#04

13.9K 948 8
                                    

Enjoy

GIRL ACT

"Kau harus membunuhnya dalam waktu 2 jam dan tidak boleh menggunakan pistol."

Hazel hampir melotot saat melihat data targetnya kali ini.

"Seorang profesional? Shit! Bagaimana bisa aku membunuhnya dalam waktu sesingkat itu?" umpat Hazel.

Dengan berat hati, Hazel mengangguk menyanggupi tugasnya kali ini.

"Ini akan jadi tugas terberatku." gumam Hazel.

Tanpa membuang waktu, Hazel segera menaiki motor balapnya yang berwarna hitam dan mengenakan helm full face. Hazel melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Matanya yang tajam memperhatikan setiap belokan jalan dengan cekatan. Ia menaikkan kecepatannya lebih lagi agar cepat mencapai tujuannya.

Hazel tak punya banyak waktu. Waktu tugasnya hanya tersisa 1 jam 30 menit lagi. Hazel mengumpat kesal karena jalan yang tidak rata mempersulit laju motornya. Setelah beberapa lama waktu perjalanan, Hazel sampai di depan sebuah bangunan tua yang kusam. Hazel mematikan mesin motornya, lalu turun dari motornya. Hazel melepas helm nya dan merapikan kuncir rambutnya yang berantakan. Hazel menguncir rambut kecoklatannya tinggi-tinggi agar tidak menghalangi pandangannya.

"I'm ready to fight!" ujar Hazel sambil mengecek senjata di saku jaketnya.

Hazel menaiki tangga bangunan kusam itu dengan langkah cepat dan tanpa suara layaknya pembunuh terlatih. Menuju pijakan tangga terakhir sebelum lantai dua, insting Hazel sebagai pembunuh menangkap jebakan di depannya. Hazel meningkatkan kewaspadaannya. Tatapan Hazel memandang was-was ke sekelilingnya.

Hazel menundukkan kepalanya dan berjongkok menginjak pijakan tangga terakhir.

Tap

Bunyi langkah pelan Hazel pada pijakan tangga kayu itu.

Satu detik kemudian...

Dor! Dor! Dor! Dor! Dor! Rentetan tembakan beruntun menghujani Hazel yang masih berjongkok dengan kepala menunduk. Beruntungnya, peluru yang dihujani hanya lewat di atas kepala Hazel. Hazel berguling ke samping beelindung ke balik sofa di ruangan lantai 2. Derap langkah kaki terdengar pelan disertai suara pistol yang diisi peluru.

"Sial! Tugas ini seakan menjebakku! Kenapa dalam misi ini tidak boleh menggunakan pistol? Melawan profesional pula, matilah aku!" pikir Hazel yang masih sibuk berpikir cara menghindar dari serangan sang target. Tampaknya kali ini dia berganti posisi dari pemburu menjadi buruan.

Hazel bersalto ke sisi ruangan yang lain begitu firasatnya berkata bahwa sebentar lagi akan ada peluru yang diarahkan padanya. Benar saja, beberapa detik setelah Hazel bersalto suara pistol yang berdesing mengeluarkan peluru terdengar dengan jelas. Alih-alih kabur, Hazel malah menatap kosong sang target yang sedang tersenyum bengis kepadanya.

Di depan Hazel, tampak seorang laki-laki dengan wajah Eropa yang sangat ketara. Ditambah lagi dengan warna kulit laki-laki itu yang berwarna putih pucat. Hidung mancung, matanya yang tajam, serta garis rahangnya yang tegas membuat laki-laki di depan Hazel tampak seperti patung yang diukir sempurna oleh pemahat kelas dunia. Proporsi wajahnya benar-benar pas dan membuat ketampanannya semakin bertambah. Namun, bukan itu yang membuat Hazel memandang terpana.

Saat Hazel melihat sosok laki-laki di depannya, ada sekelebat kilatan kejadian yang terlintas di pikiran Hazel. Kenangan itu seakan-akan memaksa otak Hazel untuk melihatnya. Sesuatu yang terasa familiar ketika melihat wajah di depannya ini. Perlahan, Hazel mengerjap-ngerjapkan matanya karena pandangannya memudar. Benda-benda yang dilihat Hazel bergoyang-goyang dan mengabur lalu pandangannya menggelap.

GIRL ACT (COMPLETED)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt