Twenty Nine

2.1K 120 6
                                    

"Go, kayaknya tadi gue liat lo metik bunga Verbena, kayak anak perawan aja. Mana tu bunga?" Rome menyenggol Vigo yang sedang mengikat tali sepatunya dengan kakinya. Setelah ini, mereka akan melanjutkan perjalanan menuju pos selanjutnya sebelum ke Kalimati, yaitu Jambangan.

Vigo berdecak kesal, kemudian menjawab dengan cueknya, "Gue buang."

"Yeh, si Tenyom! Kan udah dibilang, kalo bunga itu gak boleh—"

"Gue tau, elah. Bawel lu. Lagian tu bunga udah gue simpen di tempat yang aman," jawab Vigo sembari bangkit dan menatap Rome, memamerkan senyuman penuh kebanggan. Rome mengernyit menatap wajah Vigo yang tumben sekali secerah ini. Entah mengapa Rome malah bergidik ngeri melihat Vigo tersenyum seperti itu. "Apa? Belom pernah liat pangeran senyum?" senyuman Vigo luntur dalam sekejap, berubah menjadi wajah datar-galaknya seperti biasa.

Dan Rome pun menghembuskan napas lega. "Gue yakin banget lo nggak 'sakit', Go. Semangat."

"Sialan," Vigo mengumpat tertahan sembari menendang bokong Rome yang hanya dibalas oleh cengiran lelaki itu.

Perjalanan pun dilanjutkan.

********************

Lagi-lagi kata-kata Doni soal trek yang ada di Cemoro Kandang menuju Jambangan benar; jalannya terus menanjak dan menanjak. Sejauh ini, perjalanan mereka berkali-kali terhambat karena murid-murid kelelahan, bahkan guru-gurunya juga.

Sherlyn mengencangkan mantelnya. Kelelahan membuat napasnya tak teratur. Hembusan uap tipis keluar dari mulutnya. Ia berharap tanjakan-tanjakan ini cepat berakhir, namun sepertinya perjalanan mereka masih akan lama sekali.

Di tengah perjalanan, ada seorang siswi yang ambruk, jatuh terduduk. Untungnya, siswi itu tidak pingsan, hanya lemas dan kelelahan. Refleks gerakan seluruh rombongan pun terhenti. Beberapa agen wisata yang ahli soal medis langsung menghampiri siswi itu, memberi pertolongan pertama. Suasana bisa cepat dikendalikan.

Vigo yang melihat itu dari kejauhan hanya bisa menghembuskan napasnya beberapa kali. Ia menaikkan kembali maskernya sampai menutupi mulut dan hidung, serta merapatkan beanie dan mantel tebalnya. Siswi tadi menderita hipotermia, yaitu suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin. Vigo merasa beruntung karena sejauh ini ia bisa menahan rasa dingin yang menggigit, mengatur suhu tubuhnya sendiri tetap di angka normal. Karena sebenarnya, Vigo juga termasuk salah satu yang menderita hipotermia. Ia tidak tahan dengan suhu dingin, namun mungkin karena fisiknya lebih kuat atau pakaiannya yang benar-benar tebal, jadi hipotermianya tidak kambuh. 'Yah, semoga aja gue kuat sampe pulang nanti,' Vigo berdoa dalam hati.

********************

Satu setengah jam kemudian, pukul 11.45, rombongan itu pun akhirnya tiba di pos selanjutnya; Jambangan. Mereka sama-sama menghembuskan napas lega karena bisa beristirahat sejenak sembari menikmati pemandangan alam yang ditawarkan di Jambangan. Pemandangan dari sini tak kalah menakjubkannya dari pos-pos sebelumnya.

Rombongan OHS beristirahat selama satu jam lamanya. Banyak murid yang kelelahan dan butuh waktu yang cukup lama agar energi mereka kembali terkumpul.

Sejam kemudian, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju Kalimati, tempat perisirahatan sampai tengah malam nanti sebelum menuju Arcopodo. Doni menyemangati murid-murid yang dipandunya dengan iming-imingan makan siang yang lezat di Kalimati. Murid-murid pun serasa mendapat energi kembali ketika mendengar kata-kata 'makanan'. Mereka sudah sangat lapar dan tidak sabar!

********************

Pukul 13.45, rombongan OHS pun tiba di Kalimati. Trek perjalanan dari Jambangan ke Kalimati relatif tidak terlalu sulit. Mereka semua bersorak ketika baru saja menginjakkan kaki di wilayah itu; padang rumput luas yang ditumbuhi oleh banyak bunga edelweis. Murid-murid kembali berbaris rapi, mendengarkan sepatah-dua patah kata dari Doni.

EXWhere stories live. Discover now