7. Sunshine and City Lights

20.7K 1.9K 61
                                    

A/N: Karena comments udah 3+, sesuai janji gue, gue update. Yeay wkwk. Selamat UTS dan membaca! <3

Anya terisak pelan sambil memeluk lututnya. Lorong rumah sakit sangat sepi, jam menunjukkan pukul satu pagi tapi, dokter dan suster yang menangani Dean belum menyerah. Mereka masih mengobati Dean di dalam UGD

Anya terus berdo'a didalam hatinya, berdo'a supaya kakaknya itu bisa selamat. Jika tidak, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri. Anya begitu panik ketika abangnya itu menutup matanya.

Ia kira, ia akan kehilangan abangnya selamanya saat itu juga.

Suara derap langkah kaki membuat Anya mendongak. Dimas berdiri di depan UGD, lalu diikuti Divan dan Sinta. Sinta langsung menangis dipelukan Divan.

Anya merasakan lengannya ditarik paksa oleh seseorang. Divan menarik Anya supaya berdiri menghadapnya. "Kamu lagi?! Kamu penyebab Dean seperti ini?!" bentak Divan.

Anya mematung, ia takut. Ia selalu takut dengan tatapan marah ayahnya itu. Ia hanya diam tak berkutat sambil sesekali terisak.

"Anak gak berguna!" Divan melayangkan tamparannya ke pipi Anya. Tamparan yang sangat keras, yang bisa membuat siapa saja yang mendengarnya ikut meringis.

Bahkan, Anya sampai terduduk dilantai sambil memegangi pipinya. Rasanya sangat perih, matanya seperti mau meledak begitu saja. Apalagi, yang menampar adalah ayahnya sendiri.

"Divan!" bentak Sinta.

"Mau apa kamu?!" tanya Divan "Lagi-lagi membela anak haram itu!"

Cukup sudah.

Anya sudah tidak tahan lagi. Anya bangkit dari duduknya dan langsung berlari meninggalkan keluarganya itu. Hatinya sakit. Anya berlari keluar dari rumah sakit. Tidak memperdulikan tatapan aneh para pegawai yang masih tinggal di rumah sakit.

Tekadnya sudah bulat.

Berkali-kali Anya bertanya-tanya didalam hatinya. Apa pilihannya benar? Apa pilihannya akan membuatnya bahagia nanti?

Angin malam kembali menerpa tubuh Anya. Lampu kota dan suara kendaraan tidak kunjung berhenti. Anya menghapus air matanya yang tersisa. Pikirannya kacau, kejadian dimana Carl membawanya ke taman kota, dimana Dean sekarat, dimana ia ditampar oleh ayahnya sendiri.

Semuanya terasa sakit.

Anya sudah berada di jembatan. Jembatan yang baru dibangun, kendaraan belum diperbolehkan melawati jembatan penghubung ini. Anya mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.

Orang yang Anya ingin dengar suaranya untuk terakhir kalinya.

"Halo?" sapa orang diseberang sana. Suaranya serak.

Anya kembali terisak "Carl?"

"Halo, Anya? Ini jam berapa, ngapain lo nelpon gue? Tunggu, lo nangis? Lo kenapa? Gue denger suara mobil, lo dimana? Anya lo harus pulang sekarang juga, bahaya malem-malem. Lo bisa sakit kalau kelamaan kena angin malam--"

"Maafin gue, Carl."

"Hah? Maaf untuk apa?"

"Maaf untuk ngelakuin ini."

"Apa? Gue gak tau maksud lo. Halo, Nya? Nya?--"

Anya memutuskan panggilan. Rasanya tenang bisa kembali mendengar suara Carl. Anya berdiri di pembatas jembatan.

Pikirannya kosong, ia hanya melihat cahaya lampu kota yang memburam karena air mata dipelupuknya.

Hanya tinggal satu langkah maju dan semua penderitaan ini akan hilang. Ayah dan bunda akan tidak terbebani lagi, abang tidak akan malu lagi mempunyai adik seperti ku, batin Anya.

The Reason is YouWhere stories live. Discover now