Bab 1 - aktivitas

124K 6.2K 50
                                    

"Vello, bunda hitung sampai 3 ya. Kamu belum selesai makan bunda tinggal, biar kamu ke sekolah jalan aja sama bibi Ri. " seruku sambil berjalan keluar rumah.

"Tunggu bun, vello udah selesai tinggal minum"

Beberapa menit setelah itu aku melihat kaki munggil itu berlari ke arahku dan masuk ke dalam mobil.

"Lain kali bunda tinggal ya. Kan bunda udah bilang kalau mau kesekolah jangan main, sarapan yang bener."

"Iya bun maaf. Vello ga gitu lagi deh, janji"

"Sekali lagi kaya gitu kamu ke sekolah jalan kaki aja sama bibi Ri."

Aku melajukan mobilku kejalanan yang sedikit padat. Tinggal di pinggiran Jakarta memang tidak sepadat Jakarta, tapi jika masalah kemacetan itu tidak mengenal daerah.

Aku memasuki sekolah kanak-kanak dan mencoba mencari parkir. Setelah mendapat parkir aku mengantar Vello ke pintu masuk sekolah.

"Belajar yang baik ya, jangan bikin masalah." Aku mencium kening, pipi dan bibir anakku.

"Dadahh bundaa" teriak nya sambil memasuki kelasnya.

Setelah bercerai 6 tahun yang lalu, aku memutuskan untuk tinggal di pinggiran Jakarta. Memulai hidup baru dengan membuka sebuah bakery dan cafe. Aku menyewa ruko agar aku bisa membuka bakery dan tinggal di tempat yang sama.

Kegiatan sehari-hariku ya hanya merawat Vello, mengembangkan Bakery dan merawat mama.

Marvello Bratama adalah anakku, sebenarnya bukan anak kandungku. ia anak teman baikku, sewaktu aku bercerai dengan mantan suamiku. Helia hamil dan ayah dari bayi itu tidak ingin bertanggung jawab, lalu aku tinggal dan membantu Helia. Sayangnya nasib berkata lain Helia harus meninggal ketika melahirkan Vello. Jadilah aku menganggap Vello anakku sendiri. Bahkan ia juga taunya aku yang melahirkannya. Aku tidak ingin membuatnya sedih, jika ia tau ibunya sudah tiada. Mungkin suatu saat, aku akan memberitahukannya sampai aku siap.

Sedangkan mamaku, ia bukan wanita normal seperti kebanyakan ibu. Ia menginap kelainan jiwa, bukan seperti orang gila yang teriak-teriak. Tetapi, mama seperti orang bisu dan tidak bisa di ajak komunikasi. Aku sudah mencoba segala cara agar mama sembuh, 2 tahun ini mama sudah ada kemajuan meskipun sedikit.

Setelah bercerai aku tidak pernah bertemu lagi dengan Vigo Pradikta mantan suamiku. Aku bercerai dengannya karna kami tidak cocok, ia juga tidak mencintaiku. Kami di jodohkan. Aku dijodohkan oleh nenekku dan ayahnya adalah anak dari teman nenekku.

Aku memutuskan untuk bercerai ketika nenek sudah meninggal dan aku melihat dia sangat menderita mencintai wanita lain dan tidak bersatu dengannya. Mungkin sekarang mereka sudah menikah. Sedangkan aku? Aku hanya fokus dengan kesembuhan mama, perkembangan Vello dan bakery ku.

Aku kembali ke bakery dan membuat berbagai kue pesenan kemarin. Bakery ku hanya di pinggiran mall dan karna di pinggir mall sedikit jarang orang yang beli di bakeryku. Kadang ramai kadang sepi. Tapi dengan bakery ini aku bisa hidup dengan baik. Menghidupi Vello dan mama lalu pengobatan mama.

Waktu sudah menunjukan Vello pulang sekolah. di bakery aku ada orang kepercayaan. Ia sudah aku anggap saudara sendiri. Ia membantuku sewaktu aku harus mengurus Vello dan Mama.

"Na, gue jemput Vello dulu ya? abis itu mau anter mama ke rumah sakit."

"Iya hati-hati ya. Nanti sisanya gue lanjutin aja."

Nana perempuan yang anggun, ia belum menikah padahal wajahnya cantik dan manis. Entah apa yang membuat ia belum menikah. Setidaknya aku sangat bersyukur jika ia sudah menikah, pasti ia tidak bisa membantuku di bakery. Haha jahat sekali teman sendiri belum nikah di syukuri.

Aku mengajak mama dan bibi Ri ke dalam mobil lalu menjemput Vello. Biasanya aku mau tak mau harus mengajak Vello karna tidak ada yang mengurus jika ia dirumah. Mama hari ini akan melakukan theraphy. Biasanya jika theraphy akan menginap beberapa hari.

Aku melihat Vello berlari menghampiri mobilku dan membukanya. Terkadang aku tidak parkir dan hanya menunggu Vello keluar. Satpam selalu membantuku membawa Vello ke dalam mobil agar tidak tertabrak.

Ketika masuk ia langsung menciumku dengan semangat. "Hari ini mau ke rumah sakit lagi ya? Oma nginep lagi ya Bun?"

"Iyaaaa sayang, oma bakal nginep sama bibi Ri. Kenapa?"

"Gapapa, Vello seneng kalau oma ke rumah sakit. Tandanya oma bakal cepet sembuh kan Bun?"

"Doain oma ya Vello." bibi Ri menimpahi. Bibi Ri sangat membantuku mengurus mama dan Vello. Ia wanita paruh baya yang hidup sendiri. Waktu 6 tahun yang lalu aku bertemu dengan nya ketika ia sakit di tengah jalan. Ia tidak memiliki keluarga disini. Keluarganya di kampung. Suami nya sudah tiada, sedangkan anaknya sudah pada menikah. Ia ke Jakarta untuk menjengguk kakaknya tetapi ia kejambretan dan terjatuh sakit. Bibi Ri memutuskan untuk membantuku merawat mama, dan ketika Helia lahir dan meninggal Bibi Ri juga yang membantuku. Aku sering sekali memintanya untuk pulang kampung tetapi ia menolak. Jika disini ia bisa membantuku dan Vello. Sedangkan di kampung ia hanya akan merepotkan anaknya. Jadi lebih baik ia disini. Aku sudah menganggap bibi Ri ibuku sendiri.

****
Sesampainya dirumah sakit, aku menunggu giliran bertemu dengan dokter. Aku sudah mengenal perawat di rumah sakit ini, bolak balik selama 2 tahun membuat aku terbiasa melihat perawat dan mengenal mereka.

Ketika giliranku aku mengetuk ruang dokter itu dan masuk.

"Duduk sini sel" ucap dokter tersebut.

"Iya dok"

"Lah kok panggil dok sih, Daniel aja. Kan kemarin-kemarin juga udah panggil nama"

"itu kan kalau di luar rumah sakit dok"

"Santai aja, hari ini theraphy ya?"

aku mengangguk. Daniel adalah dokter yang menangani mama. Psikiater muda di rumah sakit ini. Selana 2 tahun ini Daniel lah yang membantuku, kami cukup dekat bahkan Daniel sangat berusaha mengubah kedekatan itu menjadi maksud lain. Tapi aku tidak menerimanya, aku selalu menekankan aku itu janda beranak 1 dan tidak memikirkan percintaan. Padahal Daniel adalah dokter yang tampan dan ia banyak di gemari oleh dokter wanita dan perawat bahkan pasien-pasiennya.

Daniel pria yang baik, bahkan ia masih kekeh mendekatiku meskipun aku sudah memiliki anak. Aku tidak pernah memberitahu siapaun jika Vello bukan anakku, biarlah ia taunya Vello anakku.

"Kemungkinan 4 hari ya theraphynya?" tanyaku

"Iya, nanti aku kabarin kamu aja kalau perkembangan cukup baik."

"Makasih ya dok."

"Yailah masih aja dak dok dak dok. Daniel sel Daniel"

"Iya iya"

***
"Bunda, om Daniel baik yah orangnya"

Aku melirik ke arah kursi penumpang, ya sekarang aku sedang berada di jalan pulang. Vello memang dekat dengan Daniel. Mungkin karna ia tidak memiliki sosok ayah, jadi ia suka dengan kehadiran Daniel. Bahkan ketika Daniel main ke bakery, ia pasti senang sekali.

"Iya baik, kalau jahat di penjara nanti om nya"

"Bukan bun, maksud nya baik sama kita"

"Iya baik sama kita, emang maunya om Daniel jahat sama kita?"

"ah, cape ah ngomong sama Bunda. ga peka!"

Selalu seperti ini, jika ia membahas tentang Daniel. Berkali-kali Vello bilang sangat suka memiliki ayah seperti Daniel. Memang Daniel pernah memintaku untuk menjadi istrinya, tapi aku selalu menolaknya.

Bagiku Daniel itu tampan, mapan, dan baik ia bisa dapat lebih baik dariku. Bukan janda beranak 1 dengan mama yang tidak baik. Aku hanya ingin fokus pada Vello dan mama, bukan berarti aku mengorbankan percintaanku. Tapi hatiku masih belum bergetar untuk Daniel. Hatiku masih pada Vigo. uh! meskipun ia sudah menyakitiku, aku masih mencintainya.

Eternal LoveHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin