Bab 11

72 8 12
                                    

Bagi Andreas Hestamma tidak pernah ada dalam kamusnya untuk datang terlambat. Dua pilihan dalam hidupnya jika ia berjanji dengan seseorang, ia harus datang tepat waktu, atau datang beberapa menit sebelumnya. Dan pilihan kedua adalah pilihan yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya, mengingat di tempat tinggalnya dulu di Berlin, pilihan kedua bukanlah sebuah pilihan.

Namun tentu berbeda dengan hari ini. Andreas sudah merasa cukup tertekan dengan hanya berdiam diri di apartemennya yang terletak di daerah Kuningan yang dinding kacanya terlalu banyak menampilkan langit. Jadi merupakan sebuah hal menyenangkan baginya ketika Arian mengajaknya pergi untuk makan siang, dan berkenalan dengan pacar sahabatnya itu.

Setelah tidak sabar menunggu jarum jam menunjuk angka dua belas, akhirnya ia memilih untuk pergi dari apartemennya itu alih-alih terus menerus mengingat kejadian tadi pagi, sekalipun jarum jam masih menunjuk angka sebelas lewat empat puluh. Setidaknya bagi Andreas, fokus dengan jalanan bisa membuatnya sedikit lupa akan hal yang berhubungan dengan Adhira.

Namun tentu saja, semuanya nihil.

Sepanjang perjalanan dan penantiannya di restoran tempat ia akan bertemu dengan Arian, pikiran Andreas hanya dipenuhi oleh bayangan Adhira dan pria yang dilihatnya tadi pagi, sampai-sampai ia beberapa kali tidak sadar bahwa lampu merah sudah berubah menjadi hijau. Dan semakin Andreas memikirkannya, Andreas semakin yakin bahwa Adhira dan pria yang ia lihat tadi pagi benar-benar memiliki hubungan spesial. Entah kenapa citra yang semula dilihatnya biasa saja, semakin lama ia renungkan semakin kabur dan membentuk pikiran negatifnya akan Adhira.

Entah sudah berapa kali Andreas mendengus hari itu. Harinya benar-benar kacau. Dan mungkin bukan hanya hari, melainkan juga minggu dan bulan yang akan segera ia hadapi selanjutnya. Akhirnya setelah memesan secangkir kopi, Andreas berusaha memperhatikan segala hal di ruangan restoran itu yang bisa membuatnya sedikit melupakan hal yang sedari pagi tadi bercokol di kepalanya.

Tepat ketika ia mengitari pandangan mengelilingi restoran itu, tepat ketika tatapannya tertuju pada pintu masuk, ia mendapati dua buah mata yang juga tengah menatapnya dengan pucat. Dengan refleks Andreas berdiri, membelalakkan matanya tidak percaya, ketika didapatinya orang yang sedari tadi ingin ia buang jauh-jauh dari pikirannya tengah berdiri dengan canggung.

Dan bagi Andreas ketika itu, pikirannya kembali kacau. Berbagai macam ingatan tiba-tiba bermunculan dalam benaknya. Bukan hanya yang tadi pagi, melainkan juga yang sudah terbentuk sedari bertahun-tahun lalu. Ia melihat gadis itu hendak membuang muka dan membalikkan tubuhnya ketika menatapnya, dan Andreas dengan cepat berjalan menghampiri orang itu.

"Dhira," panggilnya pelan, namun masih bisa terdengar oleh orang tersebut, yang kini menoleh setelah sebelumnya berbalik menghadap teras restoran.

Andreas tersenyum, bongkahan rasa bahagia tiba-tiba menyerbunya sekalipun beberapa menit lalu ia tengah bermuram durja karena wanita itu.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Adhira pelan dengan nada yang tidak begitu senang ketika Andreas sudah berada dalam jarak kurang dari dua meter darinya.

"Aku ada janji dengan teman," jawab Andreas. "Kamu?"

"Hanya makan siang," balasnya menatap wajah Andreas ragu-ragu.

Andreas menatap wajah Adhira yang mulai bergerak menghadapnya. Wajah itu masih sama, dan mata almonnya masih menyiratkan kecerdasan. Mata yang selama ini membuat Andreas tergila-gila pada wanita di hadapannya ini.

Satu hal yang Andreas tahu pasti, apa pun yang direncanakan olehnya beberapa jam lalu mengenai melupakan Adhira, Andreas tahu pasti bahwa ia harus menarik kembali ucapannya tersebut ketika ia bersihadap dengan wanita itu dan mendapati bahwa rasa yang dulu pernah ia miliki ternyata masih ada dalam hatinya, dan malah semakin besar. Tidak peduli Adhira sudah memiliki pria lain, Andreas yakin dia pasti bisa kembali mendapatkan Adhira. Karena sekalipun tujuan awalnya ia hanya ingin meminta maaf tanpa berharap hal lebih, insting kelaki-lakiannya bereaksi lebih dari yang ia duga ketika bertemu lagi untuk yang kedua kalinya dengan wanitanya itu.

Hujan Bulan DesemberWhere stories live. Discover now