Nine

3.1K 156 2
                                    

"Heh, Brother!" Raka menghampiri Vigo yang masih berdiri di tempatnya sembari merangkul cowok itu. Vigo sedikit terkejut, menoleh kepada sahabat-sahabatnya yang tersenyum aneh, saling lirik satu sama lain.

"Ehm, hari ini kita jadi kan ke rumah sakit? Kita kangen banget sama nyokap lo," Dean bersuara.

Vigo sedikit tergagap, kemudian mengangguk patah-patah. Apa sahabat-sahabatnya melihat semua yang baru saja terjadi? Dan sepertinya memang iya.

"Ya udah, ayo sekarang aja! Eh iya, jaket gue ketinggalan di kelas. Anterin dulu yuk! Ayooo..." Alvin menarik-narik tangan siapa saja yang tergapai olehnya, termasuk tangan Vigo. Rome, Raka, dan Dean nampak mengeluh, mendengus kesal.

"Nyusahin dah lo! Teledor amat," maki Rome.

"Tau nih Upil onta emang," tambah Dean.

"Olokkan amat jadi bocah," dengus Raka. Namun mau tak mau, akhirnya mereka pun mengikuti langkah Alvin kembali ke kelas. Vigo hanya diam, tidak berkomentar apa-apa.

********************

Sementara itu di parkiran OHS....

Devon berdiri berhadapan dengan Sherlyn yang terus menunduk. Wajahnya sembab habis menangis. Gadis itu menggenggam erat ujung jaket Devon yang disampirkan cowok itu untuknya. Devon mengangkat tangannya, mengusap pipi Sherlyn dengan lembut—membuat Sherlyn refleks menengadah menatap Devon.

"Kalo kamu izinin, saya bisa matahin hidung orang yang udah bikin kamu nangis atau bikin rahangnya memar dan bibirnya sobek sekarang juga," ujar Devon pelan.

Sherlyn tersenyum tipis demi mendengar kata-kata Devon. "Seriously?"

"Kamu izinin gak tapinya?" tanya Devon. Sepertinya ia serius dengan kata-katanya, terbukti dari tatapan matanya yang menajam dan rahangnya yang sedikit mengeras.

Sherlyn hanya menggeleng lemah, "Sebaiknya jangan. Kakak bisa kehilangan peluang buat jadi ketua OSIS kalo bikin masalah di sekolah."

Devon menghembuskan napas pelan. Ia menatap Sherlyn dalam, dan Sherlyn yang ditatap seperti itu hanya menunduk menatap sepatunya. "Lain kali, kalo saya liat kamu nangis kayak gini lagi, saya gak bakal pake izin untuk ngabisin orang yang udah bikin kamu nangis. Dan saya gak peduli soal OSIS."

"Kalo gitu aku gak akan nangis lagi, hehe," Sherlyn memamerkan cengiran lemahnya. Masih tetap lucu dan menggemaskan walaupun wajahnya menyedihkan. Mau tak mau, Devon pun menarik ujung bibirnya melihat itu, tersenyum manis.

"Good. Kalo gitu, kamu pake aja jaket saya. Kamu keliatan kurang sehat hari ini. Kamu sakit?" Devon seketika berwajah khawatir, refleks meraba dahi Sherlyn.

Sherlyn hanya menggeleng sembari berkata, "Cuma kurang tidur aja." Ia segera mengenakan jaket berwarna merah marun milik Devon yang kebesaran di tubuhnya yang kecil, dengan bantuan lelaki itu. Entah mengapa Devon gemas dengan gadis yang mengenakan pakaian laki-laki dan kebesaran—seperti Sherlyn ini contohnya.

Devon terdiam beberapa saat setelah membantu Sherlyn mengenakan jaketnya, nampak berpikir. Tak lama, ia berkata, "Saya janji malem ini kamu bakal tidur nyenyak." Sherlyn menaikkan sebelah alisnya, tidak mengerti dengan kata-kata Devon. Devon terkekeh pelan. "Liat nanti malem aja."

"Sok bikin teka-teki deh, hehehe," goda Sherlyn.

Devon lagi-lagi hanya terkekeh. "Kepo kan?"

"Nggak, b aja, hahaha," balas Sherlyn jahil. Devon tersenyum lebar demi melihat Sherlyn yang tertawa walaupun hanya sesaat. "Oh iya, tas aku masih di kelas!" Sherlyn teringat sesuatu, menepuk dahinya sendiri.

EXOù les histoires vivent. Découvrez maintenant