Bab 3

110 18 9
                                    

Jakarta, Agustus 2010

Adakalanya perpustakaan kampus penuh oleh mahasiswa. Ketika itu awal semester ganjil, dan banyak wajah-wajah baru bermunculan di seluruh penjuru kampus, termasuk salah satunya adalah perpustakaan. Di meja kayu yang menghadap ke sebuah jendela kaca besar di lantai tiga, di bagian paling kiri ruangan itu, seorang mahasiswi yang wajahnya sudah sangat lelah tengah membolak-balik buku berhalaman cukup tebal dengan judul yang ditulis dalam bahasa asing. Laptop empat belas inci di depannya menampilkan dokumen yang halamannya sudah mencapai hitungan seratus berisi data-data yang jika dibaca lumayan berat dan bisa membuat pusing kepala.

Dia bukan mahasiswi baru, hanya saja karena lantai dua yang merupakan ruangan belajar mahasiswa penuh oleh mahasiswa baru yang mengerjakan tugas perdana mereka di kampus, mahasiswi itu pergi ke lantai tiga, tempat koleksi buku-buku, untuk mengerjakan skripsi yang telah menyita pikirannya sedari semester lalu.

Sesekali dia mendengus, mengembuskan napasnya dengan berat, sambil membalik-balik halaman kamus tebal berwarna kuning yang ditaruh di sebelah kiri laptopnya. Matanya yang berbentuk almon sudah benar-benar sayu, dan lingkaran hitam membulat di sekelilingnya. Berbeda dengan lantai dua, ruangan itu sangat sepi. Hanya ada segelintir orang yang duduk sambil membaca buku, dan kebanyakan dari mereka adalah muka-muka lama, mengerjakan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh mahasiswi itu.

Sambil menarik napas entah untuk yang ke berapa kalinya, mahasiswi itu menutup buku yang tadi dibukanya. Dia menyandarkan punggungnya ke kursi kayu yang dipernis halus yang tengah dia duduki sambil meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal, terutama bagian punggung dan leher sambil kemudian menutup matanya sebentar.

Tepat ketika dirinya mengerjap dan kembali membuka matanya, kursi di sebelahnya sudah diisi oleh seorang mahasiswa berkemeja biru kotak-kotak yang tengah menaruh beberapa buku berhalaman cukup tebal di meja. Mahasiswi itu segera membenarkan letak duduknya, dan menggeser buku-buku yang tadi dibacanya agar mahasiswa yang baru saja datang itu dapat menaruh buku yang dibawanya di atas meja.

"Di sini, kosong kan?" tanyanya pada mahasiswi itu, yang langsung diikuti oleh anggukan si mahasiswi.

Si mahasiswa kemudian mengambil satu buku lebar berbahasa Inggris, tidak terlalu tebal namun cukup sakit jika dipakai untuk memukul orang. Buku berwarna cokelat bergambar tumpukan batu, buku karya John Ivancevich, Robert Konopaske, dan Michael Matteson yang berjudul Organizational Behavior and Management.

Si Mahasiswi melirik buku tersebut, dan membaca judulnya. Pasti mahasiswa Fakultas Ekonomi, pikirnya ketika itu sambil kemudian kembali membuka buku Klaus Gigl yang di taruh di samping laptopnya.

Tanpa disadarinya, mahasiswa di sebelahnya memperhatikan buku yang sedang ia baca, dan tiba-tiba membuyarkan konsentrasi si mahasiswi yang tengah membaca dengan suara basnya yang berat namun merdu. "Jurusan bahasa Jerman ya?" tanyanya tiba-tiba.

Si mahasiswi mengangguk. "Kamu?" ucapnya, balas bertanya.

"Manajemen ekonomi."

Lagi, mahasiswi itu kembali mengangguk tanpa menimpali, lalu, "Lagi ngerjain skripsi juga?" tanya si mahasiswa lagi, yang lagi-lagi dibalas dengan anggukan tak tertarik.

"Kenalin, aku Andreas." Si mahasiswa menjulurkan tangan kanannya. Wajahnya yang tampan tiba-tiba berubah semakin menarik ketika bibirnya tersungging.

Si mahasiswi itu balas tersenyum, menyambut, dan menyalaminya. "Adhira."

***

Jakarta, Desember 2015

Drrrt, drrrt. Sebuah panggilan masuk pada ponsel Adhira, membuat getaran kecil pada meja kerjanya yang terbuat dari kayu yang bunyinya terdengar cukup keras. Adhira yang tengah bersantai sambil menikmati es krim yang dibelinya tadi di kantin, meraih ponselnya tersebut dan mengusap layarnya, sampai kemudian muncul sebuah foto dan nama tertera di layarnya.

Hujan Bulan DesemberWhere stories live. Discover now