Kakinya gemetar takut saat dua anak laki-laki yang jauh lebih tinggi menyudutkannya. Dengan tinggi badannya yang selalu lebih pendek dari kebanyakan anak perempuan seumurannya, F/N merasa ia bukan tandingan bagi mereka yang suka menindasnya. Ditambah lagi, di umurnya yang lima tahun, ia tidak memiliki keberanian untuk melawan orang lain.
"Mau menangis ya?" ledek salah satu yang memakai baju biru. "Tidak ada yang mau menjadi temanmu kalau kau cengeng, tahu."
"Hei ... jangan terlalu kasar. Kalau si Pendek ini benar-benar menangis, kita akan dihukum," sahut yang lainnya masih dengan nada mengejek. "Sudah pendek, cengeng lagi. kurasa kau benar-benar tidak punya teman ya?"
Ucapannya memang benar, ia memang tidak memiliki teman. Selain karena sifatnya yang cengeng, anak-anak lain lebih memilih bermain dengan anak yang tingginya sama, terutama saat bermain lompat tali atau adu cepat lari. Kakinya yang lebih pendek membuatnya tidak bisa mengalahkan sebagian besar anak-anak di kelasnya.
Bibir F/N gemetar. Air mata mengaburkan pandangannya. Ejekan yang ia dengar hanya menambah sakit hatinya. Ia mendongak menatap kedua anak laki-laki di hadapannya sambil sesekali terisak.
"Benar-benar menangis rupanya!" serunya senang. "Kasihan ... tidak bisa melawan kami karena kau pendek ya?"
Sebelum tangis F/N semakin kencang, bayangan seseorang menyelimuti ketiganya. F/N memekik ketakutan. Murasakibara Atsushi, teman sekelasnya yang memiliki tinggi hampir sepinggang orang dewasa, menatap mereka dengan tatapan tajam.
"Araaa ... menindas F/N-chin lagi ya?" tanya Murasakibara dengan nada malas, sebelah tangannya mengambil keripik kentang dari bungkusnya. Punggungnya semakin tegak, membuatnya tingginya jauh melampaui kedua anak laki-laki di hadapannya. "Jangan lakukan lagi atau aku akan menghancurkanmu!"
Alih-alih berlari ketakutan seperti kedua anak laki-laki yang tadi menindasnya, F/N malah terpaku. Kakinya tidak mengikuti perintah otaknya untuk berlari menjauh. Saat Murasakibara mendekatinya dengan langkah perlahan, F/N yakin kakinya berubah menjadi agar-agar. Ia menduga Murasakibara akan melakukan hal yang sama padanya atau mungkin 'menghancurkannya' sama seperti ancaman yang ia ucapkan beberapa saat lalu.
Ia menjerit tertahan saat sebelah tangan Murasakibara teracung tinggi. Murasakibara akan menghancurkannya, batin F/N dalam hati. Matanya terpejam, bersiap menerima serangan fisik apapun dari teman sekelasnya.
Nihil. Alih-alih mendapatkan serangan fisik, F/N malah merasakan kepalanya ditepuk perlahan. Masih diselimuti perasaan gelisah, F/N membuka sebelah matanya. Ia terkejut mendapati Murasakibara yang menepuk kepalanya seakan mencoba menenangkannya. Sudut bibir Murasakibara tertarik samar saat mereka beradu tatap."Sudah, sudah," kata Murasakibara. "F/N-chin tidak perlu menangis lagi. kalau mereka menindas F/N-chin lagi, katakan saja padaku ya? Nanti akan kuhancurkan mereka."
"Eh?" F/N menatap Murasakibara bingung. "Ano ... kenapa Murasakibara-kun menolongku?"
"Hmmm ... kenapa ya?" Murasakibara berjongkok di hadapan F/N, menyesuaikan perbedaan tinggi mereka yang terlampau jauh. "Aku tidak suka melihat F/N-chin menangis," Murasakibara kali ini memasukkan pocky ke dalam mulutnya. "Aku juga merasa kalau F/N-chin manis, itu saja."
Pikirannya sebagai anak berumur lima tahun tidak terlalu mengerti apa yang dimaksud manis oleh Murasakibara, walaupun begitu ia tidak bisa menahan rona merah muncul di pipinya.
"Ma-manis!?"
"Um," Murasakibara mengangguk. "Menurutku F/N-chin manis. F/N-chin juga imut kok, walaupun badannya sedikit kecil."
F/N hampir saja kembali menangis saat mendengar ejekan halus dari Murasakibara. Namun, saat Murasakibara menepuk kedua pipinya lembut, keinginannya untuk menangis kembali hilang. "Aku tidak mengejek, lho. Aku malah suka kalau tubuh F/N-chin kecil. Lebih mudah untuk digendong."
Ia tersentak saat Murasakibara memunggunginya. Kedua lengannya terjulur ke belakang. Saat F/N tidak memberikan reaksi apapun, Murasakibara menoleh ke arahnya dengan sebelah alis terangkat. Wajahnya masih memperlihatkan ekspresi malas yang sangat kentara, tapi jika diperhatikan lebih teliti ada setitik kesedihan.
"F/N-chin tidak mau kugendong?" tanya Murasakibara kecewa.
"Mau kok!" seru F/N cepat. Ia naik ke punggung Murasakibara dengan hati-hati. "Wah ... Tinggi sekali! Menjadi tinggi pasti enak ya, Murasakibara-kun?"
"Betsu ni ... kadang kepalaku suka terantuk meja atau dikira sebagai anak sekolah dasar," Murasakibara memberikan kotak pockynya pada F/N saat ia sudah berjalan. "Pegang ini untukku F/N-chin."
"Boleh kuminta pockynya, Murasakibara-kun?" tanya F/N dengan sebelah lengan memeluk leher Murasakibara.
"Boleh saja," angguk Murasakibara. "Tapi, F/N-chin harus memanggilku dengan nama panggilan juga."
"Kalau begitu aku akan memanggilmu ..." F/N terdiam sejenak, mencari nama panggilan yang cocok untuk Murasakibara. "... At-chan!"
***
"At-chan! Tidak adil! Kau jauh lebih tinggi dariku!" seru F/N tidak terima saat Murasakibara mencetak angka untuk yang ke dua puluh dalam sepuluh menit terakhir.
Sudah lebih dari sepuluh tahun sejak F/N pertama kali ditolong oleh Murasakibara. Sejak diancam olehnya, kedua anak laki-laki itu tidak lagi menindas F/N, bahkan semua orang di sekolah tidak ada lagi yang berani mengejeknya atau memanggilnya pendek. Penyebab utamanya adalah mereka takut dengan kehadiran Murasakibara yang selalu bersamanya, juga karena Murasakibara seringkali menggendongnya hingga orang lain tidak mendapatkan kesempatan untuk mengejeknya.
"Tidak. F/N-chin saja yang lebih kecil daripada aku," balas Murasakibara. Sebatang pocky menggantung di bibirnya hingga F/N kesulitan menerka apa yang dikatakan oleh Murasakibara.
"Memang," gumam F/N. "Biarpun umurku sudah tujuh belas tahun, tubuhku tidak setinggi kebanyakan anak seusiaku."
F/N tetap mendribble bola di tangannya dengan tempo pelan. Murasakibara duduk di tengah lapangan, tidak berniat untuk memberi respon pada ucapan F/N. Ia memilih untuk menyibukkan diri dengan membuka bungkus keripik kentang rasa jagung bakar, tidak menyadari F/N memandang ring basket dengan tatapan mendamba.
"Aku ingin sekali melakukan dunk," aku F/N dengan suara hampir berbisik.
"Eh?"
"Aku ingin melakukan hal yang sering dilakukan oleh kebanyakan pebasket," gumam F/N. "Aku sudah bermain di tim basket perempuan untuk waktu yang lama, tapi tinggi badanku tidak mengizinkanku untuk melakukan dunk."
Murasakibara terdiam sejenak. Wajahnya berubah cerah saat ia mendapatkan ide. "Ne, F/N-chin coba masukkan bolanya ke dalam ring, sambil melompat ya."
Dahinya mengernyit heran, tapi tetap melakukan apa yang Murasakibara katakan. Ia mendribble bola dengan tempo lebih cepat saat berada di dekat ring, F/N baru melompat. Anehnya, ia merasakan ada sesuatu yang memegang pinggangnya. Tubuhnya diangkat membuatnya merasa melayang. Tangannya bergerak spontan memasukkan bola ke dalam ring.
Saat kakinya sudah berpijak kembali ke tanah, F/N berbalik memastikan bahwa ia tidak sekedar bermimpi dan Murasakibaralah yang membantunya. Namun, saat berbalik ia melihat Murasakibara masih duduk di lapangan.
"At-chan, kau yang membantuku ya?" tanya F/N menuduh.
"Tidak," Murasakibara menggeleng. "Aku hanya duduk dan melihat F/N-chin dari sini."
F/N hampir saja mempercayai ucapan Murasakibara, namun ia menyadari tempat Murasakibara berpindah dari tempat awalnya. F/N mengulum senyum menyadari Murasakibara membantunya tapi tidak mau mengaku.
"Hehe, terima kasih ya, At-chan," senyum F/N seraya menghambur pada Murasakibara. "Aku sangat menyayangimu."
Murasakibara tersenyum kecil, sebelah tangannya menepuk kepala F/N pelan dan yang lainnya menyelimuti pinggang F/N. "Ne, Aku juga sayang F/N-chin."
Minggu pertama di tahun baru!! Udah siap masuk sekolah?

YOU ARE READING
Kuroko no Basuke Drabbles
FanfictionCerita singkat tentang para pemain basket ini dengan pasangannya di berbagai situasi Note: hanya Generation of Miracles dan Kagami