Bab 6

54 12 2
                                    

"Mas?" ucap Adhira ketika tanpa diduga, dirinya bertemu dengan Arian di pintu depan restoran. Adhira menatap Arian dengan tatapan bingung setengah terkejut, terlebih ketika ia melihat Arian tengah menggandeng tangan seorang wanita yang ia kenal betul siapa. Arian yang juga sama-sama terkejut, segera melepaskan tangan Luna yang melingkar pada lengannya.

Melihat pemandangan itu, terlebih gerakan refleks Arian ketika melihatnya, membuat Adhira teringat akan ucapan Ezra tadi siang. Luna menyukai Arian. Dan sekarang kedua orang itu tengah bergandengan masuk ke dalam restoran malam-malam. Pikiran negatif mulai masuk dalam benak Adhira. Namun Adhira terlalu berpengalaman untuk bertindak gegabah pada situasi seperti ini. Jadi dengan santai dan sambil memasang senyumnya, ia berkata, "Aku pikir, mas sibuk di kantor mengurus berkas-berkas CEO baru." Sudah jelas, Adhira menyindir.

"Ah, i-iya. Tadi sudah selesai, dan mas antar Luna pulang, dia habis lembur," ucap Arian sedikit tergagap karena terkejut.

Adhira mengangguk. "Oh begitu," ucapnya pelan, lalu menoleh pada Luna. "Kita bekerja satu ruangan, tapi aku tidak tahu kalau kamu dekat dengan mas Ari," ucapnya.

Luna terlihat sedikit gelagapan dan rikuh. Ia tidak menjawab, hanya tersenyum canggung karena merasa tidak nyaman dengan suasana yang terasa mulai sesak setelah tanpa di duga tiba-tiba saja ia berpapasan dengan Adhira di depan pintu restoran.

Mendengar ucapan Adhira yang sangat jelas terdengar ofensif, Arian mengerlingkan matanya malas. Ini semua salah paham, dan Adhira jelas-jelas berusaha menyudutkan Luna. "Dek, kamu jangan berpikiran negatif dulu," ucap Arian pada Adhira.

"Aku? Berpikiran negatif?" Adhira mengulang ucapan Arian sambil memasang wajah tidak terima.

Hari ini Adhira sudah sangat kesal mendengar cerita Rachel, juga kesal karena bertemu dengan Rangga. Sekarang ia bertemu dengan pacarnya yang tengah menggandeng wanita lain masuk restoran malam-malam dan disebut berpikiran negatif. Memangnya ia salah kalau berpikiran negatif? Bukankah apa yang otaknya pikirkan itu adalah haknya? Adhira tidak pernah menyukai orang yang berkomentar seperti itu, orang yang senang mengomentari dan mencap sesuatu buruk ketika ia tengah melakukan hal yang mestinya bebas ia lakukan. Kalau saja bukan Arian yang tengah dihadapinya sekarang, tentu Adhira akan berbuat lebih jauh lagi dibanding hanya menyiram wajah seseorang dengan susu. Namun entahlah, di depan Arian Adhira tidak pernah bisa mengungkapkan kekesalannya lebih dari sekedar meninggikan nada suara. Efeknya berbeda, jika ia mempunyai masalah dengan Arian, yang berkata bukan tindakan, dengusan.

Dan sekarang, entah atas dasar apa dan keberanian yang entah ia dapat dari mana, Adhira hanya bisa membuang muka sambil mendengus. "Senang sekali ya, cintamu berbalas," ucapnya kemudian pada Luna. Ucapannya terdengar semakin menyindir. Adhira memang seperti api. Ia tahu apa yang tengah ia perbuat, dan akan semakin menjadi-jadi jika seseorang ikut campur dan berusaha menghentikannya jika orang itu bersikap sok tahu, ibarat api yang ditiup supaya cepat padam, namun ternyata malah membuatnya semakin membesar.

"Dek! Kamu kok tiba-tiba jadi sinis begini sih? Mas bilang ini cuma kebetulan. Mas cuma anter Luna pulang, sama temenin dia makan, gak aneh-aneh," ucap Arian.

Adhira terdiam. Ia tidak senang dibentak, terlebih jika yang membentak adalah Arian, mengingat pria itu adalah seseorang yang sangat ia percaya. Ia menatap Arian yang juga tengah menatapnya. Dari sorot matanya, Adhira tahu, bahwa Arian tidak berbohong, namun tetap saja Adhira merasa kesal dan sedih. Terlebih ketika Arian membentaknya seperti itu, seolah ia membela Luna.

Adhira sadar, Arian orang baik. Arian tidak mungkin bohong, apalagi selingkuh. Namun tetap saja, melihat Arian jalan bergandengan dengan Luna malam-malam, Adhira tetap merasa curiga dan kesal. Adhira juga manusia, dan pikiran manusia itu banyak cabangnya, tidak mungkin kalau Adhira sama sekali tidak berpikir negatif. Tidak perlu membentak. Adhira juga tahu, bahwa ia salah.

Hujan Bulan DesemberWhere stories live. Discover now