luka yang belum kering

31.5K 2.5K 15
                                    


Gisella memasukan mobil Vigo ke dalam garasi mobil, sedangkan mobil Daniel sudah terparkir rapi di sebelah mobil Gisella. Mereka memasuki ruang tamu dan duduk di sana bersama Daniel. Entah sudah berapa lama laki-laki itu sampai. Gisella yakin jika Daniel sedikit ngebut karna sampai lebih dulu dari mereka.

Keadaan ruang tamu di rumah mama Prita sedang memanas. Bukan karna cuaca yang panas, justru langit sudah memerah seakan hujan akan turun deras malam ini.

Keadaan yang sedikit canggung, tidak ada yang memulai pembicaraan semenjak limas belas menit yang lalu. Mereka masih asik dalam pemikiran masing-masing.

“Jadi.. “ uap Daniel membuyarkan semua pikiran masing-masing.

“Jadi sebe-“

“Jadi Vigo itu mantan suami aku Dan.” Ucap Gisella memotong kata-kata Vigo.

“Bohong kan? Kamu bohong kan Sel?” ucap Daniel ragu sambil tertawa sinis.

“Ga ada gunanya aku bohong Dan.” Ucap Gisella.

“Dan, gue minta maaf ga bilang dari awal sama lo.” Lanjut Vigo menatap Daniel. Vigo tidak bisa membaca apa yang Daniel rasakan. Tapi yang Vigo tau ia tidak ingin menyakiti sahabat baiknya itu.

“Mama tinggal kalian ya. Kalian bicarain semua dengan kepala dingin. Mama ga bisa ikut campur.” Kata mama sambil berlalu memasuki kamarnya.

“Kenapa kamu ga bilang sama aku Sel?” lirik Daniel.

“Aku mau ngomong tapi nunggu waktu yang tepat. Kemarin kamu sibuk di Singapore jadi aku ga bisa jelasin ke kamu.”

“Lo kenapa ga bilang Go? Jadi kalian pas ketemu pura-pura di depan gue? Atau kalian emang permainkan gue?”

“Ga Dan. Gue ga bermaksud permainin lo. Gue sama Ella udah cerai dan ga pernah ketemu lagi dan pas lo kenalin gue ke dia, itu pertama kalinya gue ketemu dia setelah cerai.”

“Jadi ini alasan kamu nolak aku Sel? Kamu tau aku dari dulu temen Vigo atau gimana? Kok aku ngerasa di bodohi kalian ya?”

“Aku gatau kamu teman Vigo, sampai kamu bawa dia ke aku. Alasan aku nolak kamu ga ada hubungannya sama Vigo. Aku ga bisa sama kamu karna kamu berhak dapet yang lebih baik dari aku. Aku nolak kamu juga sebelum aku ketemu Vigo.”

“Dan, gue minta maaf.” Ucap Vigo lemah.

“Sumpah gue ngerasa jadi orang bodoh! Kalian permainin gue! Kenapa kalian ga jujur dari awal? Kenapa kalian nyakitin gue begini?” teriak Daniel

“Gue minta maaf Dan.” Lagi-lagi hanya itu yang Vigo katakan.

“Kamu masih cinta sama Vigo Sel?” Tanya Daniel tegas.

“Itu urusan aku bukan urusan kamu.”

“Jadi benar, kamu masih mencintai Vigo. Kenapa harus Vigo? kenapa harus sahabat baik aku Sel? Kenapa kamu hadir di antara kami dan menyakiti kami?”

“Menyakiti kalian kamu bilang? Kamu tau, kamu yang bawa Vigo ke hidup aku lagi. Hidup yang aku tata selama 6 tahun tanpa dia. Terus kamu bilang aku nyakitin kalian? Kamu sadar luka aku belum sembuh, dan kamu membawa penyebab luka aku! tidak kah kalian tau hidup aku sudah cukup menyedihkan? Aku berjuang sendiri. SENDIRI! Tapi aku di pojokin sekarang. Aku nolak kamu bukan karna siapa-siapa. Tapi, karna kamu layak mendapat wanita yang lebih baik dari aku. bukan janda dengan anak 1. Kamu juga berhak mendapat wanita yang mencintai kamu, dan tidak seperti aku yang masih takut untuk memulai semua.” Gisella mengambil nafas dalam, matanya sudah berkaca-kaca. “Kamu ga tau rasanya kecewa karna menikah dengan orang yang tidak mencintai kamu, kamu gatau rasanya hidup dengan suami kamu tapi hatinya milik orang lain, kamu gatau sakitnya tidak bisa mempertahankan rumah tangga yang kamu bina, kamu gatau kaya apa kecewa ketika rumah tangga kamu hancur! KAMU GATAU!” teriak Gisella. Ia sudah menangis.

Daniel dan Vigo mencoba mendekat, tapi Gisella memberikan tangan untuk mereka agar mereka tetap pada tempatnya.

“aku minta maaf Sel.” Ucap Daniel

“Kamu ga salah. aku yang salah. Bener kata kamu, seharusnya aku tidak menyakiti kamu. Seharusnya aku tidak bersikap seperti member harapan. Tapi demi Tuhan, aku hanya bersikap seperti teman aku tidak bermaksud memberimu harapan dan menyakiti kamu.”

“Aku minta maaf Sel, aku emosi ngomong seperti itu.”

“Semua udah terjadi. Aku minta maaf kalau kamu ngerasa aku nyakitin kamu. Seharusnya aku ngomong lebih awal supaya kamu ga ngerasa di bohongi. Aku harap kalian tidak menganggu aku lagi, aku mau hidup dengan tenang. Dan aku harap kalian bisa bersahabat lagi. Anggap aja masalah ini tidak ada dan aku hanya sebagai orang asing. Terimakasih. Aku pulang.”

Gisella berlari menuju mobil. Ia merasa Daniel dan Vigo mengejarnya tapi Gisella lebih cepat sehingga ia bisa keluar dari rumah Vigo.

Gisella menangis. Menangisi hidupnya yang menyedihkan. Tapi ini lebih baik, agar Daniel mengerti memang Gisella dan ia tidak akan bersatu. Dan Vigo, agar laki-laki itu tidak menganggunya lagi.

Tapi entah kenapa Gisella tidak rela jika Vigo tidak menganggunya. Kehadiran Vigo sudah membuat Gisella mencintainya lebih dalam. Tapi Gisella tau, ia dan Vigo tidak akan pernah bersatu.

Vigo bertemu dengannya dengan tidak sengaja, ia juga berkunjung ke Gisella karna ia sedang dalam masalah dengan Tiara. Gisella tidak akan pernah ada di hati Vigo dan Gisella harus sadar itu.

**

“Gue minta maaf Dan.” Ucap Vigo.

“Gue juga minta maaf, marah dan tidak perduli dengan posisi kalian. Tapi sekarang gue harus apa? Berjuang untuk Gisella atau Mundur karna dia mantan istri lo?” lirih Daniel.

Daniel memikirkan langkah yang akan ia ambil. Haruskah ia terus berjuang untuk Gisella? Meyakinkan Gisella jika ia wanita yang pantas bersanding dengan Daniel dan tidak seperti apa yang ia pikirkan? Apa ia harus menyerah karna ia mantan istri sahabatnya sendiri? Bisakah ia berjuang melewati bayang-bayang Vigo di hidup Gisella? Ia marah, sedih dan kecewa. Kenapa takdir membiarkan mereka merasakan ini? kenapa harus Gisella? Kenapa bukan wanita lain? Kenapa harus Vigo? kenapa bukan laki-laki lain.

Bayang-bayang Vigo di hidup Gisella masih lekat. Wanita itu masih mencintai mantan suaminya. Gisella pernah jujur sewaktu ia melamarnya entah yang keberapa kali. Tapi di saat itu, ia tidak tau jika Vigolah yang menjadi mantan suaminya. Jika ia tau, mungkin ia tidak akan terus berjuang sampai sekarang. Apa yang harus Daniel lakukan? Menyerah atau berjuang?

Sedangkan Vigo, ia sedang memikirkan perasaannya. Kenapa ia begitu sakit ketika mendengar kata-kata Gisella. Berapa banyak luka yang sebenanya Vigo berikan padanya ketika masih menikah? Sekecewa itu kah ia ketika bersama Vigo? kenapa Gisella tidak pernah berkata jujur padanya? apakah Gisella pernah mempertahankan pernikahan kami? Tapi kenapa Vigo tidak sadar? Apa karnanya Gisella tidak membuka lembaran baru dan menikah? Apakah ia takut untuk kecewa lagi? Tapi jika Gisella menikah lagi, relakah ia Gisella dimiliki orang lain?

Mungkin dulu Vigo rela, tapi sekarang ia sakit memikirkan itu. Perasaan apa sebenarnya ini? kenapa ia merasakan sakit memikirkan Gisella menikah dengan orang lain.

Mereka berdua larut dalam pikiran masing-masing. Tidak membuka suara dan tetap berpikir. Cinta mempermainkan mereka, dan kenapa cinta tidak pernah berpihak pada mereka? Apakah mereka tidak pantas untuk bahagia? Atau justru mereka tidak sadar terhadap cinta mereka sendiri?

Eternal LoveDonde viven las historias. Descúbrelo ahora