Kemana Veranda?

3.7K 339 77
                                    


Kinal POV

Malam ini setelah aku meluapkan seluruh rindu menyakitkan, aku dapat merasakan lagi hangat deru nafasnya pada puncak kepalaku.

Berdua saling berpelukan di ranjang kami. Menutup mulut rapat-rapat, membiarkan rindu menyesap obatnya.

Satu jam lebih mata terpejam, namun tak tertidur. Aku juga merasa jika wanita yang tengah memelukku tak benar-benar tertidur. Nafasnya naik turun tak beraturan. Lalu ia berbalik, memunggungiku yang ia kira telah tertidur.

Pada malam inilah awal mimpi burukku terjadi. Keringat membasahi seluruh kening. Ternyata aku baru saja tertidur dan mengalami mimpi buruk.

Aku menoleh pada sisi kanan ranjang, namun tak ada siapapun. Tak ada Veranda yang memunggungiku seperti terakhir ku lihat. Waktu menunjukkan pukul 4 pagi, berarti aku hanya baru tidur dua jam.

Kucari Veranda ke seluruh penjuru ruangan, hasilnya nihil. Lalu mataku tertuju pada lemari yang sedikit terbuka. Lemari yang terisi penuh tadinya, sekarang separuh kosong. Semua pakaian yang hilang milik Veranda.

Setelah kuedarkan mataku ke seluruh ruangan ini. Ternyata tak dapat ku temukan lagi barang miliknya.

Kuambil handphone untuk menghubunginya. Beberapa kali hingga akhirnya berujung ia mematikan handphonenya.

Apa yang kutakuti datang juga. Firasat yang begitu nyata. Veranda pergi membawa semua, tak menyisakan satupun. Seolah tak ingin lagi meninggalkan jejak.

-------

Ve POV

"Barang-barang kamu udah aku masukin di kamar sebelah. Kalau ada apa-apa panggil aku aja."

Aku mengangguk lemas.

"Terimakasih Marcell."

Ku lihat ia tersenyum, memandangiku dengan tatapan hangat miliknya.

"Tidurlah, ini masih pagi buta."

Benar saja aku belum sama sekali mengistirahatkan mataku. Selama seharian kemarin aku berpikir. Mengambil keputusan tak main-main. Hingga aku berada disini, rumah yang lama kutinggalkan semenjak aku pindah di apartemen Kinal.

Kinal...

Sungguh tak tega sebenarnya, tapi inilah yang terbaik untuk saat ini. Selama diperjalanan pula ia tak henti menghubungiku, sampai aku mematikan handphoneku. Aku ingin menghilang, bukan karena tak cinta. Semua demi kebaikan, terutama kebaikannya.

"Baiklah aku akan tidur sebentar."

Sebelum aku menutup pintu kamar, suara berat itu menahan tanganku.

"Ve... Terimakasih sudah kembali."

***

"Dia kesini lagi kak Ve, itu lagi nunggu di ruangan kak Ve."

"Hhhh... Suruh dia pergi Yon."

"Percuma kak, dia tetep mau nunggu kak Ve katanya."

"Terserah dia, tapi hari ini aku enggak ke butik lagi. Nanti seluruh desain aku kirim lewat e-mail."

"Oke kak Ve! Terus, Kinal gimana?"

"Bilang aja ke dia kalau aku gak ke butik. Dan inget, jangan pernah kasih tau dimana aku sekarang."

"Siap Kak!"

Sudah satu minggu aku terus bersembunyi. Tak datang ke butik, bahkan meninggalkan rumah. Handphoneku pun juga belum kuhidupkan sejak itu. Aku selalu menghubungi Yona lewat telepon rumah.

Something Happened in LombokWhere stories live. Discover now