Part 23

29.1K 1.2K 47
                                    

Hai hai, maaf kalau kalian semua harus menunggu lama untuk part 23 (emang ada yang nunggu thor? haha mungkin ^^... abaikan--"). Oke sebelumnya saya mau mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada kalian semua yang telah bersedia menyempatkan untuk membaca apalagi yang sudah bersedia vote yang spesial lagi udah vote ditambah komentar, paket combo spesial.. sepertinya saya mulai gila. Oke intinya saya sangat sangat berterima kasih dan semoga kalian masih berbaik hati menyempatkan membaca kalau bisa juga vote kalau bisa lagi ditambah komentar. Baiklah, selamat membaca...

~***~

Ramiro POV

Aku duduk termenung memandangi lantai rumah sakit. Ambulance baru saja sampai dan para perawat membawa Nata pergi. Aku tak bisa melihatnya. Nata yang terbaring dengan wajah pucat dan bersimbah darah. Aku seperti kembali lagi ke 10 tahun yang lalu. Dimana satu-satunya orang yang sangat kuncintai meregang nyawa dihadapanku.

Aku menggenggam erat handphone Nata. Entah mengapa kemarin malam aku iseng membukanya. Password yang dia gunakan adalah tanggal lahirku. Ada banyak sekali fotoku didalamnya. Selain itu aku juga membaca beberapa memo yang dia simpan. Ada satu memo yang menarik perhatianku. Memo aneh. Sangat aneh. Berisi..

"Namamu Renata Agafia Rahandika. Papa, Mama dan Kakakmu sangat menyayangimu. Azka sangat mencintaimu. Ana adalah sahabat terbaikmu. Bagas, Geffie, Koko, Leo, Kiki, Misha, Arvita dan Maria.. mereka adalah teman sekaligus sahabatmu. Semuanya baik-baik saja. Kau Renata dan akan selalu menjadi Renata. Tenanglah.. semuanya akan baik-baik saja."

Aku membacanya berulang kali, namun tetap saja tak mengerti maksud dari memo ini. Selain memo aneh itu, masih terdapat banyak sekali memo lainnya. Tapi sayangnya, memo lain terkunci. Aku berusaha membukanya, namun aku segera mengurungkan niatku. Aku merasa sangat bersalah jika membuka privasi orang lain tanpa sepengatuahnnya.

Aku masuk kedalam sebuah ruangan yang penuh dengan warna putih. Ruangan dengan Nata yang terbujur kaku didalamnya. Selimut putih menutupi seluruh tubuhnya dan hanya menyisahkan kepalanya saja. Bibirnya membiru bahkan wajahnya sangat pucat. Seperti tak ada lagi darah yang mengalir didalamnya.

Sebuah mukjizat terjadi pada Nata. Saat aku tengah menggenggam tangannya dengan erat didalam mobil ambulance setelah ia dinyatakan meninggal. Tiba-tiba saja Nata terbatuk dan sedikit tersadar. Para perawat segera melakukan berbagai macam pertolongan yang aku sendiri tak kuketahui namanya. Setelah 5 menit Nata tersadar, dia kembali kehilangan kesadarannya namun tetap hidup. Aku bersyukur ribuan kali, Nata masih hidup.

Seperti inilah sekarang keadaannya. Terbaring dengan berbagai alat medis mengelilinginya. Jika tak ada suara denyut jantung dari monitor yang aku sendiri juga tak tau apa namanya, maka aku tak tau Nata masih hidup atau tidak.

Aku duduk disalah satu kursi yang berada dekat dengan ranjangnya. Mengamati wajah Nata dengan seksama. Banyak sekali luka pada tubuh Nata. Tapi beruntungnya, hanya luka pada kepalanya saja yang paling parah tapi masih dalam batas tak mengkhawatirkan. Tak ada patah tulang dan Nata hanya membutuhkan tranfusi darah saja. Nata kehilangan cukup banyak darah. Dokter saja sempat kaget dengan keadaan Nata yang baik-baik saja tanpa patah tulang atau luka dalam setelah mengalami kecelekaan yang tergolong parah seperti itu. Betul kata Mike, Nata wanita yang berbeda.

Pintu ruang rawat Nata terbuka menampilkan Bibi Indah bersama dengan suaminya Paman Ben. Bibi Indah adalah kakak dari Mama (Ibu Renata). Bibi Indah menghampiri ranjang Nata dan menatap Nata dengan mata berkaca-kaca. Paman Ben segera menyangga tubuh istrinya karena tiba-tiba saja Bibi Indah limbung. Aku menghampiri Bibi Indah dan mencium tangannya begitu pula pada Paman Ben.

"Ram, apa yang terjadi sebenarnya? Apa yang terjadi pada gadis kecilku?" Tanya Bibi Indah penuh kesedihan sambil menggenggam tangan Nata yang terbebas dari selang infus.

My Unplanned HusbandWhere stories live. Discover now