Twenty Six

2.3K 112 1
                                    

Perjalanan tidak semudah yang mereka kira, tentu saja. Baru saja sejam perjalanan, mereka sudah berisik mengeluh ini-itu. Yang lelah lah, haus lah, lapar lah, pegal-pegal lah, dan lain sebagainya. Guru-guru pun terlihat kepayahan, namun mereka menahan diri untuk tidak mengeluh seperti murid-murid. Doni dan rekan-rekannya tersenyum maklum, sesekali tertawa mendengar keluhan murid-murid.

"Hei, semangat lah! Kalian payah sekali, belum seperempat jalan. Tak lama lagi kita akan tiba di pos pertama, bersabarlah!" ledek Doni dengan lantang, diakhiri dengan tawa. Murid-murid bersorak-sorai, menyemangati diri sendiri.

Sherlyn sudah berwajah masygul di barisan murid, tidak membalas ledekan Doni. "Dia sih udah berpengalaman, mana mungkin ngerasa capek? Lah, kita?"

"Hahaha, udah, gak usah ngeluh terus," Kinta yang berjalan di belakang Sherlyn berusaha menenangkan Sherlyn. Sherlyn hanya diam, konsentrasi dengan banyak rintangan di depan mereka, seperti batang pohon raksasa yang patah menghalangi jalan, jalan becek yang berlubang, batu besar, dan lain sebagainya. Pohon-pohon besar berada di kanan-kiri mereka.

********************

Vigo, Raka, dan Rome yang berjalan di belakang Sherlyn dan Kinta sama kepayahannya. Berkali-kali Raka meraih tangan Rome, bertumpu pada bahu anak itu, dan segala macamnya.

"Haish! Berat, Bego!" Rome menepis tangan Raka yang menariknya. Hampir saja ia terjatuh. Raka yang ngos-ngosan hanya memamerkan cengirannya. Vigo yang berjalan di depan mereka menggeleng melihat pertengkaran kecil yang sejak tadi terjadi di belakang punggungnya itu.

"Go—"

"Lo pegang-pegang gue, gue jorogin ke jurang." Belum sempat Raka merampungkan kata-katanya, Vigo langsung memotongnya dengan tajam, berkata sarkastik. Raka menelan liurnya. Rome yang ada di belakang Vigo menahan tawanya melihat wajah pias Raka yang bahkan belum menyentuh Vigo sedikitpun.

Raka dengan wajah masygul berkata pada Rome, "Temen lo baperan banget, Ro."

Rome—dengan napas yang masih ngos-ngosan, membalas kata-kata Raka, "Dia sensian, Bege, bukan baperan."

"Apa bedanya, Njir?"

"Bacot bener lo berdua. Gak usah ngomongin gue. Dasar teman. Kaki gue masih cukup kuat ya buat nendang lo berdua sekaligus sampe teguling nyium becekan," suara Vigo kembali terdengar. Rome dan Raka buru-buru bungkam, menahan tawa.

********************

Tak lama kemudian, mereka pun tiba di pos pertama. Mereka akan beristirahat di pos-pos yang tersedia selama 15 menit, kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Murid-murid mengeluarkan botol minum masing-masing. Baru seperempat jalan, namun mereka sudah selelah ini.

15 menit kemudian, mereka pun kembali melakukan pendakian menuju pos-pos berikutnya.

********************

4 jam perjalanan sudah mereka lewati. Mereka juga sudah melalui pos 4—pos terakhir menuju Danau Ranu Kumbolo. Tinggal beberapa menit lagi mereka akan sampai di tempat tujuan. Matahari sudah mulai menyengat, menyelinap menyinari tanah di antara dedaunan pohon yang tumbuh rimbun.

"Hhh ... capek..." Sherlyn berhenti melangkah, bertumpu pada salah satu pohon. Kepul asap keluar dari mulutnya ketika ia menghembuskan napas. Cukup dingin di sini walaupun matahari bersinar cerah. Mereka semua sudah hampir sampai di ketinggian 2400 mdpl.

"Lyn, ayo! Nanti kalo lo ketinggalan berabe," Kinta meraih tangan Sherlyn, menariknya paksa. Sherlyn hanya bisa berwajah pasrah ditarik-tarik seperti itu oleh Kinta. Apalagi kini Windy, Kanaya, dan Fellisa ikut-ikutan menarik-nariknya.

EXWhere stories live. Discover now