17. New Sensation

11.3K 663 9
                                    

Diliatin tajem banget sama bos sendiri itu… Rasanya kayak ketahuan nyontek waktu ujian! Eh– lebih parah deh, rasanya kayak penjahat tingkat tinggi lagi di introgasi di ruangan terisolasi sama intel-intel berwajah sangar! Sama seperti saat ini. Hanya dirinya dan Mario. Berdua di ruangan kerja Mario yang ternyata terkesan sangat dingin ini. Entah sadar atau tidak ruangan Mario membuat bulu romannya berdiri.

“Ng––” Jujur, ia tak suka jika berada dalam keadaan sunyi senyap seperti ini. Rissa mengubah posisi duduknya dengan gelisah. Bingung merangkai kata agar bisa menjadi bahan obrolan. “Saya punya salah ya, Pak? Kok sampai di bawa ke ruangan Direktur utama gini?”

Dilihatnya Mario hanya tersenyum simpul. Tatapan matanya yang sangat tajam dan mencekam masih belum berniat untuk beralih. Ini bukan Mario yang dikenalnya. Atau malah inilah sosok Mario yang tidak dikenalnya?

What do you feel, Carissa?” Tanyanya lirih.

“Eh?”

What did you feel after you meet him, Carissa?” Ia mengerutkan keningnya. Bingung dengan maksud Mario Bross yang sedang memasang wajah super serius di hadapannya ini. Him? Who?

“Maksud Bapak­– Err… Maksudmu?”

I know that Orion met you yesterday, Carissa.” Balasnya sambil mengusap wajahnya dengan gusar. “Please, tell me. Gimana perasaan lo?”

Tubuhnya menegang saat itu juga. Jantungnya seolah berhenti berdetak. Detik itu juga ia benar-benar merasa bahwa sekelilingnya terasa mencekam. Tanda bahwa ia sedang gusar. Satu fakta lagi yang belum ia ketahui, Mario mengenal Orion.

It’s not your own business, Mr. Oliver. Permisi.” Dengan cepat ia bangkit dari kursi dan berniat keluar. Sialnya, pintu ruangan semua direktur disini adalah pintu otomatis yang hanya dapat dikendalikan oleh pemilik ruangan. “Open this door, please.”

Then I let you meet with that bastard, huh? Just keep your wish,Carissa.

Lagi-lagi jantungnya terasa berhenti berdetak. Orion ada disini? Tapi– Bagaimana bisa? Tiba-tiba saja tubuhnya terasa dingin dan bergetar. Ia memejamkan matanya rapat-rapat mencoba mengusir ingatannya tentang undangan itu. Tentang Orion yang berkelebat. Tentang semua yang berkaitan dengan masa lalunya dan Orion.

Ingin rasanya ia menangis. Menyeimbangi rasa sesak yang menekannya. Tapi, ia benar-benar tak bisa menangis untuk kali ini. Sudah terlalu banyak air mata yang ia keluarkan hanya untuk Orion.

“Jujur–” Suara Mario terdengar lagi. “Gue–” Terdengar suara helaan nafas Mario diiringi dengan decitan roda kursi yang bergesekan dengan lantai.

Tiba-tiba saja sepasang lengan keras memeluknya dari belakang. Menenggelamkannya ke dalam pelukan Mario. “Mario, please let me go.” Bisiknya lemah. Ia bisa merasakan gelegan dan hembusan nafas Mario di lehernya.

Ia menggigit bibir bawahnya erat-erat. Bingung dengan keadaannya sendiri. Mengapa pelukan Mario terasa begitu nyaman disaat dirinya sedang seperti ini? Dan mengapa aroma Mario bisa membuatnya tenang? Ya Allah, Apa arti semua ini?

“Gue takut lo bakalan balik lagi sama Orion. Karena sebenernya Orion–”

Ia menggigit bibirnya kuat-kuat sambil menunggu kelanjutan Mario. Jantungnya berderup lebih kencang.

“Karena sebenernya Orion masih ada rasa buat lo.”

Tubuhnya terasa lemas seketika. Bukan, bukan karena rasa senang yang membuncah. Hanya saja ia merasa ada yang menolak dari dalam dirinya. Entah apa.

“Gue takut semua usaha gue selama ini bakalan sia-sia dan lo bakalan tetep milih Orion.” Lanjut Mario dengan suaranya yang terdengar bergetar.

Ia memejamkan matanya rapat-rapat. Hatinya terasa ngilu mendengar semua ketakutan Mario. Entah kekuatan darimana ia berbalik memeluk Mario dan membenamkan wajahnya di dada Mario membuat tubuh yang dipeluknya terasa kaku. Menahan tangisnya agar tidak tumpah.

“Aku bukan orang yang suka nengok ke belakang, Mario. Jalan di depanku masih panjang.” Ucapnya dengan suara yang bergetar. “Just let it be. Just continue what you do, Mario.” Tambahnya lirih.

Sedetik kemudian ia merasakan pelukan Mario bertambah erat. Sangat erat. Setelah itu ia merasa puncak kepalanya dihujani dengan kecupan secara bertubi-tubi dari Mario.

Kemudian Mario melepas pelukannya dan menangkup wajah Rissa dengan kedua tangannya yang besar. “I promise that I’ll do my best to make you be mine, darl.

Sontak kedua matanya membesar dan wajahnya terasa panas mendengar ucapan Mario. “Ih gombal deh!” Balasnya sambil memukul pelan dada Mario yang langsung di sambut pelukan Mario.

Love you too.”

“Ih siapa coba yang bilang love you?”

“Nah itu bilang.”

“Ah tau deh !” Balasnya sambil melepaskan diri dari pelukan Mario. Kemudian meraih kenop pintu Mario yang masih saja tidak bisa dibuka. Dengan gerakan cepat, ia berbalik dan menatap tajam Mario yang masih setia menatapnya dengan senyuman yang mampu membuatnya ketar-ketir. “Open the door, Please Mr. Oliver.”

Mario hanya terkekeh geli kemudian berjalan mendekat ke arahnya. “You know, babe. Cuma lo yang berani manggil gue pake nama keluarga gue.”

“Kamunya aja yang nggak perhatian.”

Well, emang Cuma lo yang bisa ngambil perhatian gue.”

“Gombalannya nggak mutu deh, Mas.” Cibirnya sambil memutar bola matanya. “Dari pada ngegombal, mending bukain pintu deh, Yo.”

Tiba-tiba saja kedua sisinya di kuruh oleh kedua lengan Mario. Membuatnya mengkerut di tengah-tengahnya.

“Kenapa sih nggak betah banget di ruangan gue, huh?”

“Ya soalnya ada kamu seh.”

“Emangnya gue ngapain?” Tanya Mario sambil terus mendekatkan wajahnya. Membuatnya terus menerus menunduk karena belakang kepalanya udah mentok pintu.

“Ya– enggak ngapa-ngapain seh.”

Then?

“Ah udah deh, bukain pintunya!”

Answer me first, babe.” Bisik Mario tepat di telinganya kemudian meniupnya pelan. Membuatnya bergidik. Ia bisa merasakan semua bulu romannya berdiri seketika. “Kalo nggak mau jawab, jangan harap lo bisa keluar dari sini.” Tambahnya semakin menenggelamkan wajahnya di lehernya sambil meniupnya sesekali. Membuatnya benar-benar merinding.

“Ya– Ih kamu nggak ngerti seh. Deg-degan tau!”

Sontak kepala Mario menjauh darinya kemudian menatapnya dalam. Membuatnya mau tak mau ia harus mengalihkan tatapannya dari manik mata Mario.

As you wish, Majesty.” Balasnya sambil tersenyum lebar. Kemudian ia berbalik arah dan menekan tombol –entah apa itu dan terdengar suara pintu terbuka.

Dengan gerakan cepat, ia segera berbalik untuk membuka pintu lebih lebar dan meninggalkan ruangan terkutuk beserta dengan penghuninya yang mampu membuat jantungnya jumpalitan dengan ulahnya yang neko-neko itu.

Namun tak bisa ia pungkiri, ia merasakan suatu hal lucu dari dalam tubuhnya. Setelah dirasa cukup jauh, ia menoleh ke belakang. Rissa mendapati Mario yang tengah menyenderkan dirinya ke gawangan pintu sambil bersedekap. Oh, juga senyuman manisnya yang selalu available untuknya.

Segera ia membalikkan dirinya sambil mencoba menahan senyumnya. Tangannya mencoba menekan dadanya yang terasa sesak karena rasa senang yang berlebihan.

Astaga, kenapa ia jadi lebay seperti ini ?!?

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Lovey DoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang