Sepasang Kekasih

6.7K 429 107
                                    

Ve Pov

Brak!

Tak sengaja kakiku menyenggol pot bunga di sebelah kananku hingga terjatuh. Kurasa Kinal dan Naomi dapat mendengar suara gaduh yang aku buat. Aku harus cepat meninggalkan tempat ini sebelum mereka melihatku.

"Ve? Kamu ngapain disini? Kamu dari tadi disini?" Tanya Kinal yang sudah berada di hadapanku dan Naomi yang berada di sampingnya.

Tak kujawab semua pertanyannya, ku usap kasar kedua pipiku yang basah akibat air mata. Sungguh aku tak ingin melihat apa yang telah kulakukan.

"Kamu.. kamu nangis?" Kinal kembali bertanya dengan raut wajah sedikit bingung.

"Eng-gak aku cuma kelilipan. Aku gak sengaja lewat sini, maaf ganggu kalian."

Lalu aku berjalan ke arah Naomi sejenak sebelum pergi.

"Aku pulang duluan ya Mi, maaf gak bisa ikut sampai akhir acara. Sekali lagi happy birthday."

Ku berikan senyuman yang sebisa mungkin kubuat. Naomi tersenyum dan mengangguk. Keduanya telah ku tinggalkan, namun apa yang kupikirkan salah. Ku pikir Kinal akan berlari mengejarku dan menanyakan apa aku baik-baik saja atau sebaiknya aku tak pulang sendiri dan ia akan mengantarku. Tapi itu hanyalah angan, ia sama sekali tak berjalan menghampiriku yang semakin menjauh.

Di sepanjang perjalanan, sakit dan tangisku tak kunjung mereda. Apa yang aku lihat tadi seolah menunjukkan sebuah pernyataan, mereka semakin dekat. Memang penyesalan selalu berada di akhir. Ingin rasanya aku mengembalikan waktu dimana saat ia berkata jika akulah orang yang dicintainya. Lalu aku juga menjawab dengan mantap jika hatiku sudah menjadi milik Kinal seutuhnya.

***

Ternyata Marcell telah menungguku di teras rumah. Ia berdiri dari duduknya ketika melihatku turun dari taksi. Wajahnya berubah menjadi bingung saat mata sembabku terlihat jelas.

"Ada apa Ve? Siapa yang buat kamu nangis kayak gini?"

Ku peluk erat tubuh tegap yang lebih tinggi dariku. Menumpahkan segala tangis di pelukannya. Ia mendekapku tak kalah erat. Kedua lengan kekarnya berhasil mendekapku dengan sempurna dan selalu bisa membuatku merasa aman. Namun berbeda, berbeda dengan rasa aman yang selalu Kinal buat.

"Apa ada yang menyakitimu?"

Hanya gelengan kepala yang kujadikan jawaban.

"Baiklah, menangislah sampai kamu merasa baikan."

-----

Beberapa hari telah berlalu, sama sekali tak ada yang menyenangkan. Tak ada yang mendebarkan seperti perasaan senang bercampur aduk. Hari-hari tanpa dirinya memang menjenuhkan, terasa hambar. Namun diri selalu berharap ia datang meski selalu terabaikan dengan keegoisan yang kubuat sendiri.

Tiba-tiba Naomi mengirim pesan singkat untuk mengajakku ke Cafe dekat butik. Dengan alasan ada sesuatu yang ingin dia tanyakan dan ceritakan padaku.

Ku edarkan mataku mencari sosok gadi berambut panjang coklat itu berada. Ia duduk di pojok Cafe dekat cendela sambil menyesap kopi hitam dalam cangkir putih.

"Sudah lama menunggu Mi?" ia sedikit kaget dengan kedatanganku yang tiba-tiba.

"Eh enggak juga kok, baru 15 menit yang lalu."

Obrolan tentang pekerjaan, masa-masa sekolah, bahkan gosip-gosip yang dibuat oleh para artis telah kami bahas dengan candaan. Tapi aku paham jika ini bukanlah hal yang ingin Naomi bicarakan. Raut wajahnya mulai mencari-cari kalimat yang tepat untuk ia sampaikan. Dan seketika pertanyaan itu meluncur.

Something Happened in LombokWhere stories live. Discover now