Extra Part | Awal yang Baru

27.1K 1.6K 81
                                    

Carl tersenyum kecil ketika melihat sekumpulan anak kecil bermain layang-layang di tengah lapangan dekat rumahnya dulu. Melihatnya, Carl jadi mengingat masa kecilnya dulu. Ia juga sering bermain layang-layang dan sepeda bersama... Anya.

Setelah itu, Carl kembali melanjutkan perjalanannya ke rumahnya. Cowok itu meneliti setiap bagian rumahnya. Sudah bertahun-tahun semenjak Carl meninggalkan rumah ini dan memutuskan untuk tinggal sendiri disebuah apartemen di kota. Rumahnya masih terlihat seperti dulu, walaupun ada sedikit renovasi.

Tapi, masih seperti dulu. Nyaman. Pohon mangga yang tumbuh besar membuat halaman depan rumah Carl menjadi sejuk.

"Permisi, Ma!" ujarnya sambil mengetuk pintu kayu berwarna cokelat. Samar-samar terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah. Pintu dibuka, seorang wanita paruh baya tersenyum lebar ketika melihat anak laki-lakinya mengunjunginya. "Halo, Ma."

"Carl, kenapa kamu nggak bilang dulu kalau mau ke rumah?" tanya Mamanya bingung. Tapi, senyumannya masih belum luntur dari wajahnya yang sudah mulai keriput. "Mama itu kangen banget tau gak sama kamu!"

Carl terkekeh "Sengaja. 'Kan mau buat kejutan buat Mama."

Mamanya tersenyum kecil lalu, menjawil hidung Carl "Kebiasaan. Ya udah sana kamu ke kamar kamu. Istirahat dulu, nanti Mama panggil kalau udah waktunya makan malam."

Carl mengangguk "Papa mana?"

"Lagi istirahat, kamu tau 'kan kalau sore-sore gini Papa biasanya masih tidur,"

"Oh iya, lupa." ucap Carl cengengesan.

Setelahnya, Carl pergi ke kamarnya dulu. Kamar itu masih ada satu ranjang miliknya dulu. Hanya saja lemari dan meja yang biasanya penuh dengan barang Carl sudah tidak ada lagi. Carl menatap sekeliling kamarnya. Ia meletakan tasnya sembarangan diatas ranjang.

Hanya ada beberapa foto lama yang masih tertempel di dinding kamarnya. Carl tersenyum simpul ketika melihat fotonya bersama sahabat-sahabatnya dulu waktu SMA. Dengan wajah tersenyum lebar, Mitch, Brayden, Gabriel, Carl, dan Aiden saling merangkul satu sama lain. Carl tertawa kecil ketika melihat gaya rambut Mitch waktu itu.

Alay banget najis, batin Carl sambil tertawa kecil.

Senyuman Carl luntur ketika melihat foto yang diambil oleh Mamanya ketika masih berumur sembilan tahun. Dengan tangan yang memegang layang-layang favoritnya Carl kecil tersenyum lucu. Sedangkan gadis yang berdiri disebelahnya tersenyum lebar, sehingga membuat matanya menyipit.

Anya.

Sudah bertahun-tahun sejak kejadian itu dan Carl sama sekali masih belum bisa melupakannya.

Carl masih tidak bisa memaafkan dirinya sendiri atas kejadian itu. Ia masih saja berpikir kenapa ia terlalu buta untuk melihat semuanya? Kenapa ia hanya bisa melihat Laura yang jauh darinya daripada Anya yang berada disampingnya dulu?

Lo tau, kalau cewek yang selama ini lo anggap cengeng, lemah, dan manja itu adalah perempuan terkuat yang pernah gue kenal, Carl!

Bahkan perkataan Arga pada malam itu masih terekam jelas dibenak Carl.

Setelah kejadian itu, Divan--Ayah Anya yang melihat anak perempuannya berbaring tidak berdaya dalam UGD hanya diam. Tidak berbicara apapun, Divan hanya berdiri dan terdiam ketika mendengar ucapan dokter bahwa Anya sudah pergi. Sedangkan Sinta, menangis shock ketika melihat tubuh Anya ditutup oleh kain berwarna putih.

Carl juga mendapat kabar dari Dimas kalau, Dean siuman tepat ketika Anya pergi.

Ketika semuanya kembali normal, beberapa bulan kemudian, kedua orang tua Anya memutuskan berpisah. Mentelantarkan rumahnya dan meninggalkan ribuan memori di dalamnya.

Tanpa sadar, Carl sudah menggenggam erat kalung pemberian Anya dulu. Ia selalu menggenggam kalung itu ketika ia merasa resah atau sebagainya. Entah, tetapi ia merasakan ketika ia menggenggam kalung itu, Carl akan merasa nyaman dan tenang. Jadi, ia selalu membawa dan memakai kalung itu kemana pun ia pergi.

Ponsel Carl bergetar, membuat cowok itu buru-buru membuka kunci ponselnya dan mengecek aplikasi LINE-nya.

Aiden Samudra: Woy cuk

Aiden Samudra: Gile ye, pulang ke Jakarta gak bilang-bilang. Untung lo alay, suka update path. Gimana kerjaan di Jogja?

Carl Anderson: Beres lah bos.

Aiden Samudra: Mantap, mantap. Btw, kita-kita lagi nongki nongki cantik di coffee shop daerah rumah lo, Carl.

Carl Anderson: Najis, gak ngajak-ngajak.

Aiden Samudra: Kan kita gak tau kalo lo udah pulang bos.

Carl Anderson: Iya juga ya

Aiden Samudra: Tolol. Udah cepetan sini.

*

Bunyi bel khas coffee shop terdengar ketika Carl masuk. Kepalanya celingungkan mencari segerombolan sahabat alaynya. Carl berjalan perlahan sambil meneliti sudut demi sudut. Ketika ia sedang serius memperhatikan sekelilingnya, suara teriakkan gadis membuatnya terlonjak kecil.

"Aaaw!" Carl melebarkan matanya ketika ia menyadari kalau ia baru saja menabrak seorang gadis dan membuat gadis itu jatuh. Map beserta isinya berjatuhan berantakan. Para pengunjung coffee shop lainnya memperhatikan mereka, membuat Carl menyembunyikan wajahnya malu.

"Saya bener-bener minta maaf, saya lagi mencari teman saya dan gak lihat--" Carl mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri.

"It's okay. Gue juga gak hati-hati tadi, gue gak liat lo berdiri menjulang didepan gue."

Carl mematung ketika gadis itu mendongak dan menerima uluran tangannya. Mata bulat berwarna cokelat terang itu mampu menghipnotis Carl. Gadis itu tersenyum ketika berhasil berdiri kembali. Entah, dengan melihat senyumannya, jantung Carl berdetak tak karuan.

Carl menyerahkan map berserta isinya yang berjatuhan tadi kepada gadis itu. "Uhh, maaf."

Gadis itu mengangguk canggung "Thank you,"

"Anya, ayo cepetan!" Gadis itu menoleh kepada seorang perempuan seumurannya yang tengah membawa satu gelas latte ditangannya. Wajahnya menunjukkan tidak sabaran.

"Iya, bentar!" ujar gadis itu--Anya. "Bye," ucapnya lalu berjalan melewati Carl yang masih termenung.

"Hei, Anya!" Bahkan, Carl sendiri tidak tahu apa yang ia lakukan sampai ia memanggil nama gadis tadi. Anya menoleh dengan pandangan bertanya. "Um, I guess I'll see you around?" Carl ingin sekali menepuk kepalanya dan berkata bodoh kepada dirinya sendiri. Ia tidak bisa berbicara seperti itu kepada gadis yang bahkan tidak mengetahui dirinya. Mungkin Anya akan menganggap Carl freak atau sebagainya.

Anya tersenyum kecil mendengarnya, "Sure." Anya melambaikan tangannya sebelum akhirnya kembali berjalan menghampiri temannya yang sudah menunggunya tadi.

Detik kemudian, Carl tersenyum simpul.

A/N: kEJUTANN! gue bikin extra part. karena menurut gue dan beberapa readers TRIY kurang greget dan membingungkan. jadi gue tambahin extra part yang berisikan penjelasan tentang keluarga anya. plus, gue tambahin momen momen carl move on dari anya ke anya. HAHAH emang jodohnya namanya anya keknya. yha.

jadi, berakhir sudah lah TRIY #EMANGUDAH.


The Reason is YouWhere stories live. Discover now