6. Hunting

16K 793 6
                                    

“Rissa ! Kamu mesti ati-ati, Hun.”

Rissa hanya menghela nafas pelan. Sudah kesekian kalinya Alvan mengatakan kalimat yang sama persis ketika ia menceritakan Mario. Lengkap selengkap-lengkapnya tanpa dikurangi ataupun ditambah sedikit pun ! Mulai dari pertemuan pertamanya sampai pertemuan tak terduganya di ruang kerja atasannya.

“Alvan, kamu udah kayak burung beo tau nggak ? Diulang-ulang terus.”

“Enak aja ! Ganteng gini dibilang kayak burung beo ! Jangan-jangan kamu nggak ndengerin aku ngomong ya dari tadi ?”

“Denger-denger, Honey-Bunny-Sweety-Alvan. Ih gemes deh ! Kamu udah kayak mamaku tau nggak ?! Dipancing dikit aja eh ngomelnya se-kereta.”

“Oke, terus kamu mau ngapain setelah ini ?”

Ia menghela nafas kesal. Ini nih efeknya satu spot dengan Floren. Salah fokus. Gak fokus malahan. Bukan salah Alvan juga sih, ini kan tempat umum. Jadi tak ada masalah jika Floren menghabiskan waktu sorenya hanya untuk berdiam diri di sisi pojok lain dari café dekat kampus mereka.

“Alvano, dari tadi aku juga nanyain itu. Gini deh, mendingan kita pending dulu masalah tentang Mario bross itu. Sekarang puas-puasin dulu deh namatin Floren. Jarang-jarang kan kamu bisa satu spot sama dia di tempat umum.”

“Seriusan, Riss ? Aku merasa bersalah banget sama kamu, Hun. Tapi aku juga nggak bisa konsen kalau udah liat dia.”

“Ih alay deh !” Balasnya sambil melepaskan satu pukulan ringan di lengan keras Alvan kemudian tertawa.

Ia terkekeh senang melihat Alvan sudah menemukan gadis yang pas. Setelah setahun lamanya cowok itu benar-benar pasrah karena sudah lelah lahir-batin untuk mencoba move on darinya. Namun, siapa sangka ia malah terpesona dengan gadis super pendiam yang ia temui semasa OSPEK. Gadis berwajah oriental yang manis dan misterius.

Misterius. Entah mengapa tiba-tiba saja pikirannya dipenuhi oleh sosok Mario bross versi ganteng. Ia menghela nafasnya perlahan. Mungkin, nanti malam ia akan menginvestigasi siapa sebenarnya sosok Mario itu agar suatu saat nanti jika Mario macam-macam terhadapnya ia sudah memiliki rencana.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Sambil menyesap cappuccino hangat miliknya. Ditemani udara dingin karena hujan dan Risca yang berkutat dengan laporan disampingnya, gadis ini mulai beroperasi. Melacak seluruh data di internet tentang siapa sebenarnya sosok Mario bross versi ganteng itu.

Mulai dari biodata, karir, sampai percintaan. Yang terakhir nggak terlalu penting sih, hanya saja… Yah, buat jaga-jaga.

Dari sekian banyak data. Yang membuatnya terperangah, si Mario Jeremy ini merupakan owner dari Lotus Group, tempat dimana ia melaksanakan tugas magangnya. Ia tersenyum singkat. Kenyataan ini tak jauh beda dengan pemikirannya saat ia bertemu dengan pemuda itu di kantor atasannya.

Ada juga beberapa hal yang membuatnya meringis geli sekaligus ngeri. Si Mario ini merupakan playboy sekaligus heart breaker kelas dewa –kalau yang ini sih nggak perlu ditanya lagi, fasilitas fisik-sikap-finansial sudah pasti dilirik oleh kaumnya yang terkena tipu daya muslihat pemuda ini.  Yang menjadi masalah, Mario ini memacari mulai dari kalangan kepala dua sampai kepala tiga. Padahal umurnya baru dua puluh empat.

Dahinya menyernyit heran saat sebuah foto terpampang disamping berita tentang karirnya yang cemerlang di usia yang masih muda. “Kok disini keliatan cakep buanget ya ?” Ya emang ganteng sih sebenernya, hanya saja ada kilatan aneh dalam tatapannya. Dingin yang tak tersentuh. Membuat sepercik rasa aneh muncul ketika berkontak mata dengannya.

“Ngapain sih, Riss ?” Jelas sudah pasti Tania yang suka muncul tiba-tiba kayak gini. Lagi pula Risca sedang mengerjakan laporan praktikum di sampingnya. “Loh ? Kok ada Rio gitu sih ?!”

“Dia ternyata owner tempat aku kerja, Tan.”

“HA ?! SUMPAH ? DEMI ALLAH ?!”

“MasyaAllah, Tania ! Kaget ya kaget aja tapi teriaknya jangan ditelingaku dong ?!” Sentak Risca yang sedari tadi diam menekuni laporan yang katanya harus di kumpulkan besok itu sambil mengusap kasar telinganya. Sedangkan ia hanya meringis menahan tawa.

Sorry, Erisca. Aku khilaf.”

“Udah deh ya, kasian sebelah tuh.” Balasnya sambil menunjuk kos-kosan disebelahnya kemudian menyodorkan cappuccino Risca yang sedari tadi belum disentuhnya. “Tan, sini deh. Jangan ganggu si Risca dulu. Dia lagi sensi berat sama dosennya.” Tambahnya sambil menepuk kursi di sebelah kanannya mengingat posisi Risca ada si sebelas kirinya.

So ?

“Apanya ?”

“Carissa.” Geram Tania sambil meneguk kasar cappuccino miliknya.

“Ih, nggak pake dihabisin juga kali, Tan ! Nih liat semua yang aku buka. Urut dari kiri ke kanan !” Balasnya sambil meneguk habis sisa cappuccino di gelasnya sampai tetes terakhir.

Setelahnya ia terkekeh geli melihat ekspresi-ekspresi ajaib Tania. Bentar-bentar mangap, bentar-bentar meringis, bentar-bentar serius, dan bentar-bentar yang lainnya.

Sedangkan dirinya ? Ia benar-benar bingung. Harus bersikap biasa atau malah menjauhi Mario atau malah mendekati si Mar... Err… Yang terakhir coret aja deh !

Yang jelas, Mario ini adalah player dan heart breaker. Jadi, ia harus tetap hati-hati dan waspada. Merkipun Mario bukan tipenya karena reputasi pemuda itu. Meskipun dirinya juga bukanlah selera Mario –mengingat betapa cantiknya pacar-pacarnya. Meskipun dirinya adalah orang yang susah jatuh cinta.

Lovey DoveKde žijí příběhy. Začni objevovat