Part 07

43.6K 1.6K 25
                                    

Ramiro POV

       Ku lajukan mobilku membelah hiruk pikuk kota di pukul 9 pagi ini. Senyum tak pernah luntur dari wajahku. Aku mengingat dengan jelas bagaimana wajahnya yang bersemu merah saat aku mencium dahinya.

         Dia sangat polos dan menggemaskan. Bukankah itu hanya ciuman didahi, tapi respon yang dia berikan seakan-akan telah mencium bibirnya. Dia terlalu polos dan pemalu untuk seseorang yang pernah tidur dengan laki-laki.  

       Nata, seorang wanita dengan wajah menggemaskan dan tubuh proposional. Seorang yang misterius dan menyebalkan. Dia seperti anak kecil berumur 5 tahun dengan rasa ingin taunya yang sangat besar. Dia juga seperti wanita berumur 22 tahun dengan kharisma dan pembawaannya yang tenang dan dingin. Tapi dia juga seperti remaja berumur 17 tahun dengan sifat pembangkang dan suka membantahnya.

        Dia seperti kotak kado yang berlapis-lapis. Jika kau sudah membuka kotak pertama, maka akan ada kotak-kotak lain didalamnya. Mungkin Nata memang sangat susah untuk didekati dengan sifat dinginnya yang mengintimidasi itu.    

     Ku parkir mobilku di basement kantor Rahandika Cooperation. Setelah itu menguncinya kemudian masuk kedalam lift khusus yang berada di basement ini untuk mengantarku masuk kedalam kantor milik papa nata.

     Setelah sekitar 5 menit menunggu jalannya lift, pintu besi didepanku terbuka menampilkan lorong ruangan yang sepi. Hanya terdapat 2 ruangan di lantai ini, asisten papa menyambutku kemudian mengantarku sampai depan pintu kayu tinggi berukiran rumit berwarna coklat gelap.

     Bisa kutebak ini adalah ruangan CEO kantor ini. Karena jika dibandingkan dengan ruangan lain, ruangan ini lebih besar dan terlihat lebih mewah baik dari segi arsitektur maupun fasilitasnya. Ku ketuk pintu itu pelan hingga sebuah jawaban menyambutku.

“Masuk.”

      Aku pun membuka pintu kayu itu dan menutupnya kembali. Ku arahkan pandanganku pada seorang laki-laki yang kira-kira berumur lebih dari setengah abad yang tengah duduk disinggasana kerjanya dengan setumpuk laporang berada dimejanya. Beberapa kerutan terlihat didahinya. Aku hanya berdiri memandangnya hingga laki-laki itu menatapku dan tersenyum ramah.

“Duduklah Nak, anggap saja rumah sendiri.” Laki-laki itu-papa nata- melepaskan kacamata bacanya kemudian mengikutiku duduk disofa empuk yang tersedia. Asisten yang tadi mengantarku masuk menawari kami minum, setelah mendengar jawaban kami ia berjalan dengan cepat meninggalkan ruangan ini.

“Ada apa Papa memanggilku?”

       Aku menegakkan posisi dudukku menghadapnya yang tengah menatapku sambil terus tersenyum. Apakah dia tak merasa pegal karena sedari tadi tersenyum. Sekarang aku tau dari mana kebiasaan murah senyum Nata berasal.

“Hahaha, jangan tegang seperti itu. Aku hanya ingin berbicara empat mata denganmu, sebagai ayah dan menantu.” Papa menyenderkan punggungya dengan nyaman.

        Aku memanggilnya dengan sebutan Papa sejak kecil, jadi sudah terbiasa. Selain itu, setelah ini aku juga akan menjadi menantunya jadi bukanlah itu adalah hal yang wajar.

“Aku ingin menyampaikan sedikit pengetahuanku tentang anak perempuanku yang pendiam itu padamu. Ku harap kau mendengarkannya dengan baik.”

      Aku menatap mimik wajahnya yang berubah menjadi serius. Papa menatapku dengan tajam dan sedikit membuatku terintimidasi. Lama-kelamaan semua tingkah laku Papa terlihat sedkit mirip dengan Nata.

“ Saat ia berumur 5 tahun, ia adalah anak perempuan yang ceria, jail, cerdas, penuh dengan rasa ingin tau dan terkadang menyebalkan. Tapi dia sangat bertanggung jawab dan perhatian pada semua orang yang ada disekitarnya. Saat pertama kali ia mengenalmu, ia menceritakan tentangmu padaku. Dengan semangat dia bilang jika dia bertemu dengan anak tampan yang menawarinya permen. Aku saat itu hanya bisa tersenyum dan mengiyakan ceritanya saja. Dia bahkan tak memakan permen pemberianmu dan menyimpannya hingga hampir kadaluarsa. Saat Mamanya membuang permen itu, dia menangis hingga tertidur. Kau tau, dia tidak akan merelakan orang lain mengutak-atik barang berharga miliknya. Dulu..”

My Unplanned HusbandWhere stories live. Discover now