Terikat / Terpisah?

4.7K 383 72
                                    



Author POV


"Ceraikan aku Marcell."

Nafas lelaki rapuh itu terhenti, bagai didalam ruang hampa udara sangat sulit baginya untuk menghirup udara setelah telinganya mendengar apa yang keluar dari mulut Veranda.

"A-aku pasti salah mendengar."

Dengan bibir bergetar lelaki itu tertawa terbahak. Menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengusap wajahnya kasar.

"Hahahahahaha aku pasti salah mendengar!"

Veranda menyingkap selimut yang menutupi kedua kakinya. Turun dari ranjang dan berjalan mantap ke arah suami yang tak lagi ada didalam hatinya.

"Tidak ada yang salah dengan telingamu, bahkan pendengaranmu sangat baik saat ini."

Mata keduanya saling menatap. Tidak ada kehangatan didalamnya, terutama tatapan dari Veranda. Dingin dan menusuk. Mungkin bagi Veranda tatapan lelaki inilah yang selalu ia inginkan dahulu, tapi sekarang bukan lagi. Tatapan perempuan bergingsul itulah yang sekarang ia candukan.

"Ini bukan sebuah permainan Veranda! Ini sebuah pernikahan!"

Emosi yang sedaritadi terpendam mulai tersulut percikan api. Tapi bukannya takut, wanita itu malah mendekat.

"Dan aku sedang tidak main-main Marcell!" Tegas Veranda.

Baru kali ini sang istri yang lemah lembut itu membentaknya. Tubuhnya kaku, harusnya ia yang marah, harusnya ia yang membentak. Kedua telapak tangan besarnya mengepal erat, menekan segala amarah hingga mukanya memerah.

"Dia wanita, Veranda! Dan aku suamimu! Aku telah berjanji akan membahagiakanmu. Sedikit lagi Veranda, aku mohon.""

"Ya aku tahu, tapi aku mencintainya. Aku mencintai Kinal."

Kata kunci itu benar-benar membuat Marcell murka. Tangan kanannya telah terangkat ke udara, hendak bersiap memberi tamparan yang sama sekali tidak salah jika memang mengayun pada pipi Veranda. Namun ia urungkan. Lelaki itu malah membanting vas bunga yang berada dimeja sampingnya.


PYAR!


Berserakan sudah pecahan beling dan bunga mawar putih yang Veranda hirup aromanya setiap ia merindukan Kinalnya. Laki-laki kesetanan itu pergi ke arah pintu, namun sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan suara dinginnya keluar dari bibirnya.

"Sampai kapanpun aku tidak akan setuju dengan permintaanmu. Kau akan menjadi istriku nanti dan seterusnya!"


BRAK!


Pintu telah tertutup. Sendiri Veranda menangis malam-malam di kamar sebuah rumah sakit. Mungkin orang yang tak tahu akan mengira tidak-tidak mendengar suara tangisan seorang wanita.

Bukannya Veranda wanita pemarah. Veranda adalah orang yang tak pernah mau marah. Ia berbicara dengan marah dan emosi karena ia tahu, jika ia membicarakan ini secara kepala dingin maka Marcell akan menolaknya mentah-mentah. Tapi usaha inipun juga sia-sia.

Ia cari nomor seseorang di dalam ponselnya, berharap agar ada seseorang yang ia hubungi dapat menenangkannya.


"Hallo?"

"S-Shan.."

"Kak Ve?! Kak Ve kenapa? Kenapa nangis kak?" Terdengar nada khawatir dari seorang di sebrang sana.

"A-aku.. A-ku sama M-marcell.."

"Tenang kak, tenang.. Aku kesana sekarang, kak Ve tunggu sebentar."

Something Happened in LombokWhere stories live. Discover now