Bab 13

77 7 9
                                    

Andreas duduk di kursi kerjanya yang dilapis kulit, sesekali memutarnya, menghadap dinding kaca ruang kerjanya di lantai atas penthouse-nya. Pikirannya penuh oleh kejadian kemarin siang, ketika ia bertemu dengan Adhira tanpa disengaja dan mengetahui bahwa wanita itulah yang sebenarnya menjadi alasan mengapa Arian yang sangat tidak commital bisa berubah dengan tiba-tiba.

Dan sekarang ia mengerti. Adhira wanita yang biasa saja, bukan tipe pesolek atau tipe yang suka mencari popularitas. Meskipun begitu, ia wanita yang memesona, terlebih ketika orang mulai dekat dan tahu bagaimana kepribadiannya, orang tidak akan mudah lepas darinya. Dan hal itulah yang terjadi pada Arian kini.

Bodohnya dulu bagi Andreas, ketika ia mulai merasakan perasaan aneh itu dalam dirinya setiap kali bertemu dengan Adhira, ia merasa terasing sekalipun ia juga menikmatinya. Dimulai dengan insiden Donita, setelah itu ia berusaha untuk kembali menghubungi Adhira dan memperbaiki hubungannya dengan wanita itu. Namun tiba-tiba saja, Adhira mulai berubah menjadi gadis-gadis biasa pada umumnya. Cemburuan, protektif, penuh prasangka, menyebalkan.

Dan Andreas mulai muak.

Ketika itu ia merasa bahwa dirinya benar-benar dikambinghitamkan oleh Adhira, sekalipun ia sudah berulang kali menjelaskan bahwa kencannya dengan Donita hanya sebuah taruhan, wanita itu tidak mau mendengar. Setiap kali ia berurusan dengan gadis lain, teman kampus, atau kenalannya yang lain, Adhira berubah menjadi sangat penuh selidik. Dan Andreas tidak pernah terima diperlakukan seperti itu, sehingga perdebatan mulai sering terjadi di antara mereka.

Satu hal yang Andreas sama sekali tidak sadari ketika itu adalah, Adhira mengalami trust issue akan dirinya. Dan yang Andreas juga tidak sadar sampai sekarang, masalah itu menjadi tarikan pelatuk pada kenangan-kenangan buruk masa kecil Adhira yang sudah susah payah wanita itu berusaha untuk lupakan.

Akhirnya dengan sangat tidak sabar dan penuh dengan keegoisan dan ketidakbertanggungjawabannya, Andreas memutuskan untuk berhenti dan pergi begitu saja dalam hidup Adhira tanpa berusaha memperbaiki apa yang baru saja ia rusak, tepat di musim hujan pertengahan bulan Desember di sebuah kafe yang riuh, meninggalkan gadis itu menggeram sendiri, meninggalkannya tanpa alasan yang jelas, menjadi orang paling berengsek di dunia.

Dan bagi Adhira, lagi-lagi ia harus bisa bangkit sendirian. Memunguti serpihan guci hatinya yang pecah karena sebuah senggolan kencang Andreas, menumpahkan muatan kepercayaannya yang tercerai berai menghilang dan harus ia kumpulkan lagi sedari awal.

Selepas kepergiannya dari hidup Adhira, Andreas memutuskan untuk pergi dari Indonesia, dan mulai fokus dengan studi BWL-nya di Berlin. Ia lelah dengan drama yang sudah ia lakoni dengan Adhira, ditambah pula dengan begitu, ia bisa bebas menjalani hidup tanpa harus berlelah-lelah menjadi kacung setia ayahnya yang memaksanya untuk bekerja di perusahaan yang ayahnya bangun itu tanpa pernah sekalipun diberi keringanan bekerja. Pendidikan mental katanya. Tapi menurutnya, itu hanya sebuah perploncoan.

Namun tentu, hidup bebas yang semula ia bayangkan, tidak pernah terjadi selama ini, ketika ia menyadari bahwa dirinya hidup di balik bayangan orang lain.

Andreas terus menerus menekur. Ia mulai menyadari, bahwa setiap kali ia melihat Adhira, keberaniannya untuk kembali bersama dengan Adhira mulai muncul kembali, meskipun artinya ia harus merebut Adhira dari sahabatnya ia bersedia. Namun sekarang, entah kenapa ia kembali merasa ragu, terlebih ketika sadar akan apa yang nanti dirasakan oleh Arian atas perbuatannya.

Karena selama ini, Arian adalah satu-satunya teman yang sangat mengerti dirinya. Ketika ia merasa diperbudak oleh ayahnya sendiri, Arian yang selalu berdiri tepat di belakangnya, mendukungnya, menyemangatinya, memberitahunya bahwa masih ada orang yang peduli akan dirinya.

Hujan Bulan DesemberWhere stories live. Discover now