30

61.2K 2.7K 7
                                    

Happy reading,  terima kasih sudah bersedia menunggu cerita ini. 

Semoga masih berniat untuk membaca.

Jangan lupa vote dan comment..

Apapun bentuk apresiasi kalian bener bener membuat aku semangat.  😊😊

***

"Apa kamu meragukanku?"

"Untuk sekarang,  iya."

Angela menatap Leo marah. 

"Dari awal sampai sekarang Le,  kamu pasti tahu hatiku untuk siapakan? Jika aku tidak mencintaimu, menyelamatkan Ian dan Ana,  membesarkannya dulu, itu tidak aku lakukan," Angela terdiam lalu menutup matanya untuk menenangkan diri. 

"Dalam hidupku, aku hanya pernah mencintai satu laki-laki, yaitu kamu."

"Aku tidak tahu Ngel, kamu berubah begitu banyak setelah memasuki dunia kampus. Aku tahu kamu ingin seperti mereka. Dateng kekampus,  hangout bareng temen, dan party. But tolong, jangan abaikan anak-anak kita seperti ini.  Rintihan rindu Ana dan Ian kepadamu benar-benar menikamku. Entah aku yang berubah ataukah kamu,  sekarang aku tidak peduli.  Yang terpenting bagiku adalah kebahagiaan mereka."

"Aku tidak mengabaikannya!"

"Anak-anak kita Angel,  dia kesepian.  Tolong jangan buat mereka merasakan apa yang kurasakan saat kecil.  Aku sangat tahu bagaimana diabaikan oleh kedua orang tuaku saat mereka masih mengejar gelar dan rasanya begitu menyedihkan."

Angela terdiam. 

Leo tersenyum kecil lalu mengacak rambut Angela pelan.

"Kamu sudah berani menyergah dan meneriaki ku hari ini Ngel, tapi tidak apa, sudah kubilang tadi,  tak peduli aku atau kamu yang berubah yang terpenting bagiku adalah kebahagiaan anak-anak kita."

Leo berlalu meninggalkan Angela yang hanya terdiam daritadi. 

----

"Anak papa kenapa murung begini?"

"Papa, Ana mau pulang,"ucap Ian pada Leo

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Papa, Ana mau pulang,"ucap Ian pada Leo.

"Pulang kemana sayang? Disini rumah Ana sama Ian."

"Ana nggak mau disini, Ana mau ditempat yang dulu," ucap Ana sambil terisak.

Leo menghela nafas pelan. 

"Ana dan Ian ingin kembali ke Malang?"

Dan kedua anaknya tersebut dengan kompak mengangguk. 

"Kalau ikut papa pulang kerumah papa yang disini bagaimana?"

"rumah papa?"

"iya,  kalian mau tinggal dengan papa?"

Ana mengangguk setuju.

"Ian mau?" Leo menatap putranya dengan lembut. 

"Ian disini saja, Ian nggak mau mama sendiri,"Ian menatap sang papa dengan mata berkaca-kaca.

"Tidak papa,  Ian disini saja.  Biar Ana dengan papa ya?  Sekarang Ian masuk kamar mama ya, mama sendirian daritadi disana.  Suruh mama makan.  Oke jagoan?"

Ian mengangguk dan berlari menjauh Leo dan Ana. 

"Jadi,  kita kencan hari ini baby girl?"

"kencan? "

Leo tertawa kecil,  tidak mungkin Ana mengetahui arti 'kencan'. Dan bodohnya dia berbicara dengan bahasa yang tidak dapat dipahami oleh Ana. 

----

"Mama, why you crying?"tanya Ian ketika barusaja memasuki kamar Angela. 

Angela berusaha menghapus air matanya yang turun namun air mata tersebut malah tak mau berhenti sama sekali. 

Angela menatap anaknya yang juga sepertinya akan menangis juga. Ia merasa sesak sekarang.  Bagaimana bisa ia kehilangan dirinya hanya karena ingin menjadi gadis seperti teman sekelasnya.  Tak peduli apa yang terjadi, kini ia seorang ibu. 

Dan bagi seorang ibu, tidak ada hal yang lebih penting dari pada anak-anaknya. 

Angela mengingat bagaimana dulu dia memperjuangkan si kembar hingga mereka seperti sekarang.

Angela mengaku bodoh,  bagaimana bisa dia bisa menjadi Angela yang sekarang.  Bagaimana bisa dia mengecewakan seperti ini.

Dipeluknya Ian semakin kencang diiringi dirinya yang bergetar karena tangis penyesalan yang semakin dalam.

----

Axel baru saja sampai didepan rumah yang selama ini dia tinggali ketika mobil Leo barusaja pergi dari halaman rumah itu. 

Dia bergegas turun dan mengernyit saat tak ada suara keponakan kembarnya. 

Lalu dia naik kelantai dunia, dan tepat kakinya berada ditangga teratas,  tangisan adik tunggal nya terdengar.

Axel berlari menuju kamar angela dan membuka pintu kamar adiknya. 

Dikamar itu, sang adik yang memeluk anaknya dengan diiringi tangisan membuat Axel bingung. 

"Ada apa ini La?  Kenapa kamu menangis seperti ini?" tanya Axel seraya mengambil Ian dan menggendongnya. 

Diusap kepala Ian dengan sayang dan ditenangkannya bocah kecil tersebut. 
"Kita akan berbicara setelah aku selesai menidurkan Ian. Tenangkan dirimu,  sebelum aku benar-benar akan marah," ucap Axel dengan nada memperingati. 

***

TBC... 

Our FaultWhere stories live. Discover now