#30 (END)

10.8K 456 35
                                    

"Seorang musuh lagi ya?" Tanya Hazel pada dirinya sendiri dengan bosan.

*****

Hazel meningkatkan kewaspadaannya. Hazel mulai membawa senjata saat belajar di kelas untuk berjaga-jaga. Melawan seorang profesional memerlukan persiapan yang sempurna termasuk persediaan senjata.

Ketika pukul 3 sore, Hazel memutuskan untuk berjalan mengelilingi asrama untuk mencari angin segar. Hazel berjalan dengan langkah santai. Angin sore menerpa wajahnya dan menerbangkan rambutnya.

Tiba-tiba suasana tenteram itu menjadi mencekam. Sekilas, bagi orang biasa mungkin tidak ada yang berubah. Tetapi Hazel dapat merasakan perubahan suasana itu dari terpaan angin di sekitarnya.

Ada seseorang membuntutinya.

"Siapa disana?" Tanya Hazel sambil mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya.

"Haha.Aku kira kau bisa mengenaliku, Hazel." Suara itu berasal dari atap asrama.

Bruk

Lalu, seorang gadis melompat turun ke tanah dengan bertumpu oleh kedua telapak kakinya.

"Hai, Hazel!" Panggil Ana diiringi seringai lebarnya.

"Hai, Ana! Kenapa kau ada disini?" Tanya Hazel basa-basi.

Ana mengangkat alisnya,"Bukankah kau sudah tau apa yang akan aku lakukan disini?"

Hazel menggelengkan kepalanya. Tangannya bergerak mengambil revolver yang ada di balik punggungnya dan juga peluru cadangan dari saku celana belakangnya.

Dor

Hazel menembak secara tiba-tiba dan membuat Ana terkejut dengan serangan mendadak itu. Tak kayak, peluru itu menembus daging Ana di bagian lengannya.

Ana mengerang dan memegangi lukanya. Dia tersungkur menahan rasa sakit. Kemudian, Ana mencoba untuk berdiri dan melupakan lukanya. Dia bahkan berdiri tegak dan memukul lukanya sendiri.

"Pengecut!" Maki Ana karena tidak terima diberikan serangan mendadak oleh Hazel.

Hazel tidak menggubris perkataan Ana. Hazel memfokuskan pandangannya untuk mengawasi setiap pergerakan Ana.

Ana mengitari Hazel. Semakin lama, semakin dekat. Keduanya saling menatap tajam satu sama lain dan siap membunuh. Ana melemparkan sebuah pisau kecil seperti pisau beda ke arah wajah Hazel. Hazel tidak sempat menghindar, namun ia berhasil menangkis pisau itu dengan pisau lipat miliknya.

Hazel balas menyerang Ana. Hazel memegang pisau lipat itu dan hendak menusuk perut Ana. Ana tersenyum miring, dia bersalto dan menendang pisau lipat Hazel hingga entah kemana. Kini, keduanya sama-sama tidak memiliki senjata di genggaman tangan masing -masing.

"OK, ayo kita duel tanpa memakai senjata!" Kata Ana dengan percaya diri.

Ana merasa dia lebih unggul dari Hazel dalam bidang bela diri. Karena itu, dia mengajukan syarat itu.

"OK, let's see how good you are fighting without the weapon." Hazel melempar revolver yang tadi ada di sakunya setelah menembak Ana secara mendadak.

Ana meletakkan satu tangannya di bahu Hazel dan satu tangan lainnya di lengan Hazel. Ana berniat mempraktekkan jurus judo yang dipelajarinya. Namun, niatnya itu terbaca oleh Hazel. Hazel melebarkan kakinya dan mendorong Ana.

Giliran Hazel menyerang. Hazel melentangkan kakinya saat Ana berlari. Lalu menduduki Ana yang terbaring. Kemudian, Hazel meninju wajah Ana hingga babak belur. Setelah itu, Hazel mencekik Ana.

Ana terdesak, posisinya sangat tidak menguntungkan karena berada di bawah kuasa Hazel. Ana meraba saku jaketnya dan mengeluarkan sebuah pistol.

Dor

Peluru itu mencederai bahu kiri Hazel. Hazel melompat berdiri dan menggeram pada Ana,"Bi*ch, you are a liar."

"Kau harusnya tidak boleh mempercayai musuhmu." Jawab Ana sambil tersenyum mengejek.

Ana menerjang Hazel. Mereka berkelahi dengan sengit. Di tengah-tengah perkelahian tersebut, Hazel kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur. Hal itu dimanfaatkan oleh Ana untuk memukul dan menghabisi Hazel.

Ana sudah bersiap menembak kepala Hazel. Kemudian, Ana menarik pelatuk pistol itu dan. . 

Dor

Peluru itu melesat dengan kecepatan tinggi. Ana menunggu suara erangan atau jeritan, tetapi suara itu tak kunjung terdengar. Ana melihat ke arah Hazel, tapi ia tidak melihat apa-apa. Hazel tidak ada di depannya.

Dari arah atap, Hazel melompat ke atas Ana dan merangkul lengannya di leher Ana. Hazel membelit tubuh Ana dengan lengannya. Setelah itu Hazel meninju Ana hingga gadis itu tidak bisa berdiri lagi.

Hazel sudah siap menghabisi Ana dengan pistol di tangannya. Namun, tiba-tiba hati kecilnya berbicara. Akhirnya, Hazel meninggalkan Ana yang terkapar begitu saja.

Hazel kembali ke kamar asramanya dan mengemas barang-barangnya. Ia pergi menemui Orlando yang sedang berada di apartemen.

"What are you doing, Hazel?" Tanya Orlando bingung.

"Let's move somewhere!" Hazel menarik tangan Orlando.

"Pindah kemana?"

"Aku ingin kita berdua pergi ke tempat dimana tidak ada orang yang mengenali kita. Tempat yang tenang dan tentram. Please! Aku mulai lelah dengan semua musuh yang mengincarku disini." Jelas Hazel.

Orlando pun mengiyakan permintaan Hazel. Mereka berdua pindah ke pulau kecil di dekat perbatasan Brazil. Pulau itu tenang dan sedikit kuno. Pulau itu sedikit terisolasi dari dunia luar. Di pulau itu tidak ada saluran televisi.

"I like this island." Ucap Hazel bahagia.

"So, we stay here now?"

"Yah, from now until death keep us a part."

END

Wait.... Is that already ended?? Or not?

Thanks for reading

GIRL ACT (COMPLETED)Where stories live. Discover now