28. The Ending

19.3K 834 28
                                    

Hari demi hari berlalu, jam demi jam berlalu, dan itu membuatnya semakin gelisah. Keringat dingin mulai membanjirinya sejak perias –yang notabenenya perias yang sangat terkenal di ibu kota ini memoleskan riasan di wajahnya.

Sekarang di benaknya, bukan hanya resah gara-gara memikirkan tentang kemungkinan siapa yang menjadi calonnya, melainkan juga sindrom pra nikah yang biasanya menyerang calon pengantin.

Ingin rasanya ia melarikan diri dari rumah orang tuanya. Tapi itu hanyalah angan-angan konyol yang tak akan pernah terjadi.

Sedari tadi, ia hanya bisa memejamkan matanya sambil mengucapkan asma-asma Allah, bershalawat nabi, sampai membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang ia hafal.

“Kak.”

Sontak ia terlonjak kaget dan langsung membuka matanya. “Ya Allah, Elenna! Bikin orang kaget aja!”

“Subhanallah, cantik banget.” Ucap adiknya yang masih melongo dan terdiam di pintu kamarnya.

“Kak Elenna lama ba– Subhanallah.” Ia terkekeh geli melihat adik-adiknya yang menatapnya takjub. Entah secantik apa ia hari ini sampai-sampai kedua adiknya melongo seketika. “Itu Kak Rissa, Kak?”

“Nggak ngerti.” Balas Elenna yang masih saja ternganga.

“Awas tuh make up mu luntur gara-gara iler.” Sontak Elenna tersadar dan langsung meraba tepi bibirnya. Sedetik kemudian ia mendelik kesal dan mengacungkan kepalan tangan untuknya. Membuatnya kembali terkekeh geli.

“Cantik-cantik kok tetep nyebelin!” Gerutunya sambil masuk ke dalam kamarnya. “Buruan tuh udah pada siap. Ini malah semedi.”

Pra wedding syndrome, Na! Besok deh kamu bakalan ngerasain.”

Tapi lambat laun ia bisa menyadari arti pandangan kedua adiknya ini. “Kata ayah, diantara dua pilihan, calonmu ini bakal jadi yang terbaik buat kamu, Kak.”

Jantungnya kembali berdebum dengan kencangnya. Tiba-tiba saja wajah judes Dennis berkeliaran di benaknya. Membuatnya gemetaran. Terlebih saat bayangan Mario juga hadir di benaknya. Membuatnya dilanda sindrom kangen berat.

Ya Allah, kalau diizinkan, aku berharap Mario akan datang dan menyelamatkannya dari mimpi buruknya. Err–– Kok jadi Mario?! Sontak ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Mungkin Mario sudah melupakannya karena keputusan bodohnya.

“Aku percaya sama Ayah, dek.” Balasnya sambil tersenyum getir.

“Tapi aku nggak yakin kalo kamu bakal setuju sama Ayah, karena jujur.” Ia tersenyum getir saat mendengar helaan nafas adiknya. “Aku nggak setuju sama keputusan Ayah kali ini.”

“Kak Elenna, kalo Kak Rissa yakin, kenapa kita enggak? Kalo pun keputusan Ayah salah, pasti ada hikmah di dalamnya.” Ucap Davian, adik laki-lakinya.

“Udah-udah, kita buruan ke bawah yuk. Keburu mama nyamperin.” Ucap Rissa kemudian berdiri sambil menatap pantulan dirinya di cermin. Dengan segala kemungkinan dan resiko yang ada, ia akan mengawali langkahnya dengan bismillah.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Rissa mencengkram erat lengan Davian dan tangan Elenna yang setia di sampingnya. Mulai sejak ia datang di masjid yang di gunakan untuk acara ijab qabul sampai bapak penghulu mengucapkan bismillah tanda acara ini di mulai.

“Saya nikahkan Carissa Latifia Erine binti Muhammad Fabian dengan seperangkat alat sholat dan perhiasan senilai lima puluh juta rupiah di bayar tunai!”

Aduh, Ya Allah. Suara bapak penghulu terdengar di pengeras suara di ruangan tempat ia berdiam diri ini. Ia benar-benar gugup sampai ia lupa cara bernafas. Ia hanya bisa terus menggenggam erat lengan dan tangan kedua adiknya yang sibuk menenangkannya ini.

Lovey DoveWhere stories live. Discover now