BAB XXVI: Unknown

4.8K 338 9
                                    




terkadang aku malu karena apapun tentang kamu melibatkan perasaan

**

            ALISHA melotot kaget setelah mendengar pernyataan terakhir yang baru saja diucapkan oleh Rafa, setelah itu gadis itu pura-pura mencairkan suasana canggung dengan kekehan yang malah terbilang datar.

            "Lo bercanda," elak Alisha. Ia sama sekali tidak percaya bahwa perasaannya selama hampir sekitar empat tahun terpendam akhirnya terbalaskan –tetapi, disaat yang salah.

            Rafa menatap lurus ke arah kedua bola mata milik Alisha dengan tatapan serius. "Tatap gue dan lo bisa simpulkan sendiri kalau gue bercanda atau enggak,"

            Bahkan, jauh sebelum Rafa berkata seperti itu, Alisha sudah menemukan jawabannya –jelas sekali bahwa Rafa terlihat serius ketika sedang berbicara jujur mengenai perasaannya.

            Kalau begini caranya, Alisha merasa entah harus berada di posisi beruntung atau tidak. Ia bersyukur, bahkan sangat bersyukur –namun, ketika ada orang lain yang notabene-nya juga sahabat terdekatnya sendiri yang memiliki perasaan kepada orang yang ia sukai, rasanya begitu sulit.

            "Lo gak bisa semudah itu buat ngomong kayak gitu, ketika ada orang lain yang udah berharap lebih sama lo." jelas Alisha. Sesungguhnya, ia tidak bermaksud mengungkit-ngungkit mengenai Fera. Tetapi, mulutnya saja yang terkadang tidak bisa di kontrol.

            Kali ini giliran Rafa yang mengalihkan pandangan ke arah lain dan tersenyum sinis seakan kalimat Alisha adalah sebuah pernyataan yang sangat dihindari oleh Rafa. "Tapi, perasaan gue lebih milih lo daripada Fera. Kalau itu yang lo maksud daritadi,"

            "Dan perasaan setiap orang gak bisa lo salahin." lanjut Rafa.

            Alisha kembali dibuat bungkam dan memilih untuk fokus menyantap serta menatap makanannya dibandingkan harus membalas ucapan Rafa.

**

            "Thanks ya, Raf." Alisha mengucapkan terima kasih ketika keduanya sudah tiba di depan rumah Alisha sambil menyerahkan helm yang ia gunakan kepada Rafa.

            Rafa mengangguk.  "Iya, sama-sama,"

            "Yaudah kalau gitu, gue pamit pulang dulu ya." lanjut Rafa sambil menaiki motornya dan juga menyalakannya.

            "Hati-hati, ya." balas Alisha.

            Mendengar itu, Rafa tersenyum tipis dan kembali mengangguk sebelum akhirnya melajukan motornya untuk kembali bertemu dengan padatnya kota Jakarta.

            Alisha melangkahkan kakinya menuju ke dalam rumah begitu melihat Dian sudah berdiri di depan pintu. "Assalamualaikum, Ma," sapa Alisha.

            "Waalaikumsalam," balas Dian.

            "Raka langsung pulang, Al? Kok gak kamu ajak masuk ke dalem?" tanya Dian.

            Alisha melepaskan sepatu yang ia gunakan sebelum memasuki rumah dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan mamanya tersebut, "Rafa, ma, Rafa."

            "Ya itu, maksud mama," elak Dian.

            Alisha menghela napas –pasrah. "Iya, Ma. Lagian udah malem juga, gak enak 'kan diliat orang?"

            Sebelum Dian kembali membalas perkataan Alisha, gadis itu sudah langsung memotongnya terlebih dahulu. "Aku naik dulu ya, Ma. Capek."

Clandestine✔️Where stories live. Discover now