Bab 30

44 5 9
                                    

Jakarta, 2017

"Dek, sudah siap?" tanya seorang wanita dari luar kamar Adhira.

Adhira yang ketika itu tengah mematut dirinya di depan cermin seketika terhenyak. "Iya Mbak! Tunggu sebentar, tinggal pakai sepatu nih," jawabnya, sambil lalu berdiri dan meraih sepatu dengan heels yang cukup tinggi di sebelah tempat tidurnya dan kemudian memakainya.

Tak lama, ia keluar dari dalam kamarnya dan mendapati Sarah beserta dengan Rendra sudah berdiri di sana. "Cantiknya adekku ini, pengantinnya aja kayaknya kalah cantik nanti," puji Sarah ketika melihat Adhira yang sudah siap untuk pergi. Mendengar hal itu, Rendra seketika menyikut bahu istrinya tersebut, menyuruhnya untuk tidak banyak bicara. Sedangkan Adhira hanya tersenyum kecil, menampilkan baris rapi gigi putihnya.

Adhira ingat dua tahun lalu, ia pernah mengatakan bahwa ia tidak ingin lagi bertemu dengan Arian. Ia juga ingat betul bahwa ketika mengatakannya dulu ia tengah dilanda emosi yang cukup awet sampai berbulan-bulan. Namun kini, ia sudah melupakan semua hal yang pernah terjadi antara dirinya dengan Arian. Ia sudah tidak lagi merasa sedih, marah, ataupun bahagia ketika ia mengingat mantan pacarnya itu beserta dengan kenangan di dalamnya. Pertikaiannya dengan Andreas dulu sudah mengajarkannya bagaimana harus bersikap, mengajarkannya untuk bisa merelakannya.

Dan sekarang, ia harap Arian tidak akan merasa tersinggung karena kehadirannya di pesta pernikahan pria itu. Seharusnya sih tidak, karena ia sendirilah yang mengundang Adhira untuk juga hadir di sana.

Berbicara soal jodoh, memang rumit sekali rencana Tuhan perihal itu. Arian yang dulu begitu gilanya mengejar Adhira, tidak lama setelah mereka berpisah, sudah mulai kembali menjalin hubungan dengan orang lain. Dari yang Adhira tahu, semua hal itu terjadi atas andil orang tuanya yang mengatur perjodohan Arian dengan calon istrinya sekarang ini. Entah Arian menerima hal itu karena cinta atau bukan, yang jelas hubungan mereka berjalan cukup lama dan akan segera berakhir di pelaminan hari ini.

"Kalau kamu nggak ikut juga nggak apa-apa kok Dek," ucap Rendra kemudian. "Biar nanti mas titipin salam buat Arian," lanjutnya lagi sedikit khawatir.

Adhira tersenyum kecil. "Memenuhi undangan itu hukumnya wajib Mas," jawabnya pelan. "Yuk ah, nanti keburu siang," lanjutnya lagi.

Rendra dan Sarah mengangguk. Ketiga orang itu kemudian menuruni tangga dan berjalan menuju mobil.

***

Adhira hadir pada acara akad pernikahan Arian beberapa menit lalu. Ia menyaksikan dengan khidmat bagaimana pria itu akhirnya resmi memperistri seseorang yang ia kenal, Luna. Sedikit ia merasa iri. Bukan karena masih mengharapkan bisa bersama dengan Arian, namun iri bahwa di umurnya yang kini sudah menginjak tiga puluh ia masih belum menemukan seseorang yang bisa membawanya ke pelaminan seperti Arian kini, belum ada yang bisa dengan serius mengikatnya dengan tali pernikahan.

Kini Arian dan Luna sudah duduk di pelaminan mereka. Adhira, Sarah dan Rendra pun menghampiri mereka untuk memberikan ucapan selamat.

"Dek," ucap Arian ketika melihat Adhira menghampiri dirinya dan Luna. Arian yang ketika itu memakai jas hitam yang salah satu kerahnya dijepiti bunga tersenyum cerah menatapnya. Adhira pun membalas senyumnya. "Terima kasih sudah datang," lanjut Arian lagi.

"Sama-sama Mas," ucap Adhira. "Semoga langgeng ya Mas, Lun. I wish nothing but the best for you two," lanjutnya pada Adhira dan Luna.

"Terima kasih Dhira," ucap Luna. Adhira mengangguk sambil memberinya pelukan. "Ayok, foto dulu," ajak Luna kemudian. Ketiganya lalu berjajar mengikuti instruksi dari juru foto. Adhira lalu melambai pada dua pengantin itu sambil berjalan meninggalkan pelaminan. Ia kembali bergabung dengan Rendra dan Sarah.

Hujan Bulan DesemberWhere stories live. Discover now