14. Kegugupan Laura

18K 1.6K 6
                                    

Anya masih bungkam, tidak tahu mau menjawab apa. "Ga--"

Arga menghela napasnya, lalu tersenyum simpul ke arah Anya. "Gue ngerti kok, Nya." tangan Arga kembali memainkan bunga dandelion "Maaf kalau gue kesannya maksa untuk supaya lo suka sama gue."

"Kalau gue bisa milih, gue akan lebih milih untuk jatuh cinta sama lo, Ga." ujar Anya lirih.

Arga tersenyum lalu mengusap pelan puncak kepala Anya "Tapi, kalau sekali lagi Carl nyakitin lo, gue gak segan-segan untuk buat dia masuk UGD, Nya." Arga berdeham "Kalau ada apa-apa cerita ya,"

Anya hanya mengangguk dan menyandarkan kepalanya di bahu cowok jangkung itu. Angin sore berhembus membuat rambut kedua orang itu berterbangan kecil.

"Hatchi!" Arga mengusap hidungnya yang kembali memerah "Sebaiknya kita pulang atau lo bisa ketularan flu kayak gue."

Anya terkekeh sambil menerima uluran tangan Arga yang membantunya berdiri.

*

Carl memperhatikan dua gadis yang duduk tak jauh dari mejanya di kantin. Carl mengabaikan teman-temannya yang sedari tadi berceloteh dan bercanda.

Laura meminum susu putihnya dan mengobrol bersama temannya. Sekilas, pandangan mereka bertemu, tapi dengan cepat Laura mengalihkannya dan kembali mengobrol bersama temannya.

Anya tertawa ketika Rita melontarkan leluconnya. Berbeda dengan Laura, gadis itu tampak tidak sadar kalau ia sedang diperhatikan Carl.

Tidak mungkin Carl menyukai Anya.

Tidak mungkin.

Carl hanya kasian dengan kondisi keluarga Anya. Hanya sekedar rasa simpati, tidak lebih.

Samar-samar, Carl mendengar suara ringtone ponsel berbunyi dari kejauhan. Laura tampak merogoh saku roknya dan mengeluarkan ponselnya lalu menjawab panggilan itu.

Dahi Cari berkerut ketika senyum Laura langsung mengembang dengan cepat ketika gadis itu mengangkat telfonnya. Sesekali Laura tertawa kecil. Hal itu membuat Carl bertanya-tanya, siapa penelfon itu, kenapa Laura begitu senang?

Ah, mungkin saja hanya seorang kerabat.

Disisi lain, sambil mendengarkan ocehan Rita, Anya melirik Carl yang duduk tak jauh dari tempat duduknya. Dahi cowok itu tampak berkerut memperhatikan Laura yang sedang menerima panggilan telfonnya.

Apa Laura masih ada dihatinya? Lalu, apa maksud Carl tentang kejadian di perpustakaan itu? Mungkin, baginya itu bukanlah hal yang penting. Carl hanya menganggapku teman yang mempunyai keluarga yang berantakan, batin Anya sambil tersenyum miris.

*

"Jalan ke Kafe Aloha, gak papa kan? Gue sebentar lagi sampai, tapi kalau ke rumah kelamaan. Deketan dari Kafe Aloha.. Sekalian beliin gue orange juice yang di botol itu, bye!"

Anya tersenyum kecil ketika mendengar satu deret kalimat yang langsung diucapkan oleh Dimas lewat telfon. Belum sempat Anya mengucapkan 'halo' atau membalas 'bye', Dimas sudah berbicara kalimat panjang itu dulu.

Dada Anya menghangat ketika mengingat kedua abangnya kembali seperti dulu lagi. Kembali ke sisinya dan ke dalam kehidupannya.

Dengan senang hati, Anya yang masih memakai seragam sekolahnya berjalan menuju Kafe Aloha yang dimaksud Dimas. Kafe yang tak jauh dari sekolahnya.

Dimas mengajaknya untuk menjenguk Dean untuk melihat keadaan Dean yang sudah membaik, walaupun masih belum siuman.

"Orange juice, orange juice, orange juice..." gumam Anya. Kebiasaan aneh yang ia lakukan jika ia takut melupakannya.

Dimas adalah tipe cowok cuek, simpel, dan keren. Mungkin di lihat dari penampilannya, cowok itu terlihat penyuka kopi, mocha, dan segala jenis kopi lainnya. Tapi, kenyataannya Dimas sama sekali tidak menyukai semua jenis kopi.

Ia suka jus. Hampir semua buah ia suka. Apalagi jus jambu yang berwarna merah muda jika sudah jadi.

Klining.

Anya menatap sekeliling kafe yang tampak ramai, lalu menuju kasir untuk memesan sekaligus membayar orange juice pesanan Dimas.

Setelah itu, Anya memilih untuk menunggu Dimas di area outdoor supaya Dimas bisa melihatnya.

Mata Anya menemukan dua sosok yang sedang mengobrol hangat. Anya langsung membalikkan tubuhnya, takut kalau orang itu melihatnya.

Laura dan seorang laki-laki yang sama sekali tidak Anya kenali.

Pikirannya langsung dimasuki oleh segala pemikiran buruk. Tapi, buru-buru Anya enyahkan pemikiran itu. Anya membalikkan tubuhnya, ia dikejutkan oleh keberadaan Laura yang berada di depannya.

"A..Anya?" ucap Laura gugup.

Anya tersenyum canggung, "Halo, sendirian aja, Ra?" tanyanya basa-basi. Anya ingin hanya memastikan.

Laura melirik bekas meja yang ia duduki tadi, terdapat dua piring dan dua gelas minuman di atas meja itu. "Emm, aku..." Laura tampak berpikir dengan gugup "Aku sendirian kok."

Anya membalasnya dengan anggukan dan senyum kecil. Ia tahu, kalau Laura berbohong, jelas-jelas Anya melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Laura sehabis lunch bareng seorang cowok dan bisa dilihat dari sisa piring dan gelas yang bejumlah dua.

Pikiran Anya kembali dihujani pertanyaan. Apa cowok tadi yang telfon Laura? Alasan dibalik senyuman Laura yang mengembang?

Bagaimana dengan Carl?

Apa cowok itu tidak apa-apa?

Apa cowok itu tahu tentang ini?

Apa Anya harus memberitahu ini semua terhadap Carl?

Semua pertanyaan itu membuat Anya terdiam bungkam, tidak memperdulilakan Laura yang berdiri dengan gugup di depannya.

A/N: lagi dan lagi gue bikin part gak jelas. GUE KENA WB. Tapi, disini udah mulai muncul big permasalahan. Gue harap kalian semua bisa hargai ini. Maaf kalau gue selalu telat update, gue juga punya kehidupan;") abis liburan dan semester 2 ini, gue akan lebih sibuk dengan sekolah. hadeh.

Okeh deh, hope u like it!

The Reason is YouWhere stories live. Discover now