Long Lost Partner.

6.7K 467 14
                                    

Kagami merinding ketika melihat Sophia yang sedang duduk di sampingnya. Sebetulnya dari luar gadis bermarga Masayoshi itu nampak biasa saja, namun bagi yang sudah mengenalnya atau setidaknya pernah berhubungan dengan orang sepertinya pasti tau kalau gadis itu tengah menahan amarahnya yang  meluap luap.

Lihat saja, tatapan mata gadis itu benar benar dingin bagaikan es, tangannya mengepal kuat dan jangan lupakan aura aura membunuh yang membuat orang orang disekitarnya merinding di tempat.

"So-sophia, are you alright?" Tanya Kagami agak terbata. Jujur, seumur hidup ia baru pertama kali melihat sepupunya semarah ini.

"Shut up, Taiga." Balas Sophia dingin.

Glek

Kagami menelan ludah. Sepupunya ini benar benar sudah naik pitam.

Perjalanan ke pusat kota Tokyo itu benar benar dalam keheningan total. Sophia nampaknya sadar, namun ia sama sekali mengurangi intensitas aura membunuhnya.

'Semoga saja dia tidak mengamuk nantinya' Batin Kagami menghela nafas pasrah.

Yah, semoga saja...

~CNS~


Someone's Pov.

Aku melangkahkan kakiku kedalam kereta jurusan Akita - Tokyo. Suasana di gerbong ini cukup sepi, hanya beberapa orang yang ada disini. Maklum saja, ini masih cukup pagi untuk naik kereta, apalagi ini hari libur.

Aku dapat merasakan tatapan beberapa gadis terarah padaku, jujur aku sedikit risih dengan mereka, tapi apa boleh buat, itu memang resiko menjadi orang tampan.

Stasiun demi stasiun terlewat, akhirnya kereta ini berhenti di sebuah stasiun dekat stasiun Tokyo, dua orang muda mudi masuk.

'Ah, sepasang kekasih ya? Enaknya masa muda'

Kalau kalian tanya apa aku punya kekasih atau tidak, jawabannya adalah tidak. Mudah saja aku memilih sebenarnya, tapi pekerjaanku sebagai detektif dan polisi membuatku tidak punya waktu untuk memikirkan hal hal seperti itu.

Si gadis nampak sedang bad mood, aku bahkan bisa merasakan aura aura membunuh yang menguat dari tubuhnya membuatku merinding. Mereka duduk di bangku yang berada di depanku.

Gadis itu menunduk, jadi aku tak bisa melihatnya, namun gadis ini serasa familiar dengan partner sekaligus muridku.

'Ah, tidak mungkin. Sophia 'kan sudah tiada.' Batinku miris.

Ya, dulu aku adalah pembimbing di akademi persiapan agen agen muda FBI dalam tugas pertama mereka. Tapi itu sudah cukup lama, sekitar tiga tahun lalu.

Dan murid terakhirku adalah Sophia Masayoshi, anak dari salah satu korban pengeboman gedung WTC saat itu, ia menolak melapor ke Badan Perlindungan Saksi dan Korban saat itu dan lebih memilih untuk menjadi seorang agen FBI.

Aku masih ingat betul kata katanya ketika kutanya kenapa ia ingin menjadi agen dibandingkan berlindung dan melapor.

"Aku tidak mencari perlindungan. Aku tidak akan lari dari mereka. Karena sekarang satu satunya tujuanku untuk hidup hanyalah ingin melindungi apa yang kupunya, meskipun aku harus mengorbankan nyawa. "

Aku benar benar melihatnya saat itu; tekad dan ambisi yang menyala nyala dalam kehampaan di matanya. Dendamnya membara seiring dengan kata kata yang keluar dari mulutnya. Bahkan ia bersumpah untuk menjadi agen terbaik dan menghancurkan organisasi yang telah membunuh orang tuanya. Saat itu aku hanya tertawa dan menganggapnya bualan belaka. Menurutku itu gila, mengingat ia belum mendapatkan latihan apapun.

Code Name : Sea! [SLOW-UPDATE]Where stories live. Discover now