Rumit

4.5K 361 51
                                    


Author POV


Puluhan telepon Veranda sama sekali tak diangkat oleh kekasihnya. Hari semakin larut, namun orang yang ditunggu tak kunjung kembali. Berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain sambil terus menatap layar handphone digenggamannya. Begitulah kebiasaan orang cemas.

Sedangkan disana, orang yang ia khawatirkan tengah tak sadarkan diri akibat tegukan minuman beralkohol di tempat para pencari kesenangan maupun pencari pelampiasan berada. 2 botol minuman mampu membuatnya teler dan hanya bisa menggumam dengan kepala yang tertidur diatas meja.

Masih beruntung ada orang baik yang iba padanya. Lelaki yang sedari tadi memperhatikannya mulai mendekat mengangkat telepon masuk dari handphone Kinal yang tergeletak di samping kepalanya.

"Hallo?"

"Kamu siapa? Dimana Kinal?"

"Orang yang kau cari ada disini. Tapi sedang tak sadarkan diri."

"Kau apakan Kinal!! Jangan macam-macam!"

"Tenanglah. Kinalmu hanya mabuk, sebaiknya kau cepat kesini untuk menjemputnya. Karena "

"Berikan alamatnya sekarang!!"

---

Cahaya matahari mengusik tidur panjang gadis mabuk semalam. Kepalanya begitu terasa pening, tenggorokannya sangat kering. Berkali-kali ia memijat pelipisnya agar sakit itu mereda. Ia kini berada di kamar apartemennya. Mengingat-ingat kembali apa yang semalam terjadi. Pertengkaran hebat dengan kedua orangtuanya yang pertama kali muncul dalam pikirannya. Setelah itu ia pergi ke sebuah club dan mabuk...

Tunggu, lalu siapa yang membawanya kemari?

"Makan dan minum obatnya."

Veranda datang membawa nampan berisi bubur dan obat pereda nyeri kepala. Hanya berkata seperlunya lalu kembali pergi keluar kamar.

Selesai dengan kegiatan makannya, Kinal keluar membawa mangkuk kotornya ke arah dapur. Disana Veranda sedang berkutat dengan perlatan masaknya, tanpa menoleh padanya sama sekali. Tidak ada sapaan hangat dipagi hari seperti biasa, tidak ada pelukan nyaman seperti biasa, dan tak ada kecupan mesra seperti biasa. Tempat macam apa ini, hening seperti kuburan.

"K-kamu nggak ke butik Ve?" Tanya Kinal dengan gugup.

Tuli. Veranda masih sibuk dengan apa yang ia masak.

"Buat apa sih? Sibuk banget kayaknya?"

Oh Tuhan, Veranda benar-benar marah sekarang. Dan tamatlah riwayat Kinal.

"Ve, tolong jangan kayak gini." Suara Kinal memelas.

Alat penggorengan itu ia lepas dari tangannya. Dari belakang nampak punggung Veranda yang menaik lalu kembali seperti semula, pertanda ia baru saja mengambil nafas panjang.

"Kenapa kamu melakukan itu semalam?"

Kinal menelan ludahnya. Matanya gusar, mencari-cari jawaban yang tepat. Tidak mungkin ia jujur jika kedua orangtuanya telah mengetahui hubungan terlarang mereka. Takut jika Veranda kecewa, dan pergi meninggalkannya.

"Ada masalah kecil dirumah. Maaf"

"Apa harus dengan begitu caramu melampiaskannya?"

Suara itu sedikit bergetar namun tetap datar. Masih dengan Veranda yang berbicara sambil memunggunginya.

"Ve, aku bisa menjaga diri."

Kalimat itu sukses membuat Veranda berbalik. Tapi Kinal tak menyukainya, tatapan Veranda seperti menamparnya berkali-kali.

Something Happened in LombokWhere stories live. Discover now