9. Jealousy

14.5K 733 4
                                    

Silau sinar matahari mulai memaksanya untuk bangun dari tidur singkatnya. Padahal ia baru saja tidur setelah sholat subuh tadi. Sedangkan sekarang sudah pukul enam pagi. Itu tandanya, ia baru saja tidur selama dua jam. Tidur dua jam sehari.

Itu semua terjadi sejak dirinya menginjak usia remaja dan sepertinya itu telah menjadi kebiasaannya sampai dewasa ini. Entah kebiasaannya itu sudah dapat disebut sebagai insomnia atau bukan, yang jelas Mario sangat tahu bahwa kebiasaannya itu sangat-sangat berakibat buruk pada kesehatannya. Tapi ia benar-benar seperti orang yang tidak memiliki penyemangat untuk membantunya dalam menghadapi kebiasaan ini.

“Assalamualaikum.” Sapa seseorang yang suaranya benar-benar sudah dikenalnya, bahkan dirindukannya. Suara yang mampu menggetarkan jiwa dan raganya.

“Waalaikumsalam.” Balasnya sambil tersenyum. Senyuman yang selalu muncul tanpa ia kendalikan saat melihat sosok Rissa dihadapannya.

“Assalamualaikum.” Tiba-tiba saja ada sosok laki-laki asing yang ikut masuk ke dalam kamar inapnya dan yang membuatnya panas dingin adalah cowok sipit itu langsung tersenyum pada Rissa dan sepertinya Rissa dengan senang hati langsung membalas senyuman cowok pengacau itu dengan suka rela.

“Pagi, Mario.” Sapa Rissa sambil menaruh sekotak buah ke atas nakas disamping ranjangnya. “Pagi, Mr. Mario.” Tambah cowok pengacau itu sambil sedikit menganggukan kepalanya sopan.

“Oh ya, Yo. Ini Alvan, temenku.” Ucap Rissa sambil menunjuk Alvan yang tengah berdiri di sampingnya. Pastinya dengan cengiran lucunya. Membuat rasa kesalnya hilang seketika. Walaupun masih seutuhnya muncul ketika ia menatap Alvan.

“Hai, gue Mario.” Dengan enggan disunggingkannya senyumannya. Entah ikhlas atau tidak, yang penting ia tersenyum, barangkali senyumannya malah dibalas oleh senyuman memuja milik Rissa. Senyuman yang selama ini ia nanti-nantikan. Kemudian dengan enggan juga diangkatnya tangannya sebelum akhirnya ditahan oleh sentuhan lembut yang menenangkan membuat semua jiwa dan…

“Eh, jangan dibuat gerak dulu !” Kata Rissa sambil mencoba melebarkan mata orientalnya itu. Membuat semua imajinasinya rusak total. “Duduk dulu deh, Van. Istirahat bentar.” Tambahnya sambil meringis lucu pada Alvan yang disambut dengan senyuman lembut. Membuat rahangnya tiba-tiba mengeras.

“Aku kesini Cuma sampe jam tujuh doang, ya. Kamu kan ngerti sendiri Jogja-Semarang lumayan juga. Jadi…”

You don’t need to go there, Rissa.

What ?

“Bolos aja.” Balas Mario ringan. Sejujurnya ia hanya tak ingin melihat Rissa pergi dan meninggalkannya. Apalagi dengan si Alvan tengik ini. Pagi-pagi udah bikin panas aja !

“Sembarangan ! Nanti kalo aku ngak lulus gimana !?”

Don’t worry. Gue bisa mintain izin lo ke Kevin.”

Ooh. Don’t you dare, Mr. Oliver !” Kemudian terdengan suara ketokan pintu, membuat Rissa berdiri dan entah apa yang ia lakukan, pokoknya ia kembali sambil menenteng sebuah baki. “Nih makan dulu. Abis itu…”

Tiba-tiba pintu terbuka dan memperlihatkan sosok kakaknya dan sosok gadis yang selama ini menghilang ditelan waktu. Sanders dan Racha.

“Hai, Mario !” Sapa Racha dengan nada lembutnya. Membuatnya tersenyum geli. “I miss you.” Tambahnya sambil mencoba untuk memeluknya. Walau bukan dalam arti pelukan beneran.

“Hai, Miss you too, Hun.” Balasnya. Membuat Sanders yang ada disampingnya membuatnya melotot marah. Yang pasti marah dengan sebutan sayangnya pada Racha.

“Mana yang sakit ?” Tanya kakaknya tiba-tiba. Membuatnya menyernyit heran. Pasti mau macem-macemin gara-gara ia berani menggoda Racha.

“Kenapa ?”

“Mau gue patahin !” Balasnya sambil menatapnya dengan sorot mata tajamnya itu. “Ya gue liat lah ! Parah apa enggak ?”

“Nggak dong, kan dirawat sama bidadari disamping gue. Ya nggak, Riss ?” Tanyanya kemudian menoleh pada Rissa yang sedari tadi sejak kedatangan Sanders dan Racha hanya diam. Tapi ternyata…

Rissa sedang menatap Sanders dengan tatapan memuja. Membuatnya melengos. Apa bedanya ia dengan Sanders ? Sampai-sampai harus Sanders duluan yang mendapatkan tatapan memuja seperti itu. Padahal kan ia duluan yang bertemu dengan Rissa !

“Eh, ini pacarmu, Mar ?” Tanya Racha tiba-tiba. “Hai, aku Racha.” Kali ini, Rissa gelagapan. Membuatnya terkekeh geli menatap tingkah laku Rissa. Lucu.

“Rissa, Mbak.”

“Udah berapa bulan ?”

“Ha !? Apanya ?” Tanya Rissa dengan ekspresi syok berat. Membuatnya tertawa terbahak-bahak. Mata orientalnya yang membesar dan mulutnya yang sedikit terngannga karena saking kagetnya dengan pertanyaan ambigu Racha. “Ih, apaan sih!?” Tiba-tiba saja cubitan maut Rissa mampir si kakinya, membuatnya meringis tertahan sambil menahan tawanya.

“Kamu udah pacaran berapa bulan sama Mario ?”

Kali ini ia yang ternganga melihat reaksi Rissa yang aneh. Gadis disampingnya ini tertawa dengan tawanya yang khas –seperti orang cegukan. Ia menatap Racha dan Sanders yang menahan tawanya melihat reaksi Rissa. Sedangkan Alvan –jangan ditanya lagi, cowok itu hanya tersenyum lembut sambil menatap Rissa. Membuat darahnya mendidih.

“Aduh, kaku.” Ucapnya masih dengan memegangi perutnya disela tawanya yang mulai mereda. “Ya ampun, aku sama Mario itu bukan apa-apa kok, Mbak. Bahkan dibilang kenal juga belum bisa.”

“Loh !!” Sialan ! Masa sampe dibelain masuk rumah sakit gini masih dibilang belum kenal !?

“Loh kok gitu ?” Tanya Sanders yang sedari tadi diam. Membuat Rissa kagok entah karena grogi atau apa. Yang jelas itu malah membuatnya lebih panas dari sebelumnya.

“Ya… ya… ya soalnya, kita ketemunya secara kebetulan, Mas.” Balasnya. “Bahkan aku belum nyebutin nama, sejak pertama kali ketemu.”

“Tapi kok ini anak manggil lo Rissa ? Emang itu bukan nama lo ?”

 “Eh… Ya kalo itu aku sendiri nggak paham. Mungkin dia taunya dari temen-temen ku.”

“Kenapa lo diem ?” Tanya Sanders pada dirinya yang masih saja bungkam.

“Nggak papa.” Singkat. Padat. Dan jelasnya, ia sendiri juga nggak ngerti kenapa ia bisa seperti ini

“Ehm, kalo gitu aku sama Alvan mau ke Semarang dulu ya, Yo.” Sontak matanya melebar, setelah ia menunjukkan kekuasaannya seperti tadi, gadis ini masih tetap keuh-keuh !?

“Gue bisa anterin lo.”

“Ha !? Jangan ngaco deh ! Udah deh, ya. Itu makannya jangan lupa dimakan, biar cepet sembuh. Take care, Mario.” Ucapnya sambil tersenyum manis. Membuatnya terbang dan lupa daratan. Membuat jantungnya berdetak kencang mengalahkan gebukan drum sebuah lagu bergenre paling keras. Membuatnya bahagia bukan main. Yang paling penting adalah membuatnya ingin memiliki si pemilik senyuman itu, agar ia dapat melihat senyuman manis disaat ia mulai membuka mata sampai saat ia kembali menutup mata.

Astaga, Rissa ! Kenapa efek sebuah senyuman bisa membuatnya lupa daratan, lupa diri, dan lupa segala-galanya –kecuali lupa ingatan. Kalau efek senyumannya segila ini. Ia bertekad, ia pasti akan melakukan apapun demi melihat senyuman seindah itu. Pasti.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Lovey DoveWhere stories live. Discover now