8. Affection & Attention

14.7K 744 3
                                    

Sejak kejadian nahas itu, Rissa selalu dihantui rasa bersalah. Bagaimana tidak !? Akibat ketiban ranting pohon ditambah dirinya sendiri, tulang dahi Mario retak –walaupun hanya dua senti. Tak hanya itu, tulang lengan atas dan tulang hasta tangan kanannya juga retak. Hampir patah malah.

Akhirnya, mau tidak mau ia harus menebus semua yang diakibatkan karena ulahnya, walaupun bukan seluruhnya. Itu juga wejangan dari mamanya setelah ia memberi kabar via telepon. Lebih parahnya lagi, Mario seolah-olah sedang menyusun trik balas dendam atau apapun itu. Karena cowok aneh itu selalu saja tersenyum geli sekaligus menyeringai jahil ketika melihatnya datang untuk menjenguk.

Seperti saat ini !

“Apa !? Senyam-senyum gaje gitu!” Dengan gontai ia berjalan ke arah sofa untuk meletakkan tas ranselnya. Kemudian berbalik lagi ke arah pintu untuk mengambil jatah makanan Mario. “Makasih, suster.” Ucapnya sambil tersenyum tanda terima kasih pada perawat cantik yang mau bersusah payah mengantarkan jatah makanan Mario. Setelah itu, ia meletakkan nampan berisi makanan, air mineral, susu, serta obat di nakas dekat ranjang dan menyodorkan sepiring makanan khas rumah sakit pada Mario.

“Lo nggak liat tangan gue ?” Ujarnya sambil mengangkat sedikit tangan kanannya.

“Alibi !” Dengusnya sebal. Rencana malam mingguannya kali ini dengan Tania gagal sudah ! Padahal kan besok hari ulang tahun Risca. “Nih !” Ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi dan sayurnya ke mulut Mario.

“Rasain dulu dong, yang kemarin rasanya keasinan soalnya.”

Ia menyeryitkan keningnya heran. Anehnya mulai kumat deh. “Kok aku sih yang suruh nyobain ?”

“Suruh nyobain siapa lagi emang ?”

Dasar ! Pinter banget ngelesnya ! Dengan malas disuapnya sendok berisi makanan itu ke mulutnya. Lambat tapi pasti di rasakannya semua rasa yang ada pada makanan itu. “Pas. Tapi ya, masih rada hambar gitu.” Ucapnya sambil menyendok nasi dan sayurnya lagi. “Udah deh, Mario. Makan aja napa !? Biar tulang-tulangmu itu cepet utuh lagi. Biar kamu bisa kerja lagi. Biar kamu cepet pulang. Biar kamu nggak minta macem-macem ke aku lagi. Nih !”

Emang dasarnya udah gila kali ya, mangkannya diomelin malah senyam-senyum nggak jelas gitu! Sedetik setelahnya, cowok cakep tapi aneh ini mulai makan dengan lahap. Saking lahapnya, belum sampai sepuluh menit ia menyuapi, makanannya ludes tak bersisa.

“Gue udah nemuin tugas yang cocok buat lo.” Ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi yang sedang menayangkan berita dalam negeri itu.

Karena penasaran, ditariknya kursi di samping ranjang Mario lebih dekat. “Oh ya? Apaan?”

“Jadi tangan kanan gue.” Balasnya sambil menatap tajam dirinya.

Matanya terbelalak seketika. “Ha !!?”

“Jadi tangan kanan gue.”

“Maksudnya? Jadi orang kepercayaan gitu?”

“Intinya sih gitu. Tapi tugas lo lebih spesifik.”

“Apaan?”

“Lo gantiin tangan kanan gue buat bikin makanan, bikin kopi, bersihin rumah… Intinya lo jadi tangan kanan gue di kehidupan pribadi gue.”

Ini asli, ia benar-benar ternganga. Mengerjapkan matanya berkali-kali berharap semua perkataan cowok itu hanyalah mimpi. Ini namanya ia akan dijadikan sebagai pembantu rumah tangga. “Emang aku pembantumu gitu ?” Umpatnya kesal. “Kenapa nggak minta asisten rumah tanggamu aja kalo gitu ?”

“Gue belum berumah tangga.”

What the !” Astaga ! Ampunilah mulut hamba yang hari ini penuh dengan umpat-umpatan, Ya Rabb. Ia menarik nafas panjang kemudian menghelanya perlahan. Berhadapan dengan cowok somplak dan aneh seperi Mario haruslah dengan tenaga ekstra. “Kamu pasti punya pembantu kan?”

“Punya. Tapi dia dateng seminggu sekali.”

Oh my–” Untuk kesekian kalinya, ia harus menghirup oksigen sebanyak-banyaknya kemudian menghembuskannya perlahan. Mengantisipasi kalau tiba-tiba saja ia terkena serangan jantung gara-gara Mario. “Terus kenapa aku harus jadi pembantumu?”

No, you’re not.”

Ia memutar matanya kesal. “Ooh, yes I am, Mr. Oliver.” Jelas-jelas cowok aneh ini ingin menjadikannya sebagai pembantu, masih saja ngeles sana-sini.

“Lo bukan jadi pembantu gue, lo Cuma gue suruh buat menjalankan tugas tangan kanan gue aja, Carissa.”

“Tapi kan–”

You’ve decided it before.”

Damn ! Mama kenapa ending-nya jadi gini sih !!? Dengan sebal ia hanya melipat kedua tangannya ke depan dada dan duduk menyilangkan kakinya. Rusak semua mood-nya gara-gara cowok sialan yang sedang merayakan kemenangannya dengan senyuman lebar di bibirnya.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

“Lo nggak mau makan dulu ?” Tanya Mario ketika tangan gadis ini sudah bersiap untuk menyuapinya –lagi.

“Udah, tadi habis sholat ashar aku ke kafetaria bentar buat cari makan. Nih !” Balasnya sambil menyendok nasi dan sayurnya lagi. “Oh ya, nanti aku keluar bentar ya. Tapi nanti jam sembilan balik kok.”

“Nggak kemaleman lo pulangnya ?”

“Emang sengaja. Soalnya sekalian mau nyiapin surprise buat Risca. Besok dia ulang tahun. Jadi aku sama Tania mau kasih kejutan spesial ke dia.” Entah mengapa tiba-tiba ia tersedak dan terbatuk karena ucapan Rissa barusan. “Gimana seh !? Ati-ati dong makannya.”

“Lo pulang berdua sama Tania naik motor !?” Tanyanya sambil melotot karena kaget. Ya kaget lah. Ini cewek pulang malem naik motor lagi! Kalo ada apa-apa gimana coba?

Pelan tapi pasti gadis dihadapannya menggeleng. Membuatnya menghembuskan nafas lega. “Aku pulang sama Alvan. Tania mengkondisikan yang di kosan. Kenapa ? Mau ikutan ?”

“Pinginnya sih.”

“Mimpi aja deh kamu. Orang tangan masih susah kek gitu mau ikutan. Yang ada ntar malah patah lagi.” Ujarnya sambil terkekeh geli. “Nih.” Tambah Rissa sambil menyodorkan segelas air mineral dan obatnya.

“Kalo itu sih konsekuensi deket cewek bar-bar kayak lo.”

“Maksudnya !?” Mario hanya terkekeh geli mendengarkan teriakannya. “Eh, aku cewek baik-baik ya ! Kalem, alim lagi ! Sembarangan aja bilang aku cewek bar-bar.”

“Yadeh, yang bilang lo kalem, alim, baek-baek kayak yang lo maksud itu orang buta kali ya.”

“Sembarangan deh !” Balasnya sambil memukul pelan bahu Mario dengan lap yang digunakan untuk menutup nampan. Membuat Mario meringis kecil.

Tapi gue suka. Tepat saat itu ponsel Rissa berdering ringan, menandakan ada pesan masuk.

“Aku pergi bentar ya, Yo.” Ucapnya sambil meraih tas dan merapikan isinya. “Baik-bak disini. Jangan buat ulah. Kalo kenapa-napa just call me. Oke ? See ya. Assalamualaikum, Mario.” Tambahnya kemudian melambaikan tangannya sekilas sebelum akhirnya tertutup oleh pintu kamar inapnya.

“Waalaikumsalam.”

Saat pintu benar-benar tertutup rapat, ia merasa ada yang hilang. Membuatnya tersenyum simpul. Sepertinya sedikit-banyak gadis itu telah berpengaruh untuk dirinya –jiwanya dan batinnya.

Sedetik kemudian ponsel disampingnya berdering ringan sama seperti sebelumnya. Membuat Mario menoleh dan mendapati ponsel Rissa tergeletak di atas nakasnya. “Gimana gue mau hubungin elo kalo ponsel lo ketinggalan gini ?” Gerutunya pelan sambil tersenyum simpul. Entah mengapa kali ini ia bisa merasakan kebahagiaan yang luar biasa indah. Hanya dengan kehadiran sosok Carissa.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Lovey DoveWhere stories live. Discover now