18. This Beautiful Chance

11.8K 656 8
                                    

Rissa menatap amplop coklat yang di bawa Mario dengan was-was. Amplop itu berisi hasil pemeriksaan terakhir tangan Mario. Ia berdoa dalam hati, semoga semua pengorbanannya tidak akan berakhir sia-sia.

“Jangan ngintip! Biarin gue liat duluan.” Perintah Mario tiba-tiba sambil meletakkan kembali amplop itu ke pangkuannya. Membuatnya mencebik sebal.

“Iya-iya! Bawel banget deh dari tadi!”

Mario hanya terkekeh geli. Membuatnya keki sampai akhirnya ia melangkah menuju dapur dan dengan sengaja menginjak kaki Mario. Membuat Mario menahan senyum sambil meringis kesakitan –mungkin.

Setelah di dapur. Ia membuat dua cangkir teh hangat. Untuknya dan Mario. Kedua sudut bibirnya tak henti-hentinya membetuk seulas senyum bahagia sejak sejam yang lalu. Saat mereka berdua mengambil hasil pemeriksaan di rumah sakit tempat Mario dirawat dulu.

“Gue takut.” Lirih Mario sambil menatap kosong amplop yang di pegangnya.

“Ih masa cowok takut seh! Hasilnya bagus-bagus, Yo. Jangan takut deh. Kamu pasti sembuh.”

Entah ia salah ngomong atau tidak, Mario menatapnya dalam. Membuatnya salah tingkah.

“Bukan. Gue nggak peduli sama sekali sama tangan gue. Yang gue takutin itu elo.”

“Aku?!”

“Gue takut waktu lo tau hasilnya gue udah sembuh total, lo bakalan ninggalin gue.” Sontak ia tertawa keras. Keras sekali, sampai-sampai kedua sudut matanya berair dan ia menjadi tontonan dadakan di lobi rumah sakit.

“Ya Ampun, Mario. Udah deh ya, itu tergantung sikon. Sekarang kita pulang terus liat amplop itu.” Balastnya sambil tersenyum dan menyeret tangan kiri Mario –yang terbebas dari vonis retak-retak ke tempat parkir.

Di dalam mobil, Mario tak henti-hentinya menatapnya kemudian berucap “Jangan pergi, ya.” Atau “Jangan tinggalin gue, darl.” Atau yang lebih gombal. “Gue hampa kalo lo pergi.” Membuatnya mau tak mau menahan senyumnya agar tidak bertambah lebar dan akhirnya tertawa keras.

Sedetik kemudian tubuhnya terasa dipeluk dari belakang. “Ih ngapain seh peluk-peluk, Yo?!” Tanpa menoleh pun ia tahu bahwa yang tengah memeluknya adalah Mario.

“Jangan tinggalin gue ya, Riss. Gue sayang banget sama lo.” Lirih Mario yang masih menenggelamkan wajahnya di lekukan lehernya yang tertutup jilbab.

“Emang kenapa?” Balasnya “Kamu udah sembuh?” Terdengar helaan nafas kemudian diikuti anggukan kecil di lehernya. Entah sadar atau tidak, tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala Mario yang ada di bahunya. “Kalo kamu minta aku tinggal disini, aku nggak bisa, Mario. Nambah dosa nanti.”

Rissa meringis geli ketika kedua lengan Mario mempererat pelukanya di pinggangnya.

“Kalo itu alasan lo, gue bawa lo ke KUA sekarang juga. Kita nikah sekarang juga biar nggak ada alasan lo buat pergi dari gue.” Bisik Mario tepat di telinganya. Membuat bulu romannya berdiri.

“Mario–”

Please, Carissa. Paling nggak jangan jauhin gue, ya.”

 Ia menghela nafas yang sedari tadi ia tahan tanpa sadar. Kemudian mengangguk. Membuat Mario mengeratkan pelukannya lagi dan mengecup puncak kepalanya sekilas. “Thank you, babe.”

“Ini nih, baru ngerti aku ada orang yang nggak seneng waktu dibilang sembuh.” Sindirnya sambil mencoba melepaskan pelukan Mario.

Boro-boro deh lepas, yang ada Mario menangkap tangannya dan ikut di peluknya sekalian. “Ya kalo gue sembuh terus lo ninggalin gue, mending gue sakit selamanya.”

“Amin deh amin.”

“Dih ! Jelek banget doanya, Yang.”

“Salah sendiri ! Ngomong tuh dijaga, ntar kalo di kabulin beneran tau rasa kamu!”

Kemudian Mario melepas pelukannya. Membuatnya bisa bernapas banyak-banyak setelah dipeluk erat tadi.

“Yang, sebenernya kita itu apaan sih?”

Ia menatap Mario bingung. Pertanyaan macem apa coba?! “Ya manusia lah, apalagi coba?”

“Duh, susah banget deh.” Gerutunya pelan kemudian mencubit pipi Rissa. “Are we in relationship, babe?”

Entah mengapa pertanyaan Mario membuat wajahnya terasa panas tiba-tiba.

“Butuh apa lagi biar kamu percaya kalo aku sayang sama kamu, Carissa?”

“Kok kamu?” Eh– keceplosan. Sontak ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan menatap sekilas Mario yang tersenyum manis kepadanya.

Aduh Mario ! Jangan senyum dong ! Bikin deg-degan ini ! Ya Allah, selamatkan jantung hamba. Doanya dalam hati sambil mengalihkan tatapan matanya dari manik mata Mario.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Mario tersenyum menahan tawa sambil menatap dalam-dalam cewek pemikat hatinya yang masih saja salah tingkah ini. Gemas juga lama-lama melihat wajahnya yang semakin memerah ketika tatapan mereka bertemu.

Entah kekuatan dari mana, ditangkupnya wajah Rissa yang makin lama makin merah karena kelakuannya. Ditatapnya tepat ke manik mata bewarna –entah bewarna apa, yang ditangkapnya warna iris cewek ini sering gonta-ganti karena pantulan cahaya.

“You know, I’d never been like this before.” Lirihnya. “Carissa, as you know. I’m used to loving you.” Tambahnya sambil menempelkan dahinya ke dahi Rissa yang tertutup kain jilbabnya. Astaga, dari jarah sedekat ini saja ia tak mampu memastikan warna iris Rissa yang tampak mengkilat seperti kelereng hitam itu.

“Eng– then?” Gadis di hadapannya ini terlihat sedang berusaha keras untuk mengalihkan tatapan matanya. Senyum di bibirnya semakin berkembang ketika intensitas kedipan Rissa meningkat. Gadis ini jelas sama gugupnya dengan dirinya.

Be mine please.” Jantungnya berdetak lebih kencang ketika menangkap ekspresi tak yakin dari wajah Rissa. “Rissa, mungkin gue bukan cowok perfect yang ada di novel-novel. Tapi gue bakal berusaha buat ngelindungin lo, jagain lo, bahagiain lo. Please, biarin gue jadi cowok yang bakalan buka lembaran baru lo, bantuin lo ngelupain Orion.”

“Tapi Mario, aku Cuma nggak pengen kamu jadi pelarianku. Aku–”

Please, Carissa. Jangan bikin gue takut. Gue bener-bener takut ngeliat lo balikan lagi sama–” Tubuhnya terhuyung ke belakang ketika Rissa memeluknya tiba-tiba. Erat dan hangat. Seperti ada ribuan volt yang menyetrumnya secara bersamaan. Tubuhnya yang awalnya menegang karena takut, menjadi rileks seketika. Semua bebannya terasa terangkat. Semuanya. Pikirannya juga kembali tenang.

Inikah efek dari pelukan seorang Carissa? Gadis yang mampu membuatnya terpikat dengan semua kesederhanaannya? Kalau sedahsyat ini efek pelukannya, ia bakal rela melakukan apapun untuk mendapatkan hatinya. Apapun!

Stop, Mario. Stop. Aku bukan cewek yang suka liat ke belakang. Aku bukan cewek–”

It’s okay, dear. Gue nggak bakalan maksa perasaan lo buat nerima gue. Tapi please–” Balasnya sambil mengusap punggung Rissa dengan lembut. “Please, jangan tinggalin gue. Biarin gue–”

Just help me like what you said, Mario.”

“Huh?” Di uraikannya pelukan di tubuh mungil Rissa dan ditatapnya manik mata Rissa tajam. Mencoba mencari kesungguhan.

Just help me to forget him.”

Jantungnya berdetak beribu-ribu kali lipat. Ada rasa hangat yang mengalir di seluruh tubuhnya. Terlebih lagi ada rasa senang yang seolah-olah ingin meloncat keluar saking banyaknya. Membuatnya tanpa sadar memeluk Rissa dengan sangat erat dan memutarnya di udara.

“I’ll do. I’ll do, Carissa.” Balasnya sambil menghujani puncak kepala gadis –yang sekarang resmi menjadi gadisnya dengan kecupan-kecupan terimakasih. Oh, Thank God for this beautiful chance.

Hanya dengan secuil harapan dari gadis yang tengah di peluknya ini, ia benar-benar merasakan kebahagiaan. Cukup sesederhana itu.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Lovey DoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang