BAB VIII: Tutor Sebaya

7.1K 460 38
                                    

Seperti sama halnya mencintai senja, aku selalu bahagia mencintai kamu meskipun hanya melihat dari kejauhan

**

HARI Kamis.

Entah kenapa, rasanya Alisha begitu malas untuk mengikuti pelajaran Olahraga di hari Kamis. Menurutnya, jadwal mata pelajaran Olahraga yang diletakkan setelah istirahat pertama itu benar-benar enggak banget!

Tapi, jujur saja, faktanya mau diletakkan dimana saja mata pelajaran Olahraga –tetap saja Alisha malas. Karena, ia selalu mendapatkan nilai rendah di mata pelajaran Olahraga ini. Paling-paling ia hanya bisa jika disuruh mengikuti olahraga kasti serta berenang.

Ya, walaupun keduanya juga jarang dilakukan saat pengambilan nilai. Mentok-mentok hanya voli, basket, dan senam lantai.

"Fer, mager banget sumpah." rengek Alisha membujuk Fera agar menemaninya tidak mengikuti pelajaran Olahraga saat ini.

Fera tetap bersikukuh untuk berganti baju di belakang kelas, karena ia malas untuk turun ke lantai bawah –letak toilet berada– dan juga seluruh anak laki-laki sudah turun.

"Ambil nilai tau, Al. Udah deh, buruan! Lo gak mau kan di hukum Pak Tono lari keliling lapangan karena telat?" tanya Fera.

Alisha mendesah kesal karena ujung-ujungnya, ia harus berganti baju agar mendapatkan nilai Olahraga.

Sialnya lagi, materinya adalah basket! Aduh, mampus aja deh kalau gini. batin Alisha.

**

"Alisha Adrien Callie." Kali ini giliran nama Alisha yang dipanggil oleh Pak Tono untuk pengambilan nilai Olahraga.

Dengan kekuatan doa yang sudah berkali-kali Alisha panjatkan dalam hati, akhirnya ia yakin untuk mengambil nilai sekarang juga.

Berkali-kali ia coba karena bola yang ia dribble selalu saja lepas kendali dari tangannya dan akhirnya, ia berhasil menyelesaikan pengambilan nilai. Buru-buru Alisha langsung menghampiri gurunya yang sedang memegang buku nilai dan dengan sekali gerakan, ia segera mengintip nilai yang baru saja dituliskan Pak Tono.

75. 76. 75.

Yaudahlah, setidaknya gak remedial lagi kayak waktu dulu. ujar Alisha dalam hati mendesah lega.

Alisha menghampiri Fera yang masih duduk di tribun pinggir lapangan sembari menunggu namanya dipanggil, dikarenakan faktor absensi.

"Gimana, Al? Tuntas gak?" ledek Fera yang sepertinya sudah hafal betul jika sahabatnya yang satu ini begitu lemah dalam mata pelajaran Olahraga.

Alisha tersenyum puas. "Tuntas dong! Akhirnya!"

Berbeda dengan Alisha, Fera justru mahir dalam mata pelajaran Olahraga. Ya, walaupun tidak begitu sempurna nilainya namun setidaknya nilainya cukup memuaskan dan lebih sering berada di atas rata-rata.

Fera dan Alisha juga mengikuti ekstrakurikuler yang berbeda, yaitu Fera lebih memilih menjadi anggota cheers SMA Harapan sedangkan Alisha memilih mengikuti ekskul band SMA Harapan.

"Eh, eh, Al! Liat deh itu!" Fera menyenggol tangan Alisha sambil menatap ke arah pintu gerbang yang tentu saja membuat Alisha penasaran.

"Itu bukannya Papa-nya Rafa, ya?" tanya Fera menengok ke arah Alisha.

Alisha mengedikkan bahunya tanda ia tidak tahu-menahu mengenai soal itu.

Clandestine✔️Where stories live. Discover now