana sudah hampir menangis namun kalau sampai dia menangis pasti ini akan memicu kemarahan yang lebih besar dari Dave. "Aku harus apa sekarang, Hun?" Hana memaksa dirinya untuk terdengar normal.

"Kamu bisa apapun yang mau kamu lakukan yang tidak libatkan aku." Kata Dave tanpa pertimbangan apapun.

Hana sudah tidak tahan lagi dengan ini semua. "Keluarga Gilang punya power yang besar juga. Ini bakal jadi dendam turun-temurun kalo kamu teruskan. Kamu mau kasih kebencian buat jadi legacy ke anak-anak?"

"Justru karena keluarganya punya power juga makanya aku harus lawan apapun risikonya. Kalo kali ini kita biarin, akan berapa banyak orang yang bakal bahayakan keluarga kita? Kalo kali ini kita maafkan, akan berapa banyak orang yang berani untuk bahayakan keluarga kita? Kita gak bisa lemah Hana, kita punya apa yang kita punya dengan semua risikonya."

Obrolan ini benar adanya akan berakhir menjadi lebih buruk jika tetap dipaksa untuk diteruskan. Hana merasa tidak bisa berhenti untuk menyuarakan pendapatnya. Ia takut anak-anaknya kembali dalam bahaya. Atau bahkan Dave yang malah akan dalam keadaan bahaya. Ia hanya ingin hidup damai dengan keluarga dan teman-temannya.

Ikut berbaring, Hana memandangi punggung suaminya. Dave seperti sudah terlalu jauh hingga sulit digapai sekarang. Bagi Hana, Dave sudah semakin menerjunkan dirinya dalam bisnis. Tanpa perlu bilang ke semua orang, tapi sudah jadi rahasia umum meski Dave tetap perhatian terhadap keluarganya namun ia memang semakin fokus pada perusahaan semenjak anak keduanya mendapatkan MPASI.

"Dave.. Hun.. I love you and always be. Kalo aku bisa cinta sama cowok lain semudah itu, maka udah aku lakukan dari dulu. Dari waktu aku kabur saat aku kembali ingat semuanya."

"You might will do it now. Or already."

"Kenapa kamu bisa bilang begitu? Aku punya dua anak lucu dari suamiku yang baik, gimana bisa aku mengahancurkan semua itu hanya karena orang yang baru aku kenal selama beberapa bulan ini? Tidur yang nyenyak ya, Hun. Besok kita beli es krim like you promise when we were in the island." Hana mengenyahkan semua rasa canggung dan sedihnya lantas memeluk Dave dari belakang.

Setelah seminggu kemarin berlalu dengan perang dingin, kini Hana memberanikan diri untuk membuat langkah duluan. Jangan salah, meski pernikahan mereka sudah tidak semuda itu, baik Hana atau Dave masih punya rasa canggung. Mungkin semua pasangan di dunia ini seperti itu tidak peduli berapa lama mereka telah menikah.

Dengan tekad yang benar-benar bulat, Hana mengomando anaknya untuk bagun pagi sambil bilang bahwa sepulang sekolah mereka akan membeli es krim. Hana tentu tidak mengkonfirmasi dulu hal itu kepada Dave karena ia tahu akan mendapatkan penolakan. Namun kalau sudah dua anaknya yang antusias begini, pasti mana bisa Dave mangkir.

Jadi begitu waktu menunjukkan hampir jam pulang anak-anak, Hana berhasil mengajak Dave untuk bisa stand by di depan Sekolah. walaupun hari itu sama teriknya seperti kemarin, namun Hana bersama Kyra dan Jamie sama-sama antusias seolah terik itu bukan masalah. Kalau Dave sih, memang datar saja.

Sambil menyetir menuju kedai es krim, mereka semua kecuali Dave menyanyikan lagu-lagu yang memang sering Kyra dan Jamie dengar. Sesekali Hana mencuri ciuman ke pipi Dave begitu lampu merah. Ia bahagia bisa kembali di dalam mobil yang sama bersama suami dan anak-anaknya meski keadaannya kini sedang kurang baik bersama Dave.

"Should I kiss this pouty lips of my man?" bisik Hana ke kuping Dave. Tapi tentu itu hanya pertanyaan retorik karena Hana lantas benar-benar hendak mencium bibir Dave.

Namun apa yang menjadi respon Dave sungguh diluar dugaan. Ia memalingkan wajahnya begitu Hana nyaris mengenai bibir Dave.

Rongga jantung Hana serasa buyar. Ia tidak ingin bertengkar tapi kenapa Dave perlu bertindak sejauh ini? Yang barusan benar-benar menohok jantung Hana dengan dalam. Sejauh inikah suaminya pergi? Sejauh inikah harta dan tahta membawa pendirian Dave yang dulu ia kenal menjadi berada didasar palung terdalam di dirinya?




Review akhlak Dave, waktu dan tempat dipersilahkan:)

terimakasih sudah vote🖤🖤

Nobody's Like YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang