02 : Kebetulan Yang Terlalu

10.8K 1K 53
                                    



Give me more loving than I've ever had

Make it all better when I'm feeling sad

Tell me I'm special even when I know I'm not

.

Deva memandangi kalendernya di tanggal 25 bulan ini dengan lingkaran merah. Ulang tahun Shira. Kebanyakan individu, khususnya perempuan, ingin sekali mendapat kejutan atau kado dari pasangannya pada hari lahir. Juga berdasarkan sikap Shira yang begitu sensitif, apalagi tanggal dengan momen tertentu di dalamnya, Deva sampai bela-belain masuk ke dalam toko perempuan demi memilih kado manis untuk pacarnya.

"Payah banget lo Dev, masa dibatalin?"

"Ya gimana, gue juga ada acara hari itu." Deva menghela napas panjang karena minggu ini harus datang ke rumah Shira untuk merayakan. "Nggak bisa diundur minggu depan aja? Perjalanan Cilegon-Puncak nggak sedekat Jakarta-Bogor."

"Nggak bisa. Anak-anak bisanya minggu ini."

Deva hening beberapa saat. "Ya udah, gue terbang sendiri aja minggu depan."

"Oke. Ntar gue kasih tau yang lain."

Setelah menutup sambungan teleponnya, Deva menyisir sekitar. Seorang gadis berpakaian hitam dengan celemek merah bergerak mendekat dan bersandar pada salah satu dinding sambil memerhatikannya. Deva mengembuskan napas dengan kasar ketika melihat pegawai itu tersenyum sambil berbisik-bisik pada temannya. Deva mengabaikan bisikan gosip tersebut dengan mengalihkan pandangannya ke arah aksesoris rambut. Lalu hening. Dia bingung lagi.

"Ada yang bisa dibantu, Mas?" Salah satu pelayan perempuan yang tadi bergosip menghampiri Deva dengan ramah.

"Euh," Deva menggaruk tengkuknya dengan gugup. "Saya mencari kado, untuk cewek."

Perempuan berlesung pipit itu tersenyum samar, hampir membuat Deva melarikan diri dari toko ini. "Mungkin Mas bisa kasihtahu apa yang kira-kira dia suka?"

"Mungkin sesuatu yang lucu-lucu?" Deva merasa bodoh sekali. Tapi dia ingat, Shira merupakan gadis yang sangat menyukai hal imut seperti boneka beruang berpita besar, benda berwarna lembut, atau gambar animasi hewan dengan mata berbinar berlebihan. Sesuatu yang menonjolkan kefemininannya.

"Mungkin ini cocok," sahut pelayan tersebut.

Deva mengamati jepit rambut dengan hiasan pita berwarna biru langit dengan ornamen renda di tepiannya. Tidak mencolok, dan sangat manis. Tanpa sadar Deva mengangguk. "Saya ambil yang itu," ujarnya mantap kemudian mengikuti pegawai toko itu untuk membayar di kasir.

Selang beberapa saat hadiahnya dibungkus, Deva mengembuskan napas lega dan bersumpah takkan masuk ke dalam toko seperti ini lagi. Lain kali, dia akan mencari hadiah secara online atau meminta bantuan teman ceweknya. Benar-benar menyusahkan. Namun, kejengkelannya berubah menjadi kemarahan. Pandangannya terpancang pada pasangan paruh baya yang tampak melihat-lihat menu di sebuah stand es krim. Sang lelaki tampak mendengarkan dengan seksama kata demi kata yang keluar dari bibir merah wanita cantik tersebut. Hati Deva semakin mendidih saat mereka bertukar tawa.

Itu Atma, yang tak lain adalah ayahnya.

Bersama wanita yang tak dikenal Deva.

. . .

Hari sabtu pagi, Dista memilih untuk bergelung dalam selimut sambil menonton Running Man—acara variety show dari korea yang didownloadnya beberapa hari lalu, dan dia tertawa terbahak melihat Kwang Soo yang berwajah melas karena dibully oleh timnya. Baru jam enam dan dia sudah bosan, karena tahu hari ini akan menjadi satpam di rumah.

DisvawingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang