F/N memperhatikan kakaknya yang berada di dapur. Aroma gurih dan asap bercampur menjadi satu. Seharusnya di tengah musim semi ini, F/N merasa senang karena bisa memiliki waktu lebih banyak untuk dihabiskan bersama dengan kakaknya. Kenyataannya, F/N merasa bosan setengah mati. Yang ia lakukan hanya berbaring di sofa, mengganti channel televisi atau makan. Membosankan sekali, kan?
Kalau begini lebih baik ia bermain dengan teman-teman sebayanya. Ah... F/N ingat kalau kemarin ia sempat bermain sesuatu yang bernama truth or dare. Permainan seperti itu juga sering dimainkan sewaktu mereka masih di Amerika.
"Taiga, truth or dare?" tanya F/N dari ruang tengah.
Taiga melongokkan kepalanya dari dapur. "Kau mau memainkan itu? Baiklah, truth!"
F/N menyeringai lebar. Ia bangkit dari posisinya yang berbaring. "Kalau begitu, katakan sejujurnya apa perasaanmu pada Kuroko-kun dan Aomine-san?"
Terdengar suara penggorengan dan sendok yang jatuh. Kemudian disusul dengan rutukan ringan dan kalimat 'aku baik-baik saja' dari arah dapur. F/N harus menahan tawanya saat Taiga kembali melongokkan kepalanya dari arah dapur dengan tatapan tajam yang menusuk. Di kepalanya ada daging ikan tuna yang sepertinya jatuh dari penggorengan.
"Pertanyaan macam apa itu!?" protes Taiga. Ia mengacungkan spatula yang ada ditangannya.
"Jawab saja," sahut F/N. "Atau kalau kau memilih mundur, kau bisa berlari di sekitar kompleks tanpa memakai pakaian."
"Dasar curang! Kau tahu aku tidak akan membiarkanmu keluar dengan pakaian minim, apalagi tanpa memakai pakaian!!" dengus Taiga. "Aku merasa kalau Kuroko adalah teman yang baik dan pantang menyerah. Bisa dibilang kalau ia adalah sahabat baikku. Sementara untuk Aomine, bisa dibilang kalau ia adalah rivalku."
"Benarkah?" seringai F/N menggoda. "Kau tidak merasakan perasaan spesial apapun pada salah satu diantara mereka?"
Taiga memelototi F/N. "Hanya boleh satu pertanyaan dalam satu kali giliran. Sekarang, truth or dare F/N?"
F/N memikirkan pilihannya baik-baik. Taiga selalu memiliki stok pertanyaan yang aneh dan seribu perlakuan yang membuat F/N jengah setengah mati. Untuk sementara ini, lebih baik F/N memilih tantangan aneh dari Taiga. Percayalah, kalau F/N memilih pertanyaan untuk jawaban pertamanya, ia akan dipermalukan Taiga seumur hidup.
"Dare. Lemparkan semua tantangan anehmu, Taiga," tantang F/N.
Tanpa melihat pun, F/N tahu kalau Taiga sedang menyeringai tipis. Detik selanjutnya, ponsel Taiga sudah berada di tangan F/N. Benda persegi panjang itu harus dilemparkan dari arah dapur dan beruntung F/N bisa menangkapnya dengan baik.
"Telepon Kuroko dan katakan padanya kalau kau menyukainya," suruh Taiga. "Jangan mengelak, aku tahu kau sudah menyukai Kuroko sejak aku memperkenalkan kalian berdua. Tatapan penuh cintamu itu tidak bisa diabaikan," sela Taiga sebelum F/N sempat berkata apapun.
"Aku tidak menatapnya dengan penuh cinta," gerutu F/N. Ia mencari F/N Kuroko di daftar kontak Taiga lalu menekannya.
"Halo, ada apa Kagami-kun?" sapa Kuroko diseberang. F/N harus menahan dirinya untuk tidak menjerit kegirangan saat mendengar suara Kuroko.
"Hm... ini F/N. Ada yang ingin kusampaikan padamu Kuroko-kun," ucap F/N. Tidak ada balasan di seberang sana, pertanda Kuroko sedang menunggu ucapan F/N selanjutnya. "Aku... aku menyukaimu, Kuroko-kun. Aku sudah menyukai Kuroko-kun sejak melihatmu bermain basket dengan Taiga. Maaf kalau perasaanku mengganggumu."
F/N memelototi Taiga yang menahan tawa mendengar ucapan F/N yang memang terkesan menggelikan, tapi ini adalah Kuroko dan pendapat Kuroko sangat berpengaruh padanya. Sekarang ini ia tidak peduli pendapat lain selain pendapat Kuroko, kisah cintanya bergantung pada jawaban Kuroko sekarang.
"Perasaanmu sama sekali tidak menggangguku, F/N-chan. Malah, aku merasa senang karena F/N-chan sudah menyatakan perasaannya. Kita akan membicarakan ini besok dan yakinlah kalau aku akan menjawab dengan jawaban yang membuatmu senang," gumam Kuroko rendah dari seberang sebelum sambungan sengaja diputus.
F/N menurunkan ponsel Taiga dan menatapnya dengan tatapan berbinar-binar. Taiga mengacak rambut F/N, seperti sudah tahu apa yang dipikirkan F/N walaupun adiknya belum mengatakan apapun. F/N tersenyum ke arah Taiga lalu mengembalikan ponselnya.
"Sudah. Sekarang giliranmu, truth or dare?" tanya F/N. Sorot mata senangnya sama sekali tidak bisa ditutupi walaupun topik sudah berganti.
Taiga mendengus pelan. "Dare. Aku tidak takut dengan tantangan apapun yang akan kau berikan padaku," ia melirik ke arah F/N yang masih berada di sofa dengan tatapan tidak senang. "Omong-omong, daripada kau duduk disana dan menghabiskan waktu, lebih baik kau membantuku merapikan meja sebelum kita makan."
"Aku menantangmu untuk menelpon Akashi-kun dan berkata kalau kau menyukainya dengan suara yang dimiripkan dengan suara gadis," senyum F/N. Ia mengabaikan tatapan menusuk yang dilemparkan oleh Taiga dari seberang meja.
"Aku membuatmu menyatakan perasaanmu pada Kuroko dan aku yakin kau akan menjadi kekasihnya besok, tapi kau malah membalasku dengan mengirimku ke setan merah? Benar-benar cara yang hebat untuk membalas budi," gerutu Taiga.
F/N tersenyum lebar mendengar gerutuan kakaknya. Ayolah, permainan seperti ini tidak akan seru jika tidak menantang, kan? Dan satu-satunya tantangan yang bisa dipikirkan F/N adalah membuat Taiga menelpon Akashi dengan alasan apapun. Ia menahan tawanya saat Taiga mengambil ponselnya dengan gerakan cepat seperti tidak rela.
"Pakai saja ponselku. Kemungkinan besar ia tidak akan mengenali kalau itu kau, Taiga," tawar F/N.
"Aku tidak ingin bertanya bagaimana kau bisa mendapatkan nomor Akashi," cetus Taiga.
Untuk beberapa lama tidak ada yang berbicara sementara suara nada dering terus bergema di dalam ruangan. F/N menahan nafas saat suara Akashi memecah kesunyian diantara keduanya.
"Akashi-kun, maaf aku mengganggumu malam-malam, tapi perasaan ini sudah tidak tertahankan," kata Taiga dengan suara yang dimiripkan dengan suara seorang gadis. F/N mengangkat ibu jarinya pertanda kerja Taiga sudah bagus. "Aku menyukaimu Akashi-kun, aku sangat menyukaimu. Apakah Akashi-kun mau menjadi kekasihku?"
"Begitukah?" suara tenang khas Akashi mampu membuat F/N dan Taiga merinding. "Kebetulan sekali besok aku berangkat ke Tokyo, kita bisa bertemu besok. Aku akan menjawab pertanyaannya kalau kau ingin bermain dengan gunting merahku yang sepertinya sudah merindukanmu, Taiga."
"B-bagaimana kau tahu kalau aku yang menelponmu?" tanya Taiga tergagap. Tangannya yang memegang ponsel agak bergetar seperti siap untuk jatuh kapan saja.
"Perkiraanku tidak pernah salah," jawab Akashi, suara semakin rendah dan semakin terdengar berbahaya. "Bagaimana? Kau ingin aku menjawab pertanyaannya atau tidak? Mungkin F/N juga ingin bertemu dengan guntingku. Bagaimana kedengarannya?"
F/N buru-buru merebut ponselnya dan mematikan sambungan telepon dengan Akashi. Ia tidak ingin meregang nyawa sebelum melihat kakaknya sukses menjadi pemain basket paling andal se-Jepang dan sepertinya pilihan tantangannya kali ini terlalu berbahaya untuk dilakukan.
Taiga menatap F/N horor. "Sebaiknya jangan pernah melibatkan Akashi dalam permainan kita."
F/N mengangguk. "Atau lebih baik lagi kita tidak akan pernah memainkan permainan ini lagi."
F/N tidak menyangka idenya untuk bermain permainan yang sangat digemari ini membuat dirinya dan Taiga meregang nyawa lebih cepat keesokkan harinya.
Gak ngerti kenapa yang sadis dan mengancam selalu dilakukan oleh Seijuro...

YOU ARE READING
Kuroko no Basuke Drabbles
FanfictionCerita singkat tentang para pemain basket ini dengan pasangannya di berbagai situasi Note: hanya Generation of Miracles dan Kagami