Epilogue

6.4K 189 17
                                    

Sepasang suami-istri itu terlihat sedang serius menonton film bergenre action di televisi kabel dengan spesifikasi home theater. Di tengah-tengah mereka terdapat satu ember penuh pop corn manis yang tidak henti-hentinya mereka kunyah.

"Ah ... bodoh," sang istri—Sherlyn, memaki pelan, melihat adegan salah satu tokoh dalam film tersebut yang tunduk kepada musuh demi keselamatan anak-anaknya.

"Dia gak bodoh," sang suami—Vigo, bersuara, mengunyah tiga buah pop corn sekaligus. "Dia kan ngebela anak-anaknya."

"Gak bisa gitu dong! Kita tuh harus mengutamakan keselamatan negara dan kepentingan orang banyak," balas Sherlyn sok tahu, mengambil beberapa buah pop corn manis dan memasukkannya ke mulut.

"Sulit lah buat dia," ucap Vigo. "Dia harus prioritasin salah satu; negara atau anak-anaknya. Pikirin dong kalo misalnya kamu ada di posisi dia gimana. Mau gak nyawa Handsel sama Hazel terancam?"

"Ya tapi kan—"

"Berisik ah! Nonton aja sih, komen terus," potong Vigo dengan kejamnya. Sherlyn cemberut lucu, berhenti makan pop corn. Vigo melirik istrinya itu. "Kenapa? Ngambek?"

"Bodo," jawab Sherlyn pendek. Wajahnya ditekuk lucu. Walau sudah berumur 27, namun wanita itu tetap saja terlihat seperti saat ia berumur 20 tahun, bahkan lebih muda. Wajahnya tetap bersinar cerah seperti 10 tahun yang lalu, ketika mereka masih SMA. Awet muda. Banyak orang-orang yang tertipu dengan wajahnya. Apalagi kini ia dan Vigo juga sudah memiliki dua buah hati—kembar, bernama Hazel Edrea Azzalea dan Handsel Edgar Azzema.

Vigo tersenyum miring. Ia merentangkan sebelah tangannya, merangkul Sherlyn dengan penuh kasih sayang. "Apa sih ah?!" Sherlyn emosi, berusaha lepas dari rangkulan itu.

Bukannya melepasnya, Vigo malah semakin mengeratkan rangkulannya. "Ngambek mulu sih ah." Nada suaranya terdengan meledek sekaligus menggoda; dua hal sekaligus yang Sherlyn benci. Lihat saja, kini Vigo memindahkan ember pop corn itu ke lantai beralaskan karpet beludru merah di sebelah kakinya, lantas mendekatkan wajahnya dan menatap Sherlyn intens sembari tersenyum manis.

"Argh! Lo ngalangin gue nonton tv," keluh Sherlyn, beralasan. Ia hanya tidak nyaman berada dalam posisi seperti ini, membuatnya berdebar keras. Vigo selalu bisa membuatnya berdebar setiap hari, membuatnya jatuh cinta berkali-kali. Dia telah bertransformasi dari cool boy ke hot daddy.

"Kayak anak ABG aja lo ngomongnya. Lo tuh udah tua, Piglet. Gak usah sok remaja," balas Vigo sarkastik. Yah, tapi tetap saja sifat sarkastiknya masih ada di dalam dirinya itu. Tidak bisa dhilangkan.

Sherlyn melotot galak ke arah suaminya. Ia terus berusaha untuk lepas dari rangkulan erat Vigo, namun ia tahu ia tidak akan bisa terlepas dari pria itu jika ia sudah mendekapnya seperti ini. Apalagi kini Vigo sudah memasang flirting face andalannya; smirk menggoda. Sherlyn tahu apa yang akan dilakukan Vigo jika ia sudah berekspresi seperti itu.

"Bacot, Tyrex. Go ... udah jam setengah 12. Gue mau tidur," Sherlyn memelas, sedikit mendorong tubuh Vigo.

Namun bukannya menjauh, Vigo lagi-lagi malah semakin menempelinya seperti lem pada kertasnya. "Lo nggak mau flashback yang dulu-dulu gitu sama gue? Gue kangen, kita lama nggak ngobrol panjang kayak gini, malem-malem lagi. Lo-nya sibuk terus sih ngurusin film atau nggak variety show," Vigo cemberut, kesal karena sikap Sherlyn yang seakan tidak mau mendengarkannya.

Sherlyn mendelik jutek. "Sadar, Rex. Lo juga sibuk terus kan? Apa kabar tuh Aldmo Corp.? Lembur aja terus," balas Sherlyn dengan nada menyindir.

Vigo menyeringai tak percaya. Terlepas dari pekerjaannya sebagai CEO perusahaan alat elektronik dan game online besar di ibukota dan pekerjaan Sherlyn sebagai sutradara dan reporter televisi, ia baru sadar bahwa mereka berdua memang benar-benar sibuk akhir-akhir ini. Bahkan mereka terpaksa harus menyewa baby sitter untuk Handsel dan Hazel atau menitipkan mereka ke rumah Vina dan Irwan atau Rania dan Jamil. Walaupun hari Sabtu dan Minggu Vigo libur bekerja, namun tidak dengan Sherlyn. Wanita itu tak jarang malah lebih sibuk saat weekend daripada hari biasa. Pekerjaan orang televisi dan film layar lebar memang seperti itu. Malam ini merupakan sebuah keajaiban mereka dapat duduk di atas sofa berdua sembari menonton film action.

EXWhere stories live. Discover now