18. Tears

21.7K 1.8K 78
                                    

Carl menjauhkan wajahnya. Lalu, berbalik membelakangi Anya dengan tangan yang menjambak rambutnya sendiri "Seharusnya gue nggak ngelakuin itu."

Anya terdiam. Napasnya memburu, ia tahu sebentar lagi akan ada sesuatu yang membuatnya patah.

"Ini salah, salah, salah." Carl berbalik kembali menghadap Anya "Gue punya Laura. Seharusnya gue gak lakuin itu."

Carl memijat pelipisnya "Gue minta maaf." cowok itu menatap Anya "Apa.. apa lo bisa ngelupain kejadian tadi dan anggap itu semua nggak pernah terjadi?"

Charlie Anderson baru saja mencuri ciuman pertamanya dan menyuruhnya untuk melupakannya seolah itu semua tidak ada artinya bagi Carl.

Anya merasakan hatinya yang memang sudah menjadi berkeping-keping kembali patah menjadi kepingan yang lebih kecil.

Baru saja Carl membuka mulutnya ingin kembali berbicara tapi terpotong karena suara Arsya--cowok bad boy yang terkenal di sekolahnya. "Carl, bentar lagi jam duabelas!"

Melihat Carl yang sama sekali tidak bergerak dari tempatnya, Arsya berdecak menghampiri Carl dan menariknya untuk masuk ke dalam "Pinjem ya," ujarnya ke Anya yang masih mematung.

Samar-samar, Anya bisa mendengar Arsya berbicara "Lo kenapa Carl? Nih minum." tapi, Anya mengabaikannya.

Mereka berdua masuk kembali ke dalam ruangan utama tadi, meninggalkan Anya yang masih berusaha menguatkan dirinya untuk tidak menangis lagi.

Tidak untuk Carl.

Kenapa rasanya begitu sakit?

Suara heboh teman-teman terdengar ketika Carl memasuki ruangan. Mereka semua menyuruh Carl untuk naik ke panggung kecil sambil menunggu jam duabelas malam.

Anya memasuki ruangan tadi perlahan. Ia mulai mendengar teman-temannya menghitung mundur angka sepuluh. Di sebelah Carl sudah ada Laura yang berdiri manis memakai gaun selutut berwarna putih yang sangat cocok untuknya.

"Lima... Empat... Tiga... Dua... Satu!" Teman-temannya menghitung dengan heboh. Jam sekarang menunjukkan pukul duabelas malam. "HAPPY BIRTHDAY CARL!"

Semuanya berteriak senang dan antusias. Ditengah-tengah kerumunan orang-orang, Anya bisa merasakan air matanya yang sedari tadi ia tahan akhirnya tumpah juga ketika melihat Carl mencium Laura.

Tepat di bibir.

Anya mengusap pipinya kasar dan berbalik meninggalkan kafe tersebut. Perasaannya campur aduk menjadi satu.

Carl sudah mempermainkannya.

Tapi, kenapa Anya tidak bisa membencinya?

Kenapa Anya masih saja mencintainya?

Kata orang, cinta itu buta. Tak peduli seberapa brengseknya cowok itu dan seberapa sering cowok itu menyakitimu, kamu tetap mencintainya.

Anya salah satunya gadis yang dibutakan oleh cinta. Tidak peduli seberapa sering Carl membuatnya menangis, ia masih mencintai laki-laki itu.

Semua orang yang berada di dalam kafe tidak menyadari Anya yang menangis dan meninggalkan kafe.

Kecuali satu orang.

Orang yang menyaksikan gadis itu menangis. Orang yang diam-diam menyesali perbuatannya yang melepas Anya untuk Carl.

Arga menghela napas sambil memperhatikan punggung Anya yang mulai menjauh dari pandangannya.

*

"Apa lo bisa ngelupain kejadian tadi dan anggap itu semua nggak pernah terjadi?"

Anya terdiam.

The Reason is YouOnde histórias criam vida. Descubra agora