Mysterious Sniper? Or...

6.3K 473 14
                                    

Normal Pov.

Pemuda berambut merah darah nampak berlari seperti orang kesetanan ketika iris merahnya menemukan sosok yang baginya menghilang dari rumah sejak pagi hari tersebut. Dan keterkejutannya bertambah ketika melihat sepupunya tengah berada di dekat orang yang pernah mengalahkannya dulu; Aomine Daiki.

Kagami mempercepat kecepatan larinya. Segera setelah sampai ia langsung menarik yang sepupu kearahnya dan memeluknya secara protektif.

"Sedang apa kau dengan sepupuku, Aomine Daiki?!" Ujarnya sambil memeluk sang Masayoshi lebih erat, mengabaikan fakta bahwa sebenarnya Sophia tengah berusaha untuk sekedar bernapas dalam pelukannya.

"Taiga! Lepaskan! Aku tidak bisa bernapas bodoh!" Jeritnya. Namun Kagami nampak tak mendengarnya.

'Sial. Kuhajar kau nanti Kagami Taiga' Rutuk sang Masayoshi dalam hati. Ia terus memberontak agar bisa lepas dari pelukan maut sepupunya dan tetap bernafas.

Tak lama ia melihat celah, dengan cepat Sophia menyikut perut Kagami, membuatnya meringis dan tentu saja melepaskan pelukan mautnya.

"AW! Itu sakit Sophia!" Erangnya.

"Itu balasan karena kau hampir membunuhku, BakaTaiga! Tau diri sedikit dengan tenagamu itu!" Omel Sophia sambil bercekcak pinggang.

Sementara kedua saudara itu sedang bertengkar hebat diujung sana, Aomine dan Momoi hanya bisa menatap mereka dan diam ditempat. Tidak tau mau bicara apa untuk sekedar menyadarkan mereka bahwa mereka masih ada disini.

Well, sepertinya memang kalau dua manusia ini bertemu, dunia akan terasa seperti milik sendiri.

"Oi. Jangan acuhkan kami!" Teriak Aomine, mencoba mendapatkan perhatian dua bersaudara di depannya. Namun hasilnya...

"DIAM SAJA KAU AHO/DAKIAN!"

Twitch

Perempatan mampir ke kening Aomine. Ia menatap kesal kepada dua orang yang dengan cueknya bertengkar layaknya kucing dan anjing tanpa memperdulikan kehadiran mereka. Ia jadi tau bagaimana perasaan Tetsuya yang setiap hari tak dianggap.

(Ditempat lain Kuroko bersin dan mengagetkan semua orang yang ada disekitarnya)

Kesabaran Aomine sudah menipis ke tingkat terendah membuatnya (Entah sadar atau tidak) melempar bola basket ditanganinya kearah kedua orang; atau lebih tepatnya kearah Sophia. Faktor ketidaksengajaan memang, karena Aomine memang sedang kesal. Sophia yang tau langsung menghindar dengan gesit, namun-

Sreeet... Trak!

"Akh."

Semua orang membeku saat melihat pipi gadis bersurai memegang pipi kanannya yang berdarah. Tak jauh darinya, sebuah panah mencap di pohon yang tak jauh darinya.

Sophia meringis pelan. Walaupun sudah terbiasa dengan luka dalam misi maupun hal lain, namun tetap saja terasa menyakitkan.

"Apa yang kau lakukan, Aomine Daiki?!"

Sophia menoleh, menatap Kagami yang sepertinya sudah sangat emosi. Tangannya mengepal kuat dan tatapan matanya terlihat seperti ingin membunuh orang.

"Taiga, tenang-"

"MANA BISA AKU TENANG SOPHIA! KAU TERLUKA KARENA DIA!"

Kagami benar benar sudah tak terkendali. Menyadari hal ini, Sophia memutuskan untuk melakuakan cara kasar agar sepupunya itu bisa tenang.

PLAK!

Suara nyaring mengudara seiring dengan ayunan tangan agen FBI itu. Iris mata Kagami melebar kala merasakan rasa panas di pipi kirinya. Tamparan Sophia benar benar mengenainya. Kemudian ia melihat kearah sepupunya itu.

"Kenapa kau-"

"Harusnya aku yang menanyakan hal itu kepadamu, Kagami Taiga! Dinginkan kepalamu! Ini hanya tergores!" Sophia balik menatap marah kearah pemuda bersurai merah itu.

Kagami menunduk.

"Maaf..."

Sophia menghela nafas panjang sebelum menatap panah yang telah menggores pipi kanannya. Sebuah kain nampak melilit batang panah itu.

Sophia mencabut benda tajam itu dengan kasar; peresetan tangannya lecet, yang penting ia bisa tau apa maksud dari pengirim ini.

Jujur, jika Aomine tadi tidak melempar bola basket kearahnya, dipastikan panah itu akan menembus dadanya, karena bola basket itu menutupi dadanya dan membuatnya berpindah posisi sedikit sehingga panah itu meleset dan hanya mengenai pipi kanannya.

"Mari kita lihat apa yang ingin mereka katakan."

Sophia membuka ikatan yang mengikat kain di panah itu. Dua tiket VIP dari sebuah restoran jatuh bersamaan ketika kain itu dibuka. Sebuah tulisan tertulis dengan cat hitam itu berbunyi;

'Sé que debe haber eludido a él, el sea agente. Pero supongo que tienes un poco descuidado, porque nadie va a meter en problemas. He hecho una reserva un lugar para ti, así que felicitaciones que se divierten, Sea agente.' (T : Aku tau kau pasti berhasil menghindarinya, agen Sea. Tapi kurasa kau harus sedikit berlari, karena ada yang akan terlibat masalah. Aku sudah memesankan tempat untukmu, jadi selamat bersenang senang, Agen Sea.)

Sang Masayoshi mmendecih. Ia tau betul siapa yang akan dilibatkan dalam masalah ini; anggota tim basket Seirin.

"Taiga, kita pulang. Dan sebaiknya kalian juga pulang. Atau kalian bisa dapat masalah" Ujar Sophia dengan aura tak suka. Tangannya masih menggenggam kuat panah yang diambilnya tadi.

Krak.

Dan panah besi itupun bengkok seketika. Aomine, Kagami dan Momoi menatap gadis bersurai biru itu ngeri.

"Ha-ha'i" Bisik mereka ketakutan.

Random another side.

"Hm~"

Laki laki itu menatap targetnya dari sebuah bangunan kosong yang masih berdiri kokoh di dekat sebuah lapangan basket. Busur panah emas miliknya masih digenggam. Senyuman licik pun terpampang di bibirnya. Kemudian dibukanya sebuah alat seperti kamera, disana terlihat ada sepuluh remaja yang tengah bercanda ria di sebuah restoran. Mata yang tertutup oleh kacamata hitam itu menyipit. Ini akan manjadi sebuah pertunjukkan besar.

Tak lama ponselnya bergetar, ia melihat nama panggilan yang tertera disana sekilas.

'Mi hermana' ( T : Adikku)

Laki laki berusia dua puluhan itu menyerigai semakin lebar, tatapan matanya menatap penuh arti sebelum kemudian mengangkat telefon itu.

"Hola querida hermana. No es lo que me ha llamado?" ( T : Halo adikku tersayang. Ada apa kau menelponku?)

"Ninguna razón en particular, hermano. La hermana de Mu sólo quería oír la voz de su hermana." ( T : Tidak ada alasan khusus, saudaraku. Adikmu ini hanya ingin mendengar suara kakaknya.)

Laki laki itu tertawa keras. Senyuman licik tetap terpantri di wajahnya. Tak lama ia kembali menjawab.

"Great acting my little brother. As usual you're good at giving feedback" ( T : Akting yang bagus adikku. Seperti biasanya kau memang pandai memberikan umpan balik)

"Not as well as you, Brother." ( T : Tidak sebaik dirimu, kak.)

Orang diujung sana ikut tertawa. Walaupun tawa itu terdengar hambar dan penuh kepalsuan. Tak lama ekspresi wajah laki laki itu menjadi serius.

"So, how did it go? Do you get them?" ( T : Jadi, bagaimana hasilnya? Apa kau mendapatkan mereka?)

"Nothing to worry about. The poor bird had entered into a cage without them knowing it." ( T : Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Burung malang itu masuk ke kandang tanpa mereka sadari.)

"Hmm... Good."

"How about you? Do your Prey have also been caught?" ( T : Bagaimana denganmu? Apa mangsamu juga sudah tertangkap?)

Hening beberapa lama. Mata pria berjaket coklat itu kembali menatap kearah mangsanya yang telah meninggalkan tempatnya semula. Serigai pun terpantri di wajahnya.

"Of course."

~TBC~

Code Name : Sea! [SLOW-UPDATE]Where stories live. Discover now