canggung

53.7K 4K 15
                                    


Karna kelancangan mulutku akhirnya Vigo ikut denganku ke bakery, menunggu Pak Min akan menjemputnya. Vigo menyetir dan aku bisa duduk di kursi penumpang. Jarang-jarang bisa seperti ini aku duduk di kursi penumpang biasanya aku akan selalu menyetir, karna jika bukan aku siapa lagi akan mengantar mama dan Vello?

“Wih, akhirnya bunda ga jadi supir.”

“Biasa bunda jadi supir ya Vel? Mumpung bunda tolongin om, jadi sekarang om jadi supir kalian deh.”

“Iya om, biasa bunda yang nyetir kemana-mana, soalnya kata bunda daripada uang nya buat gaji supir mending buat Vello jalan-jalan di mall. Sering-sering ya om, jadi bunda ga usah capek”

“iya kalo om Vigo nya sering-sering, nanti om Vigo minta gaji sama bunda. Sama aja bohong kan.” Timpahku

“Om kan udah kaya, ga usah minta gaji ke bunda dong. Lagian kata bunda berbuat baik dan nolong orang lebih baik kan? Biar om masuk surga.”

“Kalo bisa masuk surga gara-gara nyetir bunda masih rela kok pegel-pegelan buat nyetirin kamu.”

Sebenarnya aku sedikit canggung jika berdua dengan Vigo, tapi dengan adanya Vello bisa memecahkan keheningan. Aku sebenarnya tidak bermaksud mengajak Vigo untuk kerumah hanya basa-basi saja. Tapi ia mala mengiyakan jadi aku merasa bodoh dengan menawarkannya.

Aku sedikit menikmati perjalanan ini, aku bahkan berharap rumahku sedikit lebih jauh dari mall agar aku bisa bersama dengan Vigo. Laki-laki ini masih menetap dihatiku sampai sekarang. Aku sendiri ingin sekali melupakannya, tapi ternyata waktu 6 tahun tidaklah cukup untuk melupakannya. Jika dulu saja, aku mau egois mungkin aku tidak akan menceraikannya. Karna bagiku pernikahan hanya sekali. Tapi melihat Vigo menderita tidak bisa bersama dengan orang yang ia cintai lebih menyakitiku, aku memilih untuk mundur.

Setelah sampai di depan rumah aku melihat Vello sudah tertidur, lagi pula ia pasti lelah sore ini bermain dengan Daniel dan Vigo. Aku membuka pintu belakang dan menggendong Vello, ketika Vello berada di pelukkanku Vigo mengulurkan tangannya “aku aja sini yang gendong” lalu ia mengambil Vello dari gendonganku.

“Katanya mau pulang kok balik ke café?”

“Rumah aku di lantai atas café ini, sini lewat sini. “ aku memimpin jalan untuk menuju tangga yang menghubungkan rumah dan café. Setelah membuka kunci aku berjalan masuk.

“Hallo bi.” Aku menyapa bibi yang sedang membuat susu di dapur.

“Malem non. Loh kecapekan ya non si Vello”

“Iya bi capek dia abis main, oh ya ini kenalin Vigo bi”

“Vigo, maaf bi ga bisa salaman”

“Tidak apa den Vigo. Yauda bibi masuk dulu ya. Ini susu buat nyonya mumpung masih anget.”

Ketika melihat bibi masuk ke kamar mama, aku mengajak Vigo untuk masuk ke kamar Vello. “Tidurin disitu aja, berat ya?”

“Ga kok, ga berat. Vello tidur sendiri?”

“Iya tidur sendiri, kenapa?”

“Ga takut?”

“Takut apa?”

“Ya biasa anak-anak kan takut kalau tidur sendiri.”

“gal ah, lagian kamar aku di sebelah deket kan. Kamu telpon aja Pak Min nya sekarang?”

“Oh iya bener juga.”

Lalu aku keluar ingin mengambilkan minum untuk Vigo. Toh, aku tuan rumah yang masih baik hati untuk memberikan minum untuk tuan rumahnya. Aku tidak usah menawarkan makan karna tadi kami sudah makan bersama. Setelah aku membawa minum ke kamar Vello karna Vigo masih disana. Aku melihat raut muka yang sedikit gusar.

Eternal LoveWhere stories live. Discover now