Part 14

4K 230 13
                                    

Manis dan Pahit

.
.
.

Hinata berlari tergopoh gopoh sambil memegangi perutnya yang mulai membesar melewati lobby sebuah gedung suatu perusahaan yang sangat mewah.

Gedung itu tidak lain adalah milik suaminya -Naruto-.

Hinata terus berlari menuju lift dengan napas yang tidak lagi beraturan. Orang orang yang melihatnya menatap dengan wajah khawatir karena nyonya dari pemilik perusahaan tempat mereka bekerja terlihat begitu berantakan dan kalut.

Namun setiap orang yang menanyakan tujuan Hinata tidak dihiraukan olehnya.

.
.
.

Sesampainya di lantai 10 gedung tersebut, Hinata langsung berlari ke arah sebuah ruangan yang bertuliskan "Vice President" yang terpampang jelas di pintu.

CLEK

Hinata langsung membuka pintu tersebut tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Napasnya mulai terengah engah, namun matanya terus mencari cari keberadaan orang yang sedang dituju.

Kiba tersentak ketika melihat Hinata yang datang ke ruangannya secara tiba tiba. Dia memang sudah mengira bahwa Hinata pasti akan menanyakan soal rencana pernikahan Naruto untuk kedua kalinya.

Kiba yang saat itu tengah duduk santai di sofa, langsung berdiri memberi hormat. Hinata berjalan mendekatinya. Namun Hinata tidak memperdulikan rasa hormat Kiba kepadanya. Dia langsung mencengkram kuat kerah baju Kiba dengan wajah yang diselimuti kemarahan dan air mata.

"Siapa wanita yang ingin dinikahi suamiku, Kiba??!!! Siapa?!!"

Hinata menggoyang goyangkan tubuh Kiba sambil terus menangis seperti seseorang yang sedang depresi.

"Saya bisa jelaskan, nyonya... Tapi... Nyonya harus duduk dan tenangkan diri dulu..."

Hati nurani Kiba cemas melihat sikap Hinata yang mulai tidak karuan. Terlebih lagi, Hinata saat ini sedang mengandung seorang anak. Jika Hinata mengalami frustasi berat, maka itu akan membahayakan kondisi janin di dalam rahimnya.

Akan tetapi, Hinata terus meronta dan memukuli dada Kiba sambil menggeleng gelengkan kepalanya. Kiba tetap tidak ingin bicara jika Hinata terus dalam kondisi yang tidak stabil seperti ini.

"Dengarkan saya, nyonya! Dengarkan saya!" Kiba meraih kedua tangan Hinata dan mencengkramnya dengan kuat.

"Saya akan memberitahukan ini semua kepadamu. Tapi, nyonya harus duduk dan tenangkan diri dulu. Itu tidak sulit kan?"

"Tidak! Dalam hal seperti ini, aku tidak bisa tenang, Kiba... Hiks hiks... Suamiku... Narutoooooo.... Hiks hiks."

Tubuh Hinata mulai melemah. Dia seolah pasrah jika harus dipinta duduk dan menenangkan hati. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Kiba. Dia membimbing Hinata untuk duduk di kursi kerjanya yang sangat empuk itu.

Setelahnya, Kiba langsung mengambil air minum yang ada di kulkas. Ruangannya sangat besar. Sehingga sebuah dapur mini pun ada di sana.

Kiba menyodorkan segelas air minum untuk Hinata. Perlahan lahan Hinata meneguknya. Kepalanya terasa sakit karena dia terus berlari dan berteriak teriak. Dia juga tidak berhenti menangis sepanjang jalan menuju ke gedung perusahaan milik suaminya.

"Sekarang tarik napas... Lalu hembuskan... Tenangkan pikiranmu, nyonya... Saya tahu ini pasti adalah hal yang tidak mudah bagimu. Tapi, ingatlah. Ada bayi yang menginginkan sebuah kehidupan... Tidakkah kau berpikir sampai ke sana?"

My HusbandWhere stories live. Discover now