BAB XVI: Rooftop

4.6K 361 28
                                    




Karena, perasaan yang terlalu lama dipendam hanya akan menyakiti diri sendiri.

**

            SETELAH seharian penuh kemarin hampir Alisha habiskan waktunya di kasur, pagi ini ia harus kembali dihadapkan dengan rutinitasnya, yaitu hari Senin.

            Benar-benar menyebalkan. Untung saja, ia mempunyai sedikit penyemangat sekolah –Rafa. Pagi ini tepat pukul enam pagi, Alisha sudah menduduki bangku paling belakang karena memang ia selalu memperebutkan bangku tersebut dengan teman-teman lainnya sehingga mau tidak mau Alisha harus berangkat pagi-pagi buta demi bangku paling belakang.

            Gadis itu memutuskan untuk mengambil earphone di dalam tasnya dan menyambungkannya ke handphone, setelah itu Alisha langsung meletakkan kepalanya di atas tas sambil memejamkan mata.

            Baru saja ia sudah mulai memasuki alam mimpinya, tiba-tiba saja ada goncangan di lengannya yang begitu menganggu bagi Alisha saat ini. Bayangkan saja, kalian yang sedang indah-indahnya tidur langsung dibangunkan dengan cara yang benar-benar menyebalkan.

            "Al, liat PR MTK dong." Dan ternyata suara itu berasal dari Fera.

            Alisha segera menegakkan tubuhnya dan mengusap kedua matanya agar, nyawanya sepenuhnya terkumpul kembali.

            "Ambil aja di tas gue." balas Alisha.

            Fera tersenyum. "Yay! Thank you, Alisha-ku!"

            Alisha membalas kembali dengan gumaman karena, ia sungguh-sungguh masih mengantuk. Namun, ketika gadis itu ingin melanjutkan meletakkan kepala di atas meja tiba-tiba saja bunyi bel masuk terdengar jelas di telinga Alisha.

            Dan lagi-lagi, Alisha merutuk dalam hati. Aduh, pake upacara segala lagi!

            "Fer, upacara ya?" tanya Alisha memastikan.

            Fera yang sedang serius menyalin pekerjaan rumah milik Alisha langsung melirik sekilas dan mengangguk sebelum akhirnya kembali melanjutkan acara salin-menyalin yang sempat tertunda.

            Alisha menghela nafas kesal. "Elah, ngapain sih? Hujan aja kek."

            Fera menatap Alisha sejenak sebelum menjawab, "Eh, jangan gitu dong! Gue kan pingin liat Rafa."

            Mendengar itu, lagi-lagi Alisha semakin tidak mood. Entahlah, apakah ia memiliki hak untuk sedikit menaruh perasaan kesal jika sudah mendengar Fera membicarakan Rafa atau tidak. Tetapi yang pasti, perasaan kesal di dalam lubuk hati Alisha pasti tetap ada meskipun sekeras mungkin usaha Alisha untuk menutupinya.

            "Ya, tapi kan sekali-sekali perlu lah kita gak usah upacara, Fer." ujar Alisha mencari-cari alasan.

            Fera kemudian beranjak dari kursinya setelah selesai menyalin pekerjaan rumah milik Alisha dan segera mengambil topi di dalam tasnya. "Ayo!"

            Alisha-pun akhirnya memutuskan untuk beranjak dari kursi dengan langkah gontai karena, ia benar-benar malas untuk mengikuti upacara pagi ini. Jujur, ia ingin tidur sambil berdiri di lapangan saja nanti.

            "Fix, gue harus ngambil posisi di sebelah Rafa nanti." Fera kembali membuka suara dan mendengar ucapan itu dari mulut Fera, Alisha lagi-lagi hanya bisa menunjukkan senyum yang kentara begitu palsu.

**

            "Sst! Heh! Bangun!" panggilan berkali-kali yang berasal dari arah samping kiri Alisha kembali menyadarkannya, karena gadis itu tiba-tiba saja memejamkan matanya sehingga keseimbangan yang dimiliki tidak sama.

Clandestine✔️Where stories live. Discover now