F/N bergerak tidak nyaman di pangkuan kekasihnya, Akashi Seijuro. Bukan, bukan karena Akashi sangat menakutkan atau karena Akashi bisa saja menyakitinya dengan tiba-tiba, tapi karena Akashi sangat sempurna. Siapa yang tidak mengenal Akashi Seijuro, pewaris perusahaan yang bernama sama dengan nama belakangnya, siswa yang selalu mendapat nilai paling tinggi, kapten tim basket di Rakuzan, tidak ada orang yang berani menentangnya, singkat kata Akashi Seijuro yang sempurna. F/N mulai berpikir kenapa Akashi memilihnya dari sekian banyak gadis yang ingin menjadi kekasihnya.
"Ada apa F/N? Ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Akashi di telinganya. Hembusan nafasnya yang hangat ikut membuat pipi F/N bersemu.
"Tidak, Sei. Tidak ada yang menggangguku sama sekali," jawab F/N mencoba menenangkan kekasihnya.
"Lalu kenapa kau tidak memakan bekalmu?" tanya Akashi sekali lagi.
F/N menutup kotak bekalnya yang baru termakan sedikit. "Aku hanya tidak lapar saat ini."
Bohong. F/N tidak makan karena ia mencoba untuk menjadi gadis yang sempurna untuk Akashi, tapi ia tidak perlu mengatakannya pada Akashi. Tidak dengan suasana menenangkan seperti ini. Tidak saat ia berada di pangkuan Akashi dengan lengannya yang melingkar di sekitar pinggangnya. Tidak ketika Akashi sedang memperlihatkan sisi yang tidak pernah ia perlihatkan pada orang lain. Tidak.
"Kau selalu merasa tidak lapar akhir-akhir ini, permaisuriku. Apa kau yakin baik-baik saja?" Akashi bertanya sambil mencium pipi F/N dari belakang.
F/N berbalik dan menatap mata Akashi. Ia ingin agar Akashi tahu kalau ia baik-baik saja. "Aku tidak apa-apa Sei. Daripada itu, bukankah sekarang kau ada rapat untuk festival musim semi?"
"Sia-sia saja aku mempersiapkan festival musim semi dengan baik kalau permaisuriku tidak memperlihatkan senyumnya," jawab Akashi. Ia mencium dahi F/N dengan penuh kasih sayang. "Kita berdua tahu kalau kau prioritas utamaku."
"Bukankah tidak baik kalau kau datang terlambat? Sikap seperti itu akan berpengaruh buruk pada reputasimu, Sei," protes F/N, tapi tidak beranjak dari posisinya. Ia menikmati bagaimana Akashi memeluknya.
"Siapa peduli? Aku menghabiskan waktuku dengan mereka lebih banyak daripada denganmu," gumam Akashi di leher F/N. "Biarkan seperti ini dulu."
F/N terkekeh pelan. "Aku tidak bisa menentang perintah dari sang kaisar, kan?"
"Benar sekali."
***
Rasa gelisah itu kembali lagi. Ia kembali merasa kalau dirinya tidak pantas bersama dengan Sang Kaisar yang sempurna. Kalau dipikir-pikir, masih banyak gadis yang lebih cantik darinya, yang lebih pintar darinya dan lebih bisa diandalkan darinya. Lalu kenapa Akashi tidak memilih mereka dan malah memilihnya? Ia sama sekali tidak mengerti.Nilainya memang di atas rata-rata, tapi untuk disandingkan dengan Akashi? Tidak mungkin. Penampilannya juga tidak buruk, ia masih tahu bagaimana berpakaian dengan sopan, tapi untuk dibandingkan dengan pembawaan diri Akashi yang penuh otoritas dan wibawa? Ia hanya membuat para kritikus fashion itu menggelengkan kepala mereka. Tidak. Tidak ada satupun bagian dirinya yang bisa dibandingkan dengan Akashi.
Lamunan F/N buyar saat ia merasakan ada sesuatu yang menggesek kakinya. Saat ia menundukkan kepala, matanya disambut dengan pemandangan imut. Kucing liar yang menggesekkan kepalanya di kakinya, lalu mendongak ke arahnya dengan mata bulat birunya.
"Kau lapar ya?" tanya F/N sambil mengusap kepala dan leher kucing itu.
Pertanyaannya hanya di balas dengan meongan kecil. F/N tersenyum senang saat ia mengingat kalau bekalnya masih ada dan menunya hari ini adalah ikan dan daging ayam. Dengan cepat, F/N membuka kotak bekalnya lalu memberikannya sedikit untuk kucing liar itu.
"Aku tidak tahu kalau ada kucing di sekitar Rakuzan," gumam F/N pelan. Matanya terus memperhatikan gerak-gerik kucing itu.
Kucing liar itu tidak seperti kucing rumahan yang imut, malah banyak luka yang terlihat di sekujur tubuhnya, bulunya rontok di beberapa bagian tubuh, tidak terlihat seperti kucing yang akan dilirik oleh orang lain, tapi di mata F/N kucing liar itu tetap imut. Ia terus saja mengusap kepala kucing itu dengan lembut, takut kalau kucing itu tiba-tiba pergi atau merasa terancam.
"Kau masih lapar?" tanya F/N saat kucing itu kembali menggesekkan kepalanya di tangan F/N. "Kau punya teman? Panggil temanmu ke sini. Aku masih punya banyak daging dan ikan untuk kalian."
Seperti mengerti apa yang di katakannya, kucing itu menghilang di semak-semak, sebelum keluar dengan tiga ekor kucing lainnya yang berpenampilan sama. F/N menempatkan kotak bekalnya di rerumputan agar keempat kucing itu bisa makan dengan mudah.
"Kalian tahu? Aku juga merasa tidak pantas bersama dengan kekasihku, Sei. Sama seperti kalian yang merasa tidak pantas dibandingkan kucing rumahan, kan?" gumam F/N pelan.
"Sudah kuduga kalau kau memikirkan hal itu, F/N," suara kekasihnya tiba-tiba terdengar bersamaan dengan lengan yang memeluknya dari belakang. Tanpa berbalik F/N sudah tahu kalau Akashi mendengarkan gumamannya, tapi ia lebih memilih untuk berpura-pura bodoh.
"Aku sudah menunggumu sejak tadi Sei sampai semua kucing ini berhasil menghabiskan bekalku," balas F/N mengabaikan pernyataan Akashi sebelumnya.
Akashi mencium leher F/N sekilas. "Aku sudah berada di belakangmu sejak kucing itu memakan ikan dari tanganmu, F/N. Sekarang jawab pertanyaanku, apa kau benar-benar merasa begitu?"
"Begitu bagaimana?"
"Merasa takut padaku? Merasa tidak pantas saat kau bersamaku?"
"Takut? Tidak, aku sudah mengenalmu sejak masih di Teiko. Tidak pantas? Iya, tidak mungkin gadis sepertiku bisa disandingkan denganmu," jawab F/N. Ia mengalihkan pandangannya dari iris Akashi yang berbeda warna dan menatapnya dengan tatapan menilai.
"F/N," panggil Akashi, ia memaksa F/N agar menatapnya. "Tidak seharusnya kau berpikir seperti itu. Aku tahu siapa yang terbaik untukku dan kau yang kupilih, bukan mereka. Lagipula tidak sepertiku, kau baik hati, lembut, dan memperhatikan apa yang tidak orang lain perhatikan."
"Kau berlebihan, Sei. Aku tidak seperti itu," bantah F/N.
"Apa kau sedang meragukan penilaianku, F/N? Kau tahu akibatnya kalau kau meragukanku, kan?" gumam Akashi di bahu F/N.
"Baiklah, baiklah. Aku memang tidak bisa menentangmu, Kaisar," F/N mengangkat tangannya tanda menyerah. "Kurasa kata sempurna memang mutlak milikmu, Sei."
"Aku memang mutlak dan tidak ada yang bisa membantahku, tapi akan kuberikan kata sempurna untukmu, permaisuriku," balas Akashi dengan nada yang lembut, begitu juga tatapan matanya saat ia menatap F/N. "Aku mencintaimu."
Ini untuk siapapun penggemar Akashi yang punya krisis percaya diri. Jangan takut buat nunjukkin siapa kalian, ya!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Kuroko no Basuke Drabbles
FanfictionCerita singkat tentang para pemain basket ini dengan pasangannya di berbagai situasi Note: hanya Generation of Miracles dan Kagami