10. Indecision

13.8K 661 5
                                    

Mario menghela nafas kesal. Kalau biasanya ia mendapati wajah manis Rissa di setiap ia membuka mata, hari ini ia hanya mendapati wajah perawat yang bertugas mengantarkan makanannya. Walaupun wajah perawat ini berkali-kali lebih cantik dibanding Rissa, tapi ia tetap merasa ada yang hilang.

Tadi sebelum ia sholat subuh, Rissa mengabari bahwa hari ini ia telat menjenguk karena urusan keluarga via telepon.

Urusan keluarga? Mengingat dua kata itu membuatnya menyeringai pedih. Kapan terakhir kali ia memiliki urusan keluarga?

Ha ! Jangankan urusan keluarga ! Keluarga saja rasa-rasanya juga nggak punya ! Kecuali kalau gadis itu ingin menjadikannya bagian keluarganya, dengan senang hati ia akan menerima. Mencoba membangun keluarga yang diimpikannya sejak kecil dengan Rissa sebagai ibu dari anak...

“Masuk.” Ucapnya ketika pintu kamar rawatnya diketuk dari luar. Membuat imajinasinya bersama Rissa rusak total. Setelahnya terlihat dokter Fredy –dokter spesialis yang menanganinya masuk sambil menenteng amplop besar bewarna coklat muda.

“Pagi, Pak Mario.”

“Pagi, dok.”

“Ini hasil rontgen Pak Mario.” Mario hanya menatap was-was hasil rontgen miliknya. Bukan karena ia tak ingin segera sembuh, melainkan karena ia takut. Ia benar-benar takut. Karena kalau ia pulih, ia tak akan pernah bertemu Rissa setelah magang gadis itu yang akan selesai setengah bulan lagi.

Astaga ! Membayangkan saja sudah membuatnya ingin cepat-cepat mengikat gadis itu agar tak jauh-jauh darinya !

“Menurut hasil itu, Pak Mario sudah di bolehkan pulang. Tapi jangan melakukan hal-hal berat dulu karena retak pada tulang Pak Mario belum benar-benar pulih.”

Tanpa dirasa, Mario menghela nafas lega. Semua bebannya seperti terangkat ketika mengetahui ia masih memiliki kesempatan untuk membuat Rissa terpesona kepadanya.

“Kalau begitu kapan saya diperbolehkan pulang ?”

“Besok Anda sudah diperbolehkan pulang, Pak Mario.” Senyumnya terkembang sempurna ketika otaknya mengusulkan ide cemerlangnya. “Baik, saya permisi dulu, Pak Mario.”

“Terima kasih banyak, dok.” Setelah dokter itu keluar, Mario terkekeh kecil. Akan dibuatnya Rissa jatuh kedalam pesonanya seperti ia jatuh kedalam pesona gadis itu. Dan melancarkan misi terselipnya.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

“Oh ya, ngomong-ngomong gimana kabarmu sama Orion, Riss?” Pertanyaan kakak sepupunya ini mau tak mau membuat bunga yang di pegangnya jatuh dan ia merasa tubuhnya lemas detik itu juga. “Masih Long Distance ya?” Tanya kakak sepupunya lagi. Rissa yakin konsentrasi Andin masih seratus persen pada bunga-bunga yang baru saja dipilihnya.

“Eng… I-iya, Mbak.”

Jujur sudah dua tahun lebih ia lost contact dengan pacarnya, Orion. Batinnya tertawa getir. Pacarnya ? Rasa-rasanya status itu sudah kandas bagi Orion. Sudah lama sekali nama itu hilang dari hidupnya. Terlebih karena sosok Mario disampingnya. Dan ia cukup menyesali ketika Andin menyebutkannya lagi.

Lovey DoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang